Tanggapan Pesepeda tentang Wacana Pembongkaran Jalur Sepeda Sudirman-Thamrin

Penulis: Restu Wahyuning Asih
Editor: Archieva Prisyta
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Warga bersepeda melintasi jalur sepeda yang telah dibuat oleh Pemprov DKI Jakarta di Jalan Sudirman, Jakarta Selatan, Minggu (14/6/2020). Pemerintah Provinsi DKI Jakarta hingga sekarang masih meniadakan hari bebas kendaraan bermotor (HBKB) atau car free day (CFD) saat akhir pekan di Jakarta. Namun, Pemprov DKI menyiapkan satu jalur di sepanjang Jalan Sudirman-MH Thamrin di Jakarta Pusat untuk sepeda.

TRIBUNNEWSWIKI.COM - Wacana pembongkaran jalur sepeda yang ada di ruas Jalan Sudirman-Thamrin, Jakarta, membuat banyak warga geram.

Para pesepeda yang selalu menggunakan jalur tersebut pun melayangkan kritikan keras.

Mereka mengaku pembongkaran jalur sepeda itu tak seharusnya dilakukan.

Salah satu pesepeda, Victor, mengatakan, pembongkaran jalur sepeda permanen jelas membuang anggaran.

Pasalnya, biaya pembuatan jalur sepeda itu tidak sedikit.

"Buang anggaran. Itu jadi pemborosan anggaran. Ini ide dengan dibuat jalur sepeda permanen sudah bagus sekali," ujar Victor saat ditemui di depan Mal Casblanca, Jakarta, Sabtu (19/6/2021).

Victor mengaku telah beberapa kali gowes dengan memanfaatkan fasilitas jalur sepeda permanen di sepanjang ruas Sudirman-Thamrin.

Menurut dia, pemerintah sudah memfasilitasi pesepeda agar lebih tertib saat gowes hingga tidak mengganggu pengendara lain.

"Saya kira saat ini sudah baik sekalis ada jalur sepeda permanen. Tidak perlu dibongkar. Para pesepeda pada tertib kok," ucap Victor.

Petugas dari Dinas Perhubungan menjaga jalur sepeda permanen Sudirman, Selasa (6/4/2021). (KOMPAS.com/Ihsanuddin)

Victor menilai keberadaan jalur sepeda permanen justru memudahkan kerja para petugas, baik Kepolisian maupun Dinas Perhubungan dalam melakukan pengawasan terhadap para pesepeda.

"Ini lebih aman, dibandingkan dibuka atau tidak ada jalur khusus. Jadi tidak ada gangguan kendaraan terhadap para pesepeda," kata Victor.

Pesepeda lainnya, Budi juga mengaku tidak setuju jika jalur sepeda tersebut dibongkar.

Selain karena membuang uang rakyat, tidak adanya jalur sepeda permanen juga dikhawatirkan mengganggu mobil dan motor yang melintas bersamaan.

"Kalau tidak ada jalur itu, kita jalan di pinggir (sisi kiri jalan), kemudian motor juga sama khawatir jadi semerawut dan tidak tertib," ucap Budi.

Menurut Budi, persoalan saat ini yang belum selesai hanya soal dispensasi bagi pesepeda road bike boleh melintas di jalur kendaraan bermotor sejak pukul 05.00 hingga 06.30 WIB.

"Mungkin kalau mereka ikut menggunakan jalur sepeda permanen tidak ramai seperti yang diberitakan. Kalau ada dispensasi itu kan mereka seperti diistimewakan. Padahal kita sama tujuannya, olahraga," kata Budi.

Baca: DPR Minta Kapolri Kaji Ulang dan Bongkar Jalur Sepeda Permanen di Sudirman-Thamrin Jakarta

Baca: Jakarta Buka Jalur Sepeda Pop Up Bike Line, Motor Nekat Terobos Bakal Kena Denda Rp 500 Ribu

Sementara itu, Audi pesepeda lainnya juga tidak setuju.

Seharusnya kepolisian dapat duduk bersama dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

"Kenapa sampai ada muncul isu mau dibongkar, itu dicari masalahnya. Dibicarakan sama-sama kemudian dicari solusinya. Saya pikir ini ada ini sudah baik, jangan dibongkar," kata Audi.

Wacana berasal dari DPR

Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi III DPR mengatakan adanya wacana pembongkaran jalur sepeda yang ada di Sudirman-Thamrin.

Perkataan Ahmad Sahroni itu kemudian didukung oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit.

Listyo sebelumnya menyatakan setuju apabila jalur tersebut dibongkar sambil mencari solusi terbaik untuk mengatasi persoalan yang timbul akibat adanya jalur khusus itu.

