Hal tersebut disampaikan oleh Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Provinsi Bali, Brigjen Pol Gede Sugianyar Dwi Putra saat menghadiri acara pemusnahan barang bukti narkoba di Lobi Dit Resnarkoba Polda Bali, Denpasar, Kamis 6 Mei 2021.
Dia mengatakan hal ini jika penyalahguna menyerahkan diri kepada BNN .
Maka mereka tidak dipenjara dan akan direhabilitasi.
Termasuk privasi dijamin hingga gratis dibiayai negara.
"Sesuai UU bagi penyalahguna wajib direhabilitasi kami mengajak sementon warga Bali sebagai penyalahguna datang ke BNN terdekat," kata dia.
"Privasi dijamin dan gratis dibiayai oleh negara, jangan tunggu ditangkap, silakan serahkan diri mau sembuh mau pulih kita jamin tidak ditangkap," imbuhnya.
Sugianyar pun menekankan, putusan di Pengadilan Negeri akan mengarah ke putusan penempatan rehabilitasi, bukan pidana penjara bagi yang menyerahkan diri.
"Sekarang pecandu wajib direhab dan putusan bisa berupa penempatan dalam rehabilitasi tidak pidana, