Informasi Awal
TRIBUNNEWSWIKI.COM - School tot Opleiding van Inlandsche Artsen (STOVIA) atau dalam bahasa Indonesia disebut Sekolah Pendidikan Dokter Hindia adalah sekolah untuk pendidikan dokter pribumi di Batavia pada zaman kolonial Hindia Belanda.
STOVIA merupakan sekolah lanjutan dari MULO dengan masa studi enam tahun.
MULO sendiri merupakan singkatan dari Meer Uitgebreid Lager Onderwijs, yaitu Sekolah Menengah Pertama pada zaman pemerintah kolonial Belanda di Indonesia.
Melalui STOVIA, muncullah para tokoh pergerakan nasional yang memperjuangkan kemerdekaan bangsa Indonesia dari Belanda.
Perjuangan yang dilakukan tidak lagi dengan fisik ataupun senjata, melainkan dengan pemikiran melalui organisasi-organisasi yang dibentuk.
Saat ini sekolah tersebut telah menjadi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Baca: Universitas Indonesia (UI)
Baca: Hari Ini Dalam Sejarah: 28 Oktober Hari Sumpah Pemuda
Sejarah
Pelopor STOVIA adalah Sekolah Dokter Djawa yang dibuka pada 1851.
Tujuan didirikannya Sekolah Dokter Djawa adalah sebagai pertimbangan mendirikan sekolah khusus petugas vaksin untuk menangani wabah cacar di sepanjang pantai utara Pulau Jawa dan wilayah karesidenan Banyumas.
Menjelang akhir abad ke-19 atau 1902, Sekolah Dokter Djawa ditransformasikan ke dalam STOVIA.
Tujuannya untuk menciptakan tenaga-tenaga medis di berbagai daerah. Selain itu bertujuan melaksanakan di Rumah Sakit Tentara Batavia.
Pada awalnya pendidikan di STOVIA diharuskan menggunakan pakian daerah, baju, kain, blangkon, dan kaki telanjang.
Bahasa pengantar yang dipakai memakai bahasa Belanda sehingga membuat murid-murid harus mengikuti kursus bahasa dari sekolah angka satu, yaitu golongan priyayi.
Banyak siswa STOVIA yang berasal dari keluarga kurang mampu sehingga sempat dianggap sebagai sekolah orang miskin.
Mulanya, lama pendidikan yang ditempuh hanya dua tahun, tetapi pada 1875 jangka pendidikan diperpanjang menjadi enam tahun.
Dalam sistem pendidikan di STOVIA, pada 1902 kelulusannya dianggap sebagai dokter dengan gelar Inlandse Arts.
Pada 1913, apabila sebelumnya lulusannya memperoleh gelar Dokter Jawa, selanjutnya diubah menjadi Inlandsch Arts yang artinya Dokter Bumiputera atau Pribumi.
Mereka mempunyai wewenang mempraktikkan ilmu kedokteran seluruhnya termasuk ilmu kebidanan.
Pada 1914, sistem pendidikan STOVIA ditingkatkan kembali karena calon-calonnya harus diambil dari lulusan MULO.
Pada 1927, Pemerintah Hindi Belanda mendirikan Sekolah Tinggi Kedokteran (Geneeskundige Hogeschool).
Sekolah tersebut menerima lulusan AMS (setingkat SMA) dan HBS. Lulusannya memakai gelar Arts, dan setara dengan lulusan universitas di negeri Belanda.
Dalam perkembangannya, STOVIA menjadi sekolah yang mendidik dokter bumiputera dan bukan hanya dokter Jawa.
Pada awalnya, bangunan STOVIA terletak di Hospitaalweg, kemudian pada 5 Juli 1920 seluruh pendidikan dipindahkan ke Salemba (sekarang dikenal dengan Fakultas Kedokteran Universitan Indonesia).
Sementara bangunan Hospitaalweg digunakan untuk asrama siswa.
Penggunaan Gedung STOVIA sebagai tempat kegiatan pembelajaran berakhir setelah pendudukan Jepang pada 1942.
Baca: 17 AGUSTUS - Budi Utomo
Baca: Mengenal Sekolah Umum pada Masa Hindia Belanda, Ada STOVIA hingga AMS
Tokoh Pergerakan
Menurut situs Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), STOVIA menjadi tempat berkumpulnya pemuda pribumi yang cerdas dan kreatif.
Hal ini karena untuk menjadi pelajar STOVIA harus melalui serangkaian ujian yang selektif.
Hal inilah yang kemudian melahirkan tokoh-tokoh pergerakan nasional untuk memperjuangan kemerdekaan Indonesia.
Mereka yang diterima harus tinggal di asrama berdasarkan tingkat kelasnya dengan peraturan yang ketat.
Kondisi tersebut membuat para siswa dituntut agar hidup disiplin dan bertanggung jawab.
Kehidupan di asrama menciptakan rasa persaudaraan diantara penghuni asrama. Terlebih mereka berasal dari berbagai daerah.
Adanya interaksi yang terjalin dengan rutin dan dalam waktu yang lama memunculkan rasa kebersamaan.
Kebersamaan itu lalu berkembang menjadi kesadaran bersama sebagai bangsa.
Kesadaran tersebut membuat sebagian pelajar STOVIA memilih bersikap radikal terhadap pemerintah kolonial.
Mereka merumuskan bentuk perjuangan baru untuk membebaskan rakyat dari penderitaan karena perjuangan yang dilakukan sebelumnya masih mengalami kegagalan.
Banyak para lulusan STOVIA yang aktif dalam pergerakan rakyat guna mencapai Indonesia merdeka.
Mereka kemudian mendirikan organisasi Budi Utomo pada 1908, Indische Partij, dan organisasi-organisasi pemuda lainnya, seperti Jong Sumatranen Bond, Jong Ambon.
Tokoh tersebut antara lain Sutomo, Tjipto Mangunkusumo, Wahidin Sudirohusodo. Kemudian ada Sumatera Barat seperti, Achmad Mochtar, A G Zakir, atau Mohamad Sjaaf.
Baca: RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM)
Baca: 17 AGUSTUS - Serial Pahlawan Nasional: dr Wahidin Sudirohusodo