Kebijakan tersebut tertuang dalam Bab III Pajak Penghasilan pasal 7 ayat 2a Undang-Undang (UU) tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
Ketentuan dalam beleid yang baru diundangkan pada Kamis (7/10/2021) ini, akan bakal berlaku mulai tahun pajak 2022.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menjelaskan, dalam ketentuan yang berlaku sebelumnya, tak ada batas bawah pengenaan PPh Final Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM).
Pajak UMKM sebesar 0,5 persen tersebut dikenakan atas usaha dengan omzet Rp 4,8 miliar per tahun.
“Saya ingin sampaikan bahwa UU HPP ini memberikan keberpihakan kepada UMKM dengan sekarang memberikan batasan kalau pendapatan dari usahanya tidak mencapai Rp 500 juta setahun maka tidak kena PPh,” kata Sri Mulyani saat Konferensi Pers UU HPP, Kamis (7/10/2021).
Baca: Menengok Peluang Wirausaha Mengoptimalkan Sektor Ritel dan UMKM di Masa Pandemi
Baca: Lazada Bekali UMKM Lokal Menjadi Seller Tangguh untuk Indonesia Tumbuh
Sri Mulyani mengatakan, insentif tersebut ditujukan bagi usaha di kelas mikro dan ultra mikro.
Lewat peraturan abru tersebut, PPh Final yang dibayarkan UMKM dengan penghasilan di atas Rp 500 juta per tahun juga akan lebih murah.
Gambarannya, usaha mikro dengan peredaran bruto sebesar Rp 1,2 miliar per tahun atas Rp 500 juta penghasilan yang didapat dalam lima bulan pertama maka tidak akan dikenakan PPh Final.
Baru tujuh bulan setelahnya dengan peredaran bruto Rp 700 juta, akan dikenakan PPh Final.
Di akhir tahun pajak terkait, PPh Final terutang menjadi sebesar Rp 3,5 juta, atau lebih rendah Rp 2,5 juta dibandingkan sebelum adanya UU HPP yang mencapai Rp 6 juta.
“Jadi kalau ada para pengusaha warung kopi, warung makanan tidak mencapai Rp 500 juta per tahun mereka tidak dikenakan pajak. Selama ini tidak ada batasan tersebut yang penghasilannya Rp 10 juta, Rp 100 juta per tahun tetap kena PPh Final,” ucap Menkeu.