Informasi Awal
TRIBUNNEWSWIKI.COM - Tari Ebeg atau yang dikenal juga dengan Tari Kuda Lumping merupakan bentuk kesenian tari daerah Banyumas yang menggunakan boneka kuda yang terbuat dari anyaman bambu dan kepalanya diberi ijuk sebagai rambut.
Masyarakat di Jawa Tengah dan Yogyakarta biasa menyebutnya tarian ini dengan sebutan Jathilan atau Jarang Kepang.
Tarian Ebeg di daerah Banyumas menggambarkan prajurit perang yang sedang menunggang kuda.
Kuda yang ditunggangi terbuat dari bahan baku bambu atau bahan lainnya yang dipotong dan diayam membentuk seperti kuda.
Kuda tersebut lalu dipercantik menggunakan rambut buatan di kuda tersebut dengan tali yang dikepang lalu diberi warna untuk menambahkan kesan yang indah dengan cat serta kain yang beraneka warna.
Baca: Tari Gambir Anom
Tarian ini umumnya bukan sekedar mementaskan adegan tentara berkuda, namun dari beberapa penampilannya mempersembahkan atraksi kesurupan, kesaktian, serta kemampuan gaib.
Misalnya saja, pertunjukan memakan beling dan kekuatan badan terhadap siksaan pecut.
Gerak tari ini menggambarkan kegagahan pemain Ebeg.
Apabila diamati tempo Tari Kuda Lumping ini sepertinya gambaran semangat kepahlawanan dan segi kemiliteran pada masa dahulu yakni pasukan kavaleri (khusus) berkuda. (1)
Baca: Tari Adat Ujungan
Sejarah
Ada yang mengatakan tarian ini ialah bentuk dorongan kaum jelata kepada prajurit berkuda Pangeran Diponegoro dalam menghadapi kolonialis Belanda.
Versi lain ada yang menjelaskan bahwa tari ini adalah gambaran kisah perlawanan Raden Patah yang dibantu dengan Sunan Kalijaga.
Pendapat lainnya menceritakan perihal pelatihan perang Prajurit Mataram yang dikoordinasikan oleh Sultan Hamengku Buwono I, untuk menghadang barisan Belanda.
Diperkirakan, kesenian Ebeg ini sudah ada sejak abad 9, tepatnya ketika manusia mulai menganut aliran kepercayaan animisme dan dinamisme.
Salah satu bukti yang menguatkan Ebeg dalam jajaran kesenian tua adalah adanya bentuk-bentuk kesurupan atau wuru.
Bentuk-bentuk seperti ini merupakan ciri dari kesenian yang terlahir pada zaman animisme dan dinamisme. (2)
Baca: Tari Loro Blonyo
Musik Pengiring
Di Banyumas, biasanya Ebeg ditampilkan dengan iringan musik calung banyumasan atau gamelan Banyumasan.
Nayaga atau pengiring sudah menyatu dengan para penarinya.
Awalnya pertunjukan Ebeg diiringi dengan alat musik yang disebut Bendhe.
Alat musik ini memiliki ciri fisik seperti gong akan tetapi berukuran lebih kecil terbuat dari logam.
Kemudian peralatan musik lain adalah Gendhing Banyumasan pengiring seperti kendang, saron, kenong, gong dan terompet. (3)
Baca: Tari Topeng Endel
Busana
Pada saat menari, para penari memakai busana dan tata rias yang wajar, namun ada juga kelompok penari yang busananya tidak wajar terutama untuk tutup kepala, yakni menggunakan mahkota wayang.
Busana yang wajar biasanya hanya memakai sebuah blangkon dan kacamata hitam.
Pakaiannya menggunakan baju/kaos, rompi, celana panji (celana sebatas lutut), stagen,dan timang.
Penari yang memakai topeng hitam bernama Bejer (Tembem atau Doyok) dan yang memakai topeng putih disebut Panthul atau Bancak.
Bejer dan Penthul sendiri memiliki fungsi sebagai pelawak, penari dan penyanyi untuk menghibur pasukan berkuda saat beristirahat.
Pergelaran Kuda Lumping bisa dilaksanakan di malam atau siang hari. (4)