Informasi Awal
TRIBUNNEWSWIKI.COM - Imam Ahmad bin Hanbal merupakan ulama ahli fikih dan hadis pendiri mazhab Imam Hambali.
Nama lengkapnya adalah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin Asad bin Idris bin Abdullah bin Hasan al-Syaibani.
Ia lahir di Baghdad pada bulan Rabiul Awal 164 Hijriah atau bertepatan dengan 780 Masehi.
Ketika kecil Imam Ahmad bin Hambal hanya hidup dengan ibunya yang bernama Syarifah Maimunah binti abd al-Malik al-Syaibani.
Hal ini lantaran ayahnya, Muhammad al-Syaibani telah meninggal dunia sejak Imam Ahmad bin Hambal di dalam kandungan sang ibu. (1)
Baca: Imam Abu Hanifah
Masa Remaja
Sejak kecil Imam Ahmad bin Handal sudah mulai mempelajari ilmu agama.
Dirinya dikenal sebagai murid yang rajin.
Ketika usianya baru mencapai 15 tahun, ia telah hafal Alquran 30 juz.
Di usia 15 itu pula ia sudah mulai tertarik untuk belajar hadis.
Demi memperdalam ilmu hadis dirinya pun pergi merantau ke berbagai negeri seperti Kufah, Baghdad, Yaman dan negeri yang lainnya.
Di sana ia bertemu dengan banyak guru seperti Ismail bin Ja’fa, Abbad bin Abbad Al-Ataky, Umari bin Abdillah bin Khalid, Husyaim bin Basyir bin Qasim bin Dinar As-Sulami, Imam Syafi'i. Waki’ bin Jarrah, Ismail bin Ulayyah dan Sufyan bin ‘Uyainah. (2)
Baca: Imam Syafii
Menjadi Ulama
Imam Ahmad bin Hanbal tumbuh menjadi ulama dengan kedalaman ilmunya dan keluhuran budi pekertinya.
Dalam bidang hadis dirinya telah menghafal satu juta hadis.
Bahkan ia juga hafal isi 11 kitab karyanya yang ia tulis itu.
Hafalannya yang kuat itu juga diakui oleh ulama-ulama yang lain seperti Abu Zur'ah.
Hal itu terjadi ketika Abu Zur'ah ditanya oleh seseorang terkait hafalan dirinya dengan Imam Ahmad bin Hanbal.
Abu Zur'ah pun mengungkapkan bahwa hafalan Imam Ahmad bin Handal ini lebih kuat karena dirinya tidak mendapati nama-nama perawi di kitab milik Imam Ahmad bin Hanbal karena nama-nama perawi itu telah dihafalnya.
Meski dirinya adalah ulama yang terkenal dengan kedalaman ilmu dan akhlaknya, namun ia tetap rendah hati dan juga memiliki sifat "wara" yang artinya menjaga kesucian.
Suatu ketika ada seorang yang mendatanginya untuk memberinya uang 10 dirham namun ditolak.
Kemudian ada lagi yang membawa 500 dinar dan 3.000 dinar untuknya, namun juga ditolak.
Selain itu, terdapat pula pujian dari ulama yang tak lain adalah gurunya sendiri, Imam Syafii yang mengatakan bahwa setelah kepergiannya dari Baghdad tidak ada orang yang lebih saleh, berilmu dan terpuji melebihi Imam Ahmad bin Hanbal. (1)
Baca: Imam An Nasai
Masuk Penjara
Di masa Dinasti Abbasiyah tepatnya di masa pemerintahan Al Ma'mun, kala itu aliran Muktazilah tumbuh begitu kuat, bahkan aliran itu dijadikan sebagai aliran resmi negara.
Salah satu ajaran dari aliran ini ialah menyatakan bahwa Alquran adalah makhluk.
Kemudian para ulama pun dipaksa oleh kerajaan untuk mengakui hal itu.
Jika tidak mengakui maka akan disiksa ataupun mendapat hukuman kejam lainnya.
Oleh sebab itu, tak sedikit para ulama yang terpaksa mengakuinya untuk menghindari siksaan dari kerajaan.
Akan tetapi lain halnya dengan Imam Ahmad bin Hanbal yang tetap pada pendiriannya dan tidak mengakui hal itu.
Oleh karena itu Imam Ahmad bin Hanbal pun di masukkan ke dalam penjara dan disiksa.
Ia baru di keluarkan dari penjara di masa khalifah Al Mutawakkil yang mana pada saat itu aliran Muktazilah telah dihapus sebagai aliran resmi kerajaan. (1)
Baca: Imam Ath-Thahawi
Metode Penetapan Hukum
Metode Imam Ahmad bin Hanbal dalam menentukan hukum ini memerhatikan 4 aspek sebagai berikut:
Apabila ketika mendapati suatu masalah dan sudah menemukan solusinya di dalam Alquran maupun hadis maka penyelesaian masalah itu menggunakan Alquran dan hadis untuk menetapkan hukum Islamnya.
Jika suatu persoalan tidak ditemukan hukumnya di dalam Alquran dan hadis, maka Imam Ahmad bin Hanbal akan menggunakan fatwa para sahabat Nabi Muhammad yang tidak ada perbedaan pendapat di antara mereka.
Namun bila terdapat suatu perbedaan pendapat maka ia akan mengambil fatwa-fatwa yang lebih dekat dengan nash, Alquran dan hadis.
Apabila dari keduanya itu tidak juga ditemukan sebuah hukum, maka Imam Ahmad bin Hanbal akan menggunakan dasar Hadis al-mursal al-hadis al-daif.
Karena menurutnya hadis ini dibagi menjadi dua yakni sahih dan daif.
Hal ini berbeda dengan para ulama lain yang membagi hadis menjadi tiga yakni sahih, hasan dan daif.
Qiyas ini adalah jika suatu persoalan tidak ditemukan nash hukumnya maka penetapan hukum itu akan disesuaikan dengan persoalan yang sejenis. (2)
Baca: Imam Muslim
Karya Tulis
- Kitab al-Musnad
- Kitab Tafsir Alquran
- Kitab al-Nasikh wa al-Mansukh
- Kitab al-Muqaddam wa al-Muakhkhar fi Alquran
- Kitab Jawabu Alquran
- Kitab at-Tarikh
- Kitab Manasiku al-Kabir
- Kitab Manasiku al-Shaghir
- Kitab Thaatu al Rasul
- Kitab al-Illah
- Kitab al-Shalah (1)