Kitab Sutasoma

Editor: Natalia Bulan Retno Palupi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kitab Sutasoma merupakan peninggalan sejarah yang menjadi sumber inspirasi dirumuskannya semboyan nasional Indonesia, yaitu Bhinneka Tunggal Ika.


Daftar Isi


  • Informasi Awal


TRIBUNNEWSWIKI.COM - Kitab Sutasoma atau kakawin Sutasoma merupakan peninggalan sejarah berupa sebuah kitab dalam bahasa Jawa Kuno, yang menjadi sumber inspirasi dirumuskannya semboyan nasional Indonesia, yaitu Bhinneka Tunggal Ika.

Kakawin ini berisi tentang sebuah cerita epis dengan pangeran Sutasoma sebagai protagonisnya yang digubah oleh Mpu Tantular pada abad ke-14.

Pesan yang disampaikan dari kitab ini yakni mengajarkan toleransi antar umat beragama, utamanya antar agama Hindu-Siwa dan Buddha. 

Kitab ini ditulis saat masa keemasan Kerajaan Majapahit, di bawah kekuasaan Prabu Hayam Wuruk, yang diperkirakan digubah antara tahun 1365 dan 1389, lantaran usianya lebih muda dari Kitab Negarakertagama yang selesai ditulis pada 1365.

Kitab Sutasoma ini memilki ukuran 40,5 x 3,5 cm dengan naskahnya yang terbuat dari bahan daun lontar.

Sementara naskahnya berisi 1.210 bait dalam 148 pupuh yang ditulis menggunakan aksara Bali dalam bahasa Jawa Kuno. (1) (2)

Ilustrasi sosok Prabu Hayam Wuruk, Raja Majapahit ke-4 (SURYA/REPRO/DANENDRA KUSUMA)

Baca: Kitab Negarakertagama

Baca: Hayam Wuruk

 

  • Ringkasa Isi


Kitab Sutasoma mengisahkan tentang upaya Sutasoma sebagai titisan Sang Hyang Buddha untuk menegakkan dharma.

Pangeran Sutasoma merupakan putra dari Prabu Mahaketu dari Kerajaan Astina yang lebih memilih memperdalam ajaran Buddha Mahayana ketimbang harus menjadi raja menggantikan ayahnya.

Pada suatu malam, Sutasoma pergi ke hutan untuk melakukan semedi di sebuah candi dan mendapat anugerah, kemudian ia segera pergi ke pegunungan Himalaya bersama beberapa pendeta.

Setibanya di sebuah pertapaan, Sutasoma mendengarkan riwayat cerita tentang raja, reinkarnasi seorang raksasa, bernama Prabu Purusada yang kerap memakan daging manusia.

Para pendeta dan Batari Pretiwi lalu membujuk Sutasoma agar membunuh Prabu Purusada, namun, sang pangeran enggan dan ingin melanjutkan perjalanan.

Di perjalanan, Sutasoma bertemu dengan raksasa berkepala gajah pemakan manusia dan ular naga.

Si raksasa dan ular naga yang awalnya ingin memangsa Sutasoma berhasil ditaklukkan, sehingga keduanya bersedia menjadi muridnya usai mendengar khotbah dari Sutasoma mengenai agama Buddha.

Sutasoma juga bertemu dengan harimau betina yang akan memakan anaknya sendiri.

Sutasoma sempat mati lantaran bersedia menjadi mangsa harimau itu, kemudian datanglah Batara Indra yang menghidupkan kembali Sutasoma.

Di sisi lain, sepupu Sutasoma bernama Prabu Dasabahu, tengah berperang dengan anak buah Prabu Kalmasapada (Purusada).

Anak buah Prabu Purusada kalah dan kemudian meminta perlindungan dari Sutasoma.

Prabu Dasabahu yang terus mengejar akhirnya mengetahui bahwa Sutasoma merupakan sepupunya, lalu diajaklah Sutasoma ke negerinya dan dijadikan ipar.

Sekembalinya ke Astina, pangeran Sutasoma dinobatkan sebagai raja dengan gelar Prabu Sutasoma.

Kisah dilanjutkan dengan cerita Prabu Purusada dalam membayar kaul kepada Batara Kala agar dapat sembuh dari penyakitnya.

