Persoalan ini menjadi polemik karena tes TWK yang diselenggarakan oleh KPK diduga memiliki kejanggalan.
Oleh karena kejanggalan tersebut, 75 pegawai KPK diberhentikan sehingga mereka tak bisa menjadi ASN di lingkungan KPK.
Diwartakan Kompas TV, Komite Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) telah melakukan pemanggilan kepada Ketua KPK Firli Bahuri.
Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara mengatakan pihaknya belum menyimpulkan TWK tersebut memiliki pelanggaran.
Dugaan tersebut adalah adanya stigmasi oleh sang Pimpinan KPK dan penelusuran rekam jejak pegawai sebelum tes.
Baca: Ketua KPK Firli Bahuri Absen di Debat Terbuka soal TWK, Jubir: Harap Ciptakan Situasi yang Kondusif
Baca: Tanggapi Kasus 75 Pegawai KPK Tak Lolos TWK, Firli Bahuri: Gak Ada Upaya Menyingkirkan
Pemanggilan ini merupakan respons Komnas HAM terhadap aduan para pegawai KPK terkait TWK.
Beka mengatakan pemanggilan bertujuan untuk melakukan klarifikasi terhadap pihak terkait, termasuk Firli Bahuri, Badan Kepegawaian Negara (BKN), dan Tim Psikologi TNI AD
"Pemanggilan ini adalah tindak lanjut dari aduan para pegawai KPK," kata Beka menerangkan
Lebih lanjut, Beka menegaskan pemanggilan ini untuk melakukan klarifikasi, di antaranya mengenai proses keterlibatan BKN dalam TWK.
Selain itu, Komnas HAM juga ingin mengklarifikasi soal substansi pertanyaan yang diajukan dan landasan hukum TWK.
Dalam kesempatan yang sama, politikus PDI Perjuangan Kapitra Ampera memberikan komentarnya.
Sebelumnya, Kapitra sempat menyuarakan bahwa Firli Bahuri mengabaikan panggilan dari Komnas HAM.
Kapitra beralasan bahwa Komnas HAM sebaiknya tidak mengurusi soal TWK.
Komnas HAM harusnya mengurusi soal pelanggaran HAM berat seperti pembunuhan dan pembantaian di Papua dan daerah konflik lainnya.
"Saya melihat Komnas HAM sudah tidak lagi proporsional dan profesional. Karena ini bukan pelanggaran HAM," kata Kapitra.
"Nanti kalau ini terus dilakukan, Komnas HAM terus menari-nari dengan panggung permainan kata-kata dalam perlindungan hak asasi manusia," lanjutnya.
Kapitra mengatakan bahwa kasus ini ditangani oleh Komnas HAM maka nanti mereka yang tak lulus tes bisa melapor.
"Orang nanti gak lulus pegawai negeri nanti juga akan melapor pada Komnas HAM dan itu dianggap dugaan pelanggaran HAM," kata Kapitra.
KPK penuhi panggilan Ombudsman RI
Meski belum penuhi panggilan Komnas HAM, pihak KPK bersedia melakukan klarifikasi kepada Ombudsman Republik Indonesia (RI).
Pemenuhan panggilan tersebut diwakili oleh Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron, Kamis (10/6/2021).
"Hari ini, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron bersama Sekjen KPK Cahya H. Harefa dan didampingi oleh Biro Hukum KPK akan memberikan klarifikasi terkait proses pengalihan pegawai KPK menjadi Pegawai ASN melalui asesmen TWK," kata Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri.
Ali menyebut kehadiran Nurul Ghufron ini sebagai respons atas undangan yang dikirimkan oleh Ombudsman RI pada tanggal 4 Juni 2021.
"Tentu kehadiran KPK hari ini sekaligus menguatkan komitmen kami menghargai tugas pokok dan fungsi ORI dalam mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik yang diselenggarakan oleh Penyelenggara Negara dalam Pemerintahan Pusat dan Daerah," kata Ali.
Sebelumnya, perwakilan dari 75 pegawai KPK yang tak lulus TWK melaporkan pimpinan lembaga antirasuah kepada Ombudsman RI terkait dugaan maladministrasi TWK pada Rabu (19/5/2021).
Ketua Ombudsman RI Mokhamad Najih mengungkapkan pihaknya akan melakukan pendalaman materi laporan tersebut sesuai dengan prosedur dan kewenangan yang ada.
"Jadi kami tentu akan mendalami sesuai prosedur dan kewenangan yang dimiliki Ombudsman," kata Najih di Jakarta, Rabu (19/5/2021).
Najih mengatakan akan melakukan sejumlah langkah yang berfokus pada pencarian solusi, agar proses tersebut dapat diselesaikan dengan baik.
Sementara itu, Mantan Direktur Pembinaan Jaringan Kerja Antar-Komisi dan Instansi (PJKAKI) KPK, Sujanarko, mengatakan setidaknya ada enam poin dugaan maladministrasi.
Satu di antara poin yang dimaksud adalah pimpinan KPK telah menyelenggarakan sendiri TWK tanpa ketentuan hukum yang berlaku.
Padahal, hal itu tidak diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) dan UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK).
Baca: Azis Syamsuddin Diperiksa 8 Jam Terkait Kasus Suap Penyidik KPK Stepanus Robin Pattuju
Baca: Giri Suprapdiono Sebut Ketua KPK Firli Bahuri Juga Potensi Tak Lolos TWK: Kami Pernah Tes Bersama