Dilema Jelang Pembelajaran Tatap Muka di Masa Pandemi, Ini Kekhawatiran Nadiem Makarim dan Luhut

Editor: Natalia Bulan Retno Palupi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi pelaksanaan pembelajaran tatap muka terbatas saat pandemi.

TRIBUNNEWSWIKI.COM - Pembelajaran Tatap Muka (PTM) terbatas saat penularan Covid-19 mulai terkendali, mulai diinstruksikan oleh pemerintah.

Hal itu karena pemerintah mulai khawatir jika peserta didi mengalami ketertinggalan pendidikan (learning loss) selama menjalani pembelajaran jarak jauh.

Hal demikian akan berimbas pada kualitas SDM Indonesia beberapa tahun ke depan.

Menurut Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbud Ristek) Nadiem Makarim, kini tercatat 80 hingga 85 persen masyarakat yang mendukung kebijakan PTM di sekolah.

Hal itulah yang menjadi pegangannya dalam mendorong kebijakan PTM terbatas.

“Mayoritas 80 sampai 85 persen dari masyarakat kita menginginkan kita kembali tatap muka. Itu jadi pegangan saya, saya di sisi orangtua dan murid-murid kita,” ucap dia, mengutip Kompas.com.

Kekhawatiran Learning Loss

Selain itu, Nadiem menyebut kekhawatiran terbesarnya adalah jika Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) terus dilaksanakan, berbagai dampak mulai dari learning loss hingga dampak psikis akan menyerang peserta didik.

“Tapi, yang lebih menyeramkan lagi buat saya adalah dampak permanen daripada PJJ. Ini yang saya wanti-wanti setiap kepala daerah, setiap pemerintah daerah,” ungkapnya.

Mendikbudristek Nadiem Makarim dan Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming Raka meninjau pelaksanaan pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas di Kota Surakarta, Jawa Tengah, Senin (13/9/2021). (Screenshot Kompas TV)

Baca: Tinjau Pelaksanaan PTM di Solo, Nadiem Makarim: Mas Gibran Sangat Pro Pembelajaran Tatap Muka

Sementara itu, menurut Koordinator Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Jawa-Bali sekaligus Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan, mengakui banyaknya tantangan yang harus dihadapi dalam penyelenggaraan sekolah tatap muka.

Kendati, pemerintah tetap menjalankan pembelajaran tatap muka (PTM) demi mencerdaskan generasi muda bangsa.

"Bahwa ada tantangan di sana-sini yes, tapi kita lebih takut dan ngeri lagi kalau generasi yang akan datang jadi tidak berpendidikan dan jadi bodoh," kata Luhut.

Luhut menyebutkan, sejauh ini tak ada masalah yang tidak bisa dikendalikan pemerinta dalam pelaksanaan PTM terbatas di masa pandemi.

Luhut mengklaim, terkait PTM terbatas, sistem yang dibangun Kementrian Kesehatan (Kemenkes) bersama Kemendikbud Ristek sudah cukup baik.

Meski begitu, Luhut tak menepis bahwa seluruh kebijakan memiliki risiko tersendiri.

"Jadi seperti dalam opeprasi militer selalu saya katakan calculated risk, apa pun yang kita buat tentu ada risikonya," ujarnya.

Luhut tidak ingin kegiatan belajar mengajar terus dilakukan secara daring karena bakal merusak generasi mendatang.

"Akan lebih besar risikonya kalau sampai sekolah tidak jalan, itu merusak generasi yang akan datang," tandasnya.

Baca: DKI Jakarta Mulai Uji Coba Pembelajaran Tatap Muka, Dishub Sediakan Transportasi Gratis Bagi Pelajar

Pemerintah Diminta Antisipasi Klaster PTM

Terkait adanya potensi klaster penularan Covid-19 dari OTM, Anggota Komisi IX DPR Netty Prasetiyani Aher meminta pemerintah segera melakukan langkah antisipasi

“Berdasarkan data di lapangan, mulai terjadi kasus hingga klaster Covid-19 di beberapa sekolah setelah penerapan PTM terbatas. Pemerintah harus segera lakukan langkah antisipasi agar kasus Covid-19 pada anak tidak terus meningkat,” kata Netty, mengutip Kompas.com.

Sebelumnya sejumlah pihak, kata Netty, termasuk organisasi guru yang tergabung dalam Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) sudah meminta pemerintah untuk menunda PTM.

Netty menyebut, sebelum memutuskan penerapan PTM, seharusnya pemerintah mempertimbangkan masukan dari organisasi pendidik.

“Jangan menutup mata dan telinga dari pertimbangan mereka yang memahami betul kondisi lapangan," ujarnya.

Apalagi, Netty mengklaim berdasarkan data pada 23 September 2021, vaksinasi anak usia 12-17 tahun baru terlaksana 12,79 persen untuk dosis 1 dan 8,84 persen untuk dosis 2, dari target 26 juta.

Berdasarkan data tersebut, Netty menilai jika realisasi vaksinasi bagi anak 12-17 tahun masih rendah.

"Artinya, masih banyak anak yang datang ke sekolah dalam kondisi belum divaksinasi,” imbuhnya.

Netty berpendapat, masih banyak sekolah yang belum memenuhi standar kesiapan belajar.

Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu menilai, karena banyak sekolah yang belum memenuhi aspek kesipan PTM.

Baca: Bantuan Kuota Internet untuk Pembelajaran Jarak Jauh Disalurkan Lagi Mulai September 2021

Aspek tersebut seperti ketersediaan sarana sanitasi dan kebersihan, ketersediaan fasilitas kesehatan, dan pemetaan warga sekolah.

"Baru 59 persen sekolah yang mengisi Daftar Periksa Kesiapan Pembelajaran Tatap Muka,” pungkasnya.

Hal senada disampaikan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). Mereka meminta PTM yang sudah digelar tetap menjamin tidak adanya penularan virus corona.

Sementara itu, Ketua Umum IDAI Aman Bhakti Pulungan mengatakan, pihaknya meminta hal tersebut karena berdasarkan data yang dihimpun IDAI hingga Agustus lalu masih banyak anak yang terkonfirmasi positif Covid-19.

"Kami minta PTM yang aman sehat dan bisa menjamin kesehatan anak Indonesia," ujar Aman di acara Update Kajian IDAI Terkait Covid-19 pada Anak: Pembelajaran Tatap Muka, yang digelar secara virtual, Minggu (26/9/2021).

Baca: Uji Coba Pembelajaran Tatap Muka di Jateng, Ganjar : Kalau Ada Pelanggaran Berat Hentikan Saja

(TRIBUNNEWSWIKI.COM/Anindya)

Lihat selengkapnya terkait berita Pembelajaran Tatap Muka (PTM) terbatas di sini



Editor: Natalia Bulan Retno Palupi
BERITA TERKAIT

Berita Populer