Informasi Awal
TRIBUNNEWSWIKI.COM- Lettu Doel Arief adalah tokoh yang bertanggung jawab dalam operasi pembunuhan enam jenderal dan satu perwira pada peristiwa G30S.
Bahkan, Doel Arief merupakan komandan Pasukan Pasopati yang menjadi tokoh kunci Gerakan 30 September 1965.
Namun, akhir kehidupan Lettu Doel Arif tidak pernah terpublikasikan secara jelas.
Doel Arief berperan penting dalam operasi penculikan jenderal-jenderal pimpinan Angkatan Darat.
Dia dieksekusi mati oleh Ali Moertopo.
Hukuman ini mirip dengan yang diberikan kepada D.N. Aidit dan Sjam Kamaruzzaman. (1)
Baca: D.N. Aidit
Peran
Doel Arief berperan penting dalam pelaksana dalam penculikan para jenderal.
Pada saat itu ia memerintahkan untuk membunuh para jenderal sasaran penculika.
Namun, selaku Komandan Pasukan Pasopati ia memberikan instruksi "tangkap hidup atau mati".
Sejak aksi tersebut, peristiwa Gerakan 30 September menjadi kacau sehingga Lettu Doel Arief bergabung dengan Pelda Djahurub dalam operasi di rumah A.H. Nasution.
Namun, operasi tersebut gagal dan Nasution pun lolos.
Bahkan, yang menjadi korban adalah pengawal di rumah J. Leimena, yakni Pierre Tendean dan Karel Satsuit Tubun.
Operasi penculikan tersebut diawali dengan kericuhan yang memancing keributan yang mengakibatkan kegagalan. (1)
Baca: Letjen S. Parman
Kronologi Penculikan
Gerakan 30 September 1965 merupakan peristiwa penculikan enam jenderal dan satu perwira yang dilakukan oleh sekelompok orang yang menyebut diri mereka Gerakan 30 September pada 1 Oktober 1965 dini hari.
Pada pagi hari sekitar pukul 03.00 WIB tanggal 1 Oktober 1965, Komandan Satuan Tugas (Satgas) Pasopati, Letnan (Inf) Doel Arif membentuk tujuh pasukan dari Satgas Pasopati di Lubang Buaya untuk menculik ketujuh jenderal.
Resimen Tjakrabirawa adalah seorang pemimpin penangkapan Jenderal Nasution.
Gabungan resimen Tjakrabirawa terdiri atas satu Regu Kawal Kehormatan Tjakrabirawam, satu peleton Yon 530/Para Brawidjaja, satu pleton Yon 454/Para Diponegoro, satu peleton Pasukan Pertahanan Pangkalan AURI dengan dukungan satu peleton sukarelawan Pemuda Rakyat.
Pasukan yang bertugas menangkap Jenderal Yani dipimpin oleh Peltu Mukidjan dan Brigade Infantri I/Djaja Sakti, dan terdiri atas satu peleton Yin 530/Para Brawidjaja, satu Regu PPP AURI dan dua regu sukarelawan Pemuda Rakyat.
Bahkan, penangkapan Mayjend Suprapto dari satu peleton Batalyon Kawan Kehormatan Tjakrabirawa.
Pasukan I dipimpin oleh Serka Sulaiman dan sisanya bergabung dengan Regu II yang dipimpin oleh Serda Sukiman.
Pasukan Sersan Satar dari Resimen Tjakbirawa yang dibantu oleh satu peleton Yon 530/Para Brawidjaja dibawah pimpinan Sersat Paat akan menangkap Mayjen S. Parman.
Bahkan, Sersan Mayor Surono memimpin satu peleton Tjakrabirawa yang bertugas menangkap Brigjen Sutojo.
Pasukan ini dibagi menjadi tiga: Regu I dipimpin Sersan II Sudibjo, Regu II dipimpin Sersan II Ngatidjo dan Regu III dipimpin Kopral II Dasuki.
Mayjen Haryono akan ditangkap oleh pasukan satu Peleton Tjakrabirawa yang dipimpin oleh Serka Boengkoes.
Pasukan yang bertugas menangkap Brigjen D.I. Pandjaitan dipimpin oleh Sersan Mayor Soekardjo dari Yon 454/Para Diponegoro dengan petunjuk jalan Kopral Soedikin.
Setelah persiapan dan pengarahan selesai, anggota Pasopati diangkut menggunakan jeep, truk dan bus.
Senjata yang digunakan antara lain stengun, garrand, dan AK.
Ketujuh regu penculik ini berangkat ke arah Menteng, salah satu daerah perumahan elite di Jakarta, tempat kediaman banyak pejabat pemerintahan.
Sasaran mereka adalah Jenderal A.H. Nasution, Letnan Jenderal Ahmad Yani, Panglima Angkatan Darat dan lima staf umum Angkatan Darat Mayor Jenderal Siswondo Parman, Mayor Jenderal Mas Tirtodarmo Harjono, Mayor Jenderal R. Soeprapto, Brigadir Jenderal Soetojo Siswomihardjo, dan Brigadir Jenderal Donald Ishak Pandjaitan. (2)
Baca: Wikana