Purusada telah berhasil mengumpulkan 100 raja, namun Batara Kala tidak mau memakan mereka.

Mengetahui hal itu, Prabu Sutasoma kemudian menawarkan diri untuk bersedia menjadi santapan Batara Kala sebagai ganti atas 100 raja sitaan Purusada.

Mendengar tindakan raja Astina tersebut, Purusada menjadi tersadar atas perbuatannya dan berjanji tidak akan memakan daging manusia lagi. (2)

Gambar sampul buku keluaran Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia provinsi Bali. (Wikipedia)

  • Bhinneka Tunggal Ika


Bait dari isi Kitab Sutasoma kemudian dikutip oleh pendiri bangsa Indonesia dalam merumuskan semboyan negara, yaitu Bhinneka Tunggal Ika.

Berikut bunyi dari kutipan frasa tersebut terdapat dalam Kakawin Sutasoma pada pupuh 139 bait 5.

Rwaneka dhatu winuwus Buddha Wiswa

Bhinnêki rakwa ring apan kena parwanosen

Mangka ng Jinatwa kalawan Siwatatwa tunggal

Bhinnêka tunggal ika tan hana dharma mangrwa

Pada bait tersebut dijelaskan bahwa walaupun Buddha dan Siwa berbeda namun tetap bisa dikenali karena kebenaran Buddha dan Siwa adalah tunggal.

Berbeda tetapi tunggal, sebab tak ada kebenaran yang mendua.

Apabila diterjemahkan setiap kata, bhinneka berarti beraneka ragam, tunggal artinya satu dan ika berarti itu.

Sehingga Bhinneka Tunggal Ika memiliki arti berbeda-beda tetapi tetap satu. (2)

Baca: Bendera Indonesia

Baca: Lambang Garuda Pancasila

  • Penurunan Kitab Sutasoma


 Sampai saat ini, Kitab Sutasoma diturunkan dalam bentuk naskah tulisan tangan, baik dalam bentuk lontar maupun kertas.

Hampir seluruh naskah kakawin ini berasal dari pulau Bali, kecuali satu naskah yang berasal dari pulau Jawa yang memuat sebuah fragmen awal kakawin ini dan berasal dari apa yang disebut "Koleksi Merapi-Merbabu".

Koleksi Merapi-Merbabu ini merupakan kumpulan naskah-naskah kuno yang berasal dari daerah sekitar pegunungan Merapi dan Merbabu di Jawa Tengah.

Adanya bukti ini bisa dipastikan bahwa teks tersebut memang benar-benar berasal dari pulau Jawa dan bukan berasal dari pulau Bali. (1)

  • Penerbitan


Kitab Sutasoma telah diterjemahkan dalam bahasa Inggris oleh Soewito Santoso, dimana suntingan teks tersebut telah diterbitkan pada tahun 1975.

Di Bali juga banyak terbitan suntingan teksnya, salah satu yang terbaru ialah suntingan dalam aksara dan bahasa Bali yang diterbitkan oleh Dinas Pendidikan provinsi Bali pada tahun 1993.

Sekitar tahun 1959 - 1961, sempat diupayakan untuk menerbitkan sebuah naskah dengan terjemahan dalam bahasa Indonesia oleh I Gusti Bagus Sugriwa.

Pada tahun 2009, terbit terjemahan baru dalam bahasa Indonesia beserta teks aslinya dalam bahasa Jawa Kuno, yang ditulis oleh Dwi Woro R. Mastuti dan Hastho Bramantyo. (1)

Baca: Kerajaan Samudera Pasai

Baca: Kerajaan Tarumanegara

(TribunnewsWiki.com/Septiarani)



Nama Kakawin Sutasoma/ Kitab Sutasoma


Gubahan Mpu Tantular


Digubah Abad ke-14


Ukuran 51 cm x 3,5 cm


Halaman 155


Sumber :


1. id.wikipedia.org
2. www.kompas.com/stori/read/2021/05/06/150410179/kitab-sutasoma-pengarang-isi-dan-bhinneka-tunggal-ika?page=all#page2


Editor: Natalia Bulan Retno Palupi

Berita Populer