Pelaporan tersebut terkait dengan kasus dugaan gratifikasi sang petinggi KPK berupa penyewaan helikopter.
Laporan tersebut didaftarkan oleh Divisi Investigasi ICW, Wana Alamsyah.
Oleh Wana Alamsyah, laporan diserahkan ke Direktorat Tindak Pidana Korupsu Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, pada Kamis (3/6/2021).
Atas laporan tersebut, Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto memberikan tanggapan.
Menurut sang Kabareskrim, mengatakan agar ICW tak membuat gaduh terlebih dahulu.
"Jangan tarik-tarik Polri, jangan buat gaduh," kata Agus saat dikonformasi oleh WartaKota.
Baca: Penerbangan Helikopter Ingenuity di Planet Mars Ditunda
Baca: Firli Sebut Gajinya Bisa untuk Sewa Helikopter, Berapa Gaji dan Tunjangan Ketua KPK?
Diterangkan oleh Agus Andrianto, saat ini Polri masih fokus mendukung percepatan penanganan pandemi Covid-19 di tanah air.
"Polri sedang fokus mendukung percepatan penanganan pandemi Covid, mutasi turunannya," imbuhnya.
Selain itu, Agus juga menegaskan bahwa Polri masih berusaha untuk menjaga keamanan dan pemulihan ekonomi nasional.
Termasuk investasi maupun upaya pemerintah lainnya agar perekonomian Indonesia segera tumbuh positif dan pulih.
Agus menegaskan bahwa laporan yang diserahkan ICW nantinya akan diserahkan ke Dewan Pengawas (Dewas) KPK.
"Sudah ditangani dewan pengawas. Nanti kita limpahkan saja ke sana," tambahnya.
Nominal sewa helikopter mewah versi Firli Bahuri dan ICW berbeda
ICW laporkan Firli Bahuri ke polisi terkait dugaan gratifikasi dalam penyewaan helikopter saat perjalanan pribadi ke Ogan Komering Ulu, Baturaja, Sumatera Selatan, pada 20 Juni 2021 lalu.
Divisi Investigasi ICW Wana Alamsyah mengatakan bahwa kasus tersebut sebelumnya pernah ditangani oleh Dewas KPK.
Namun, dalam sidang etik yang dilaksanakan, Firli Bahuri memberi keterangan bahwa nominal penyewaan helikopter telah sesuai.
Firli menerangkan bahwa helikopter tersebut disewa seharga Rp 30,8 juta selama 4 jam, dari PT Air Pasific Utama (APU).
Berbeda dengan keterangan Firli, harga sewa helikopter versi ICW adalah Rp 39,1 juta per jam.
Berdasarkan nominal tersebut, otal harga sewa selama 4 jam adalah Rp 172,3 juta selama 4 jam.
Selisih pembayaran inilah yang kemudian diduga merupakan bentuk gratifikasi.
"Jadi, ketika kami selisihkan harga sewa barangnya ada sekitar Rp 141 juta sekian, yang diduga itu merupakan dugaan penerimaan gratifikasi atau diskon diterima oleh Firli," jelas Wana.
"Dan kami melakukan korespondensi juga dengan penyedia jasa heli tersebut," lanjutnya.
Wana mengendus ada konflik kepentingan perihal kenapa harga yang diberikan PT APU kepada Firli terkesan berbeda dari harga aslinya.
"Kami lakukan investigasi, bahwa salah satu komisaris yang ada di dalam perusahaan PT Air Pasific Utama merupakan atau pernah dipanggil menjadi saksi dalam kasusnya Bupati Bekasi, Neneng, terkait dengan dugaan suap pemberian izin di Meikarta."
"Dalam konteks tersebut, kami menganggap bahwa dan mengidentifikasi bahwa apa yang telah dilakukan Firli Bahuri, terkait dengan dugaan penerimaan gratifikasi," tuturnya.
Firli Bahuri hanya diberi sanksi teguran tertulis oleh Dewas KPK
Setelah sidang etik dilaksanakan, Firli Bahuri dinyatakan bersalah oleh Dewas KPK.
Firli terbukti melanggar kode etik lantaran naik helikopter mewah saat berkunjung ke Palembang.
Meski demikian, Firli hanya mendapat sanksi teguran tertulis.
"Menghukum terperiksa dengan sanksi ringan berupa teguran tertulis 2, yaitu agar terperiksa tidak mengulangi lagi perbuatannya."
"Dan agar terperiksa sebagai ketua Komisi Pemberantasan Korupsi senantiasa menjaga sikap dan perilaku."
"Dengan menaati larangan dan kewajiban yang diatur dalam kode etik dan pedoman perilaku komisi pemberantasan Korupsi," kata Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean, Kamis (24/9/2020).
Dalam menjatuhkan putusannya, Dewas KPK mempertimbangkan sejumlah hal.
Untuk hal yang memberatkan, Firli Bahuri disebut tidak menyadari pelanggaran yang telah dilakukan.
Kemudian, Firli Bahuri sebagai ketua KPK yang seharusnya menjadi teladan, malah melakukan hal yang sebaliknya.
Sedangkan hal yang meringankan, Firli Bahuri belum pernah dihukum akibat pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku.
"Terperiksa kooperatif sehingga memperlancar jalannya persidangan," imbuh anggota Dewas KPK Albertina Ho.
Tak hanya ICW, sebelumnya Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) telah dua kali melaporkan Firli ke Dewas KPK.
Aduan pertama adalah Firli diduga melanggar protokol kesehatan Covid-19.
Firli diketahui tidak menggunakan masker serta tidak menjaga jarak ketika bertemu puluhan anak-anak di Baturaja, Sumsel.
Kemudian, Firli juga dilaporkan diduga telah melanggar kode etik atas penggunaan helikopter mewah untuk perjalanan dari Palembang ke Baturaja, Sabtu 20 Juni 2020.
Diterangkan Koordinator MAKI Boyamin Saiman, dalam kunjungan tersebut Firli menggunakan helikopter mewah milik perusahaan swasta.
Padahal, menurut Boyamin, perjalanan dari Palembang ke Baturaja hanya butuh empat jam perjalanan darat dengan mobil.
"Hal ini bertentangan dengan kode etik pimpinan KPK dilarang bergaya hidup mewah apalagi dari larangan bermain golf," terang dalam keterangan tertulis, Rabu 24 Juni 2020.
"Helikopter yang digunakan adalah jenis mewah (helimousin) karena pernah digunakan Tung Desem Waringin yang disebut sebagai Helimousine President Air," beber Boyamin.
Baca: Ketua KPK Firli Bahuri Dilaporkan ICW ke Bareskrim Polri Terkait Dugaan Gratifikasi Sewa Helikopter
Baca: Tanggapi Kasus 75 Pegawai KPK Tak Lolos TWK, Firli Bahuri: Gak Ada Upaya Menyingkirkan
Baca: KPK Lantik 1.271 ASN, Eks Direktur: Kabar Baik untuk Oligarki, Cita-cita Firli Bahuri Tercapai Sudah
(TRIBUNNEWSWIKI/Magi, Igman Ibrahim)
Artikel ini telah tayang di WartaKotalive.com dengan judul ICW Polisikan Ketua KPK Firli Bahuri, Kabareskrim: Jangan Tarik-tarik Polri, Jangan Buat Gaduh