Informasi Awal
TRIBUNNEWSWIKI.COM - Marco Kartodikromo merupakan jurnalis yang pernah memimpin salah satu pemberontakan yang dilakukan oleh PKI.
Ia lahir di Blora, Jawa Tengah pada 1890.
Dirinya termasuk dalam keluarga priyayi meski pangkatnya rendah.
Ayahnya menjabat sebagai kepada desa di tempat tinggalnya.
Dalam hal pendidikan, Marco tidak mendapat pendidikan formal terlalu tinggi.
Hal ini karena dirinya diharuskan untuk mengambil kursus privat bahasa Belanda. (1)
Baca: Njoto
Karier
Marco Kartodikromo mengawali kariernya dengan bekerja di perusahaan kereta api Hindia Belanda.
Selama bekerja di perusahaan itu, Marco dan para pekerja pribumi lainnya selalu diperlakukan tidak adil.
Kesenjangan upah yang tajam antara pekerja pribumi dan pegawai Belanda menumbuhkan jiwa perlawanan Marco muda.
Akhirnya, pada 1911 Marco memutuskan keluar dari maskapai kereta api tersebut.
Setelah itu ia pun terjun ke dunia jurnalis dengan bergabung di surat kabar "Medan Prijaji," yang dipimpin oleh Tirto Adhi Soerjo.
Baca: Musso
Medan Prijaji sendiri adalah surat kabar milik pribumi, sehingga sering mengkritik pemerintahan Hindia Belanda.
Hingga akhirnya pada 1912 surat kabar tersebut pun ditutup oleh kolonial Belanda.
Setelah itu Marco pun bergabung dengan organisasi wartawan pribumi Hindia-Belanda, Indlansche Journalisten Bond.
Organisasi tersebut kemudian menerbitkan majalah yang diberi nama "Majalah Doenia Bergerak".
Dalam aktivitas pergerakan ini, Marco mengambil peran sebagai pemimpin Majalah Doenia Bergerak. (2)
Baca: Nasakom
Sepak Terjang
Pria asal Cepu, Blora ini selain jurnalis juga seorang aktivis yang bergabung dalam Sarekat Islam.
Ketika menjadi jurnalis dan penulis dirinya sering mengkritik pemerintahan Hindia Belanda melalui tulisan-tulisannya.
Akibatnya, beberapa buku yang ia tulis dilarang terbit oleh pemerintahan Hindia Belanda.
Selain itu, ketika masih di Majalah Doenia Bergerak Marco Kartodikromo juga menyerang penasihat Belanda RA Rinkes melalui tulisan.
Akibatnya ia pun dihukum selama sembilan bulan di penjara.
Baca: Mayor Jenderal Achamadi
Namun, karena adanya aksi yang dilakukan oleh masyarakat akhirnya Marco dibebaskan setelah 100 hari mendekam di penjara.
Tidak lama kemudian, tepatnya pada 21 Februari 1918 ia pindah ke Semarang dan menjadi Sarekat Islam bersama temannya, Semaun.
Di Semarang ia bergabung dengan Sinar Djawa.
Surat kabar tersebut adalah surat kabar milik Sarekat Islam Semarang. (1)
Baca: Ahmad Yani
Partai Komunis Indonesia
Setelah bergabung di Sarekat Islam ia juga ikut ke dalam Partai Komunis Indonesia (PKI).
Pada 1926 Marco Kartodikromo terlibat dalam pemberontakan yang dilakukan oleh PKI.
Namun, pemberontakan yang ia pimpin itu gagal hingga akhirnya ia ditangkap dan dijebloskan ke penjara.
Marco Kartodikromo di penjara di kamp Boven-Digoel Papua.
Akhirnya ia pun meninggal pada 1932 di kamp tersebut lantaran terjangkit penyakit malaria. (1)