Informasi Awal
TRIBUNNEWSWIKI.COM- Tari Buyung merupakan tarian tradisional yang berasal dari wilayah Kuningan, Jawa Barat.
Tarian ini dimainkan saat diadakan ritual seren tahunan.
Istilah Buyung ini bermakna jenis tanah liat yang dipakai oleh kaum perempuan zaman dulu untuk menggambil air.
Tarian ini dilakukan dengan menopang kendi tanah liat, yang pada zaman dahulu disebut dengan 'buyung'.
Penari Tari Buyung terdiri dari penari wanita sebanyak 12 orang dan setiap penari mengenakan baju kebaya, lengkap dengan selendang. (1)
Baca: Tarian Jawa
Sejarah
Tarian ini sudah ada sejak dahulu dan dipercaya sebagai salah satu warisan budaya masyarakat Kuningan Provinsi Jawa Barat.
Tari Buyung ditampilkan pada perayaan upacara adat Seren Taun.
Upacara tersebut dilakukan untuk mengucap syukur pada Sang Pencipta yang telah memberikan kelimpahan saat panen padi.
Sejak 1969, Tari Buyung diciptakan dari hasil kreasi Emilia Djatikusumah, yakni istri dari sesepuh adat yang bernama Pangeran Djatikusumah.
Tarian ini diciptakan karena melihat kebiasaan para wanita yang mengambil air dengan buyung. (2)
Baca: Tari Topeng Malangan
Makna
Tari Buyung memiliki makna untuk mengajak manusia agar lebih mencintai alam semesta. Salah satunya atas pemberian air yang melimpah.
Buyung merupakan alat yang terbuat dari logam atau tanah liat, dan telah digunakan oleh wanita zaman dahulu untuk mengambil air. Air tersebut berasal dari danau, mata air, sungai, serta sumber air lainnya. Konon, gerak lembut dan nuansa pada saat bulan purnama menjadi dasar terciptanya tarian ini.
Tari Buyung seolah mengisahkan para gadis desa yang mandi bersama, kemudian mengambil air dari pancuran Ciereng menggunakan buyung. (2)
Baca: Tari Topeng Ireng
Gerakan
Pada setiap gerakan tari Buyung masing-masing mengandung makna tersirat tersendiri. Beberapa gerakan pada tarian ini di antaranya adalah:
1. Gerakan penari saat bersimpuh di bawah.
Gerakan ini menggambarkan bagaimana masyarakat memohon kepada Sang Pencipta alam semesta agar diberikan perlindungan.
2. Gerakan penari saat buyung diangkat dari kepala untuk mengambil air.
Gerakan ini bermakna bahwa air adalah sumber kehidupan. Di manapun manusia tinggal, maka di sana manusia pasti akan membutuhkan air.
3. Gerakan saat naik ke atas kendi sambil membawa buyung di kepala.
“Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung”, merupakan istilah yang menggambarkan gerakan ini. Membawa buyung di atas kepala memerlukan keseimbangan. Gerakan ini bermakna bahwa dalam setiap kehidupan diperlukan keseimbangan antara perasaan dan juga pikiran.
4. Gerakan saat penari bergandengan sejajar.
Gerakan ini dilakukan dengan bergandengan tangan diikuti langkah yang seirama. Makna dari gerakan ini adalah setiap masyarakat harus saling bertoleransi, tidak membeda-bedakan agama, suku, maupun ras. (2)
Baca: Tari Rancak Denok