"Prinsipnya, terkait dengan jalur sepeda, kami akan terus mencari formula yang pas, kami setuju untuk masalah (jalur) yang permanen itu nanti dibongkar saja," kata Listyo dalam rapat dengan Komisi III DPR, Rabu (16/6/2021) kemarin.

Ketua Umum PB Ikatan Sport Sepeda Indonesia (ISSI) ini menuturkan, untuk mencari solusi tersebut, Polri akan melakukan studi banding ke beberapa negara terdekat.

Ia menyebut ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan antara lain pengaturan rute sepeda baik sepeda yang digunakan untuk bekerja atau berolahraga.

Kemudian, jam pemberlakuan jalur sepeda, pengaturan luas wilayah jalur sepeda, serta daerah-daerah mana saja yang menerapkan jalur sepeda.

"Ini akan kami koordinasikan dengan Kementerian Perhubungan, dengan Pemerintah Daerah DKI. Para kapolda di seluruh wilayah juga melakukan yang sama," kata Listyo.

Pedagang kopi keliling, Jaelani (41) melintasi jalur sepeda permanen di Jalan Sudirman, Jakarta, Kamis (17/6/2021).

Harapannya, keberadaan jalur sepeda nantinya tidak akan mengganggu kendaraan-kendaraan lain dan pengguna jalan lainnya.

"Sehingga kemudian jalur sepeda bagi masyarakat tetap ada, jamnya dibatasi, sehingga tidak mengganggu para pengguna atau moda-moda yang lain yang memanfaatkan jalur tersebut," kata dia.

Pernyataan Listyo tersebut merupakan respons atas usulan Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Sahroni yang meminta agar jalur sepeda permanen dibongkar.

Sahroni berpendapat, jalur itu mesti dibongkar supaya dapat dilalui oleh semua pengguna jalan.

Sedangkan risiko yang dapat terjadi saat berkendara diserahkan ke masing-masing pengguna jalan.

"Mohon kiranya Pak Kapolri dengan jajarannya, terutama ada Korlantas di sini, untuk menyikapi jalur permanen dikaji ulang, bila perlu dibongkar dan semua pelaku jalan bisa menggunakan jalan tersebut. Bilamana ada risiko ditanggung masing-masing di jalan yang ada di Sudirman-Thamrin," kata Sahroni.

Politikus Partai Nasdem itu beralasan, adanya jalur sepeda permanen dapat menciptakan diskriminasi antara pengguna sepeda road bike, sepeda lipat, maupun pengguna jalan lainnya.

"Jangan sampai ada isu tentang diskriminasi, baik sepeda road bike dan sepeda seli, sampai terjadi kemarin ada memecah belah perkataan yang tidak pantas disampaikan oleh salah satu komunitas," ujar Pembina komunitas ASC Cycling itu, dikutip dari Kompas.com.

Sahroni khawatir, apabila jalur sepeda permanen dipertahankan, komunitas hobi lainnya juga akan meminta dibuatkan jalur khusus kepada pemerintah.

"Jangan sampai jalur permanen nanti semua pelaku hobi motor minta juga kepada pemerintah jalur motor khusus kayak Harley dan Superbike," ujar dia.

UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sudah mengatur dalam Pasal 62 bahwa pemerintah harus memberikan kemudahan berlalu lintas bagi pesepeda.

Pesepeda berhak atas fasilitas pendukung keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran dalam berlalu lintas.

Baca: Sepeda Lipat Brompton (Brompton Bicycle)

Baca: Kereta Rel Listrik (KRL) Yogyakarta-Solo

Sementara dalam Pasal 122 UU LLAJ sudah mengatur bahwa pengendara kendaraan tidak bermotor dilarang menggunakan jalur kendaraan lain atau di luar jalur khusus yang sudah disiapkan.

Dengan demikian, pesepeda dilarang melaju di jalur kendaraan bermotor di Jalan Sudirman-Thamrin.

Mengacu UU LLAJ, jika pesepeda gowes di jalur kendaraan bermotor, maka dikenakan sanksi berdasarkan Pasal 229.

Sanksi tersebut berupa kurungan penjara 14 hari atau denda paling banyak Rp 100.000.

Jika jalur sepeda Sudirman-Thamrin dibongkar, maka aturan tersebut tidak berlaku.

Pesepeda dapat bebas menggunakan jalur kendaraan bermotor.

(Tribunnewswiki.com/Restu)



Penulis: Restu Wahyuning Asih
Editor: Archieva Prisyta
BERITA TERKAIT

Berita Populer