Informasi Awal
TRIBUNNEWSWIKI.COM - Istana Basa yang lebih terkenal dengan nama Istana Pagaruyung, adalah sebuah istana yang terletak di kecamatan Tanjung Emas, kota Batusangkar, kabupaten Tanah Datar, Sumatra Barat.
Istana Basa ini berjarak lebih kurang 5 kilometer dari pusat kota Batusangkar.
Istana ini merupakan objek wisata budaya yang terkenal di Sumatra Barat.
Istana Basa yang berdiri sekarang sebenarnya adalah replika dari yang asli.
Istana Basa yang asli terletak di atas bukit Batu Patah dan dibakar habis pada tahun 1804 oleh kaum paderi yang kala itu memerangi para bangsawan dan kaum adat.
Istana tersebut kemudian didirikan kembali namun kembali terbakar tahun 1966.
Proses pembangunan kembali Istana Basa dilakukan dengan peletakan tunggak tuo (tiang utama) pada 27 Desember 1976 oleh Gubernur Sumatra Barat waktu itu, Harun Zain.
Bangunan baru ini tidak didirikan di tapak istana lama, tetapi di lokasi baru di sebelah selatannya.
Pada akhir 1970-an, istana ini telah bisa dikunjungi oleh umum. (1)
Bentuk Bangunan
Istana Si Linduang Bulan mempunyai 200 motif ukiran di sekeliling bangunan istana.
Sedangkan ukiran yang terdapat di dinding Istana Basa sebanyak 58 motif.
Hampir semua motif ukiran Minangkabau terdapat di Istana Si Linduang Bulan.
Ukiran itu mendominasi bentuk luar bangunan yang kaya dengan simbol-simbol, sebagai tanda bahwa Istana Si Linduang Bulan adalah rumah gadang raja atau rumah pemimpin rakyat (Pusat Adat).
Istana Si Linduang Bulan mempunyai 52 tiang untuk menopang bangunan, sedangkan Istana Basa sebanyak 72 tiang, karena istana basa terdiri dari tiga lantai.
Istana Si Linduang Bulan terdiri dari tujuh buah gonjong, sedangkan Istana Basa mempunyai 11 gonjong,
Istana Si Linduang Bulan mempunyai empat buah bilik. Istana basa mempunyai 9 bilik di lantai 2 (7 bilik di antaranya digunakan untuk putri yang sudah menikah) dan di lantai 3 digunakan untuk putri yang belum menikah.
Koleksi
Istana Paguruyung mempunyai tiga lantai, dengan memajang koleksi berbeda di setiap lantai.
Di lantai satu sisi paling kiri dinamakan “Anjuang Perak”.
Fungsinya sebagai tempat Bundo Kanduang (Ibu Suri) mengadakan rapat yang bersifat kewanitaan pada langgam (tingkat) pertama, lalu sebagai tempat beristirahat pada langgam kedua, dan sebagai tempat tidur Ibu Suri pada langgam terakhir atau ketiga.
Masih di lantai satu, khusus di tengah-tengah lantai satu ini yang diberi nama “Singgasana” yang indah dengan bermacam kain warna-warni menjuntai dari langit-langit.
Persisnya, letak singgasana ini sejajar dengan pintu masuk. Di sini terpajang foto Raja Pagaruyung terakhir yakni Sultan Alam Bagagarsyah.
Singgasana raja yang berada di tengah dan menghadap pintu masuk. Singgasananya indah dengan bermacam kain warna-warni menjuntai dari langit-langit.
Lantai satu sisi kanan ruang ini dinamakan “Anjuang Rajo Babandiang”. Berada di bagian kanan atau pangkal rumah (istana), dan punya tiga langgam (tingkat).
Fungsi anjuang ini adalah sebagai tempat sidang (langgam pertama), tempat beristirahat (langgam kedua), dan tempat tidur raja serta permaisuri pada langgam ketiga.
Di ruangan Anjuang Rajo Babandiang ini dijumpai dua boneka seukuran manusia yang dipakaikan busana adat Minangkabau berwarna hitam-hitam dengan pernak-pernik keemasan.
Di dada kiri boneka lelaki ada tulisan penjelasan bahwa inilah contoh pakaian adat untuk ‘Datuak’ atau ‘Penghulu’ yang tugasnya menjadi niniak mamak dalam nagari.
Terdapat juga sejumlah lemari kaca yang berisi replika benda-benda kerajaan peninggalan masa lampau.
Meski hampir semuanya adalah replika, tapi tidak meninggalkan kesan antik alias penuh riwayat juga hikayat. Misalnya, ada replika “Keris Geliga Tunggal Alam”.
Ini adalah benda pusaka Istana Pagaruyung yang selalu jadi bekal Tuanku Abang Raja Manti Putih Larat ke Rantau Kala-Kala Kuning Tanah Kucing Serawak pada akhir abad XVIII.
Ada kenong atau gong kecil berwarna keemasan yang dinamakan“Canang Pamanggia”, fungsinya untuk memanggil masyarakat guna bekerja gotong-royong.
Keris asli “Sampono Ganjo Erah” dan “Ponding Parisai Pusek” juga ada. Inilah pusaka Istana Pagaruyung Raja Adat Buo Pangian. Keris ini diyakini sudah ada sejak awal abad XVIII.
Selain itu, ada juga replika “Keris Tunggal Kilau Malam”. Ini juga benda pusaka Istana Pagaruyung bekal Raja Lenggang Dirajakan ke Rembau Seri Menanti pada tahun 1808.
Sejumlah replika masih ada lagi, seperti misalnya “Saluak Deta Dandan Tak Sudah”.
Ini adalah mahkota tutup kepala Raja Alam Melayu Minangkabau di Pagaruyung selepas tahun 1550 abad XVI dibawa ke Rembau Seri Menanti Negeri Sembilan oleh Si Alang Bujang Mahmud Tuanku Raja Malewar tahun 1773 abad XVIII.
Juga ada replika kopiah yang diperkaya dengan ukir sulaman benang emas dari Sungayang “Tikam Tindik” Sarang Olang abad XVIII.
Baca: Museum Sultan Mahmud Badaruddin II
Baca: Museum Tuanku Imam Bonjol
Di balik singgasana, ada jalan keluar di dekat tangga kayu. Jalan ini menuju ke selasar (serambi), yang menghubungkan antara bangunan inti istana dengan dapur.
Selasar menuju dapur ini cukup lebar. Kalau lurus kita akan keluar pintu belakang, dan turun menggunakan tangga kayu. Sementara dapur ada di sebelah kanan selasar.
Dapurnya luas sekali. Dari replika peralatan memasak yang ada, semuanya terbuat dari tanah liat. Diletakkan di atas semacam ‘dipan’ yang sengaja ditumpahkan pasir halus.
Di atas ‘dipan’ dengan pasir halus inilah, pekerja istana mengolah masakan.
Menggunakan kayu bakar, tetapi karena ada alas pasir halus, maka pembakaran ini pun ‘aman’.
Dapur ini punya dua ruangan. Sisi sebelah kanan, seperti yang sudah ditulis, ada tempat memasak yang dilengkapi perkakas dapur serba tradisional.
Sedangkan pada sisi sebelah kiri, berfungsi sebagai tempat para dayang yang berjumlah 12 orang.
Dapur Istana Basa Pagaruyung dibuat terpisah dengan bangunan utama dan dihubungkan dengan selasar.
Tangga kayu menuju ke lantai dua ada di tengah lantai satu, atau dekat jalan menuju ke selasar. Enggak begitu tinggi, tapi karena beberapa anak tangga kayu berderit ketika diinjak maka rasanya jadi memang seperti harus ekstra hati-hati.
Di lantai dua, suasananya lumayan lapang dan memanjang, mirip seperti di lantai satu tapi lebih kecil ukuran luasnya.
Namun, tidak begitu banyak piranti yang ada. Karena memang, lantai dua ini dinamakan “anjungan paranginan” dan dimaksudkan sebagai tempat bercengkerama para puteri raja yang belum menikah (berkeluarga atau gadis pingitan).
Di sisi kiri ada kamar peristirahatan puteri raja dengan tirai yang memanjang dari atap hingga lantai, menjadi semacam kelambu.
Lagi-lagi, hiasan kainnya didominasi warna kuning keemasan. Bergantungan pula beberapa lampu antik.
Di sisi kanan, mepet dinding kayu, ada kursi kayu antik, lengkap dengan meja dengan keramik bundar.
Paling sudut dekat jendela, ada kotak kuno penuh ukiran yang diperuntukkan menyimpan perkakas Putri Raja.
Ada tiang utama yang diantaranya dipasang cermin untuk berdandan puteri raja, dengan bingkai dari kayu.
Udara sejuk terasa di lantai dua ini. Maklum, lantai ini cukup tinggi. Dan lagi, jendela-jendela istana yang dibuka benar-benar menyajikan pemandangan luar biasa indah, selain kesejukan sirkulasi udara.
Di sini, nama yang disematkan adalah sebagai ruangan “mahligai”. Difungsikan sebagai tempat penyimpanan alat-alat kebesaran Raja, seperti mahkota kerajaan yang dahulunya disimpan dalam sebuah peti khusus bernama “aluang bunian”.
Kalau lantai satu dan dua langsung beralaskan lantai kayu, maka di lantai tiga, dilapisi dengan tikar rotan.
Di lantai tiga yang tidak terlalu luas, ada tiga kursi kayu antik dengan satu meja bundar. Ada lampu gantung antik.
Pada dinding-dinding kayunya dipajang sejumlah alat perang. Mulai dari pedang, tombak, pistol antik atau ‘pistol Balando’ dan lainnya.
Ada juga ‘gobok’ atau ‘bodia sitengga’ yang mirip senapan angin tapi punya fungsi sebagai pemberi kabar pengumuman tentang hal-hal suka maupun duka.
Tombak yang dipajang misalnya, “tombak bamato tigo” yang biasa dipakai untuk berburu, maupun pertahanan diri. (2)
Lokasi
Istana Basa yang lebih terkenal dengan nama Istana Pagaruyung, adalah sebuah istana yang terletak di Jalan Sutan Alam, kecamatan Tanjung Emas, kota Batusangkar, kabupaten Tanah Datar, Sumatra Barat.
Istana Basa ini berjarak lebih kurang 5 kilometer dari pusat kota Batusangkar.
Jam operasional: Tempat ini buka setiap hari, mulai pukul 08.00 pagi dan tutup pada jam 18.00 sore.
Pengunjung cukup membayar tiket masuk untuk dewasa seharga Rp 15.000, untuk anak-anak Rp 7.000.
Sedangkan untuk pengunjung mancanegara Rp 25.000. (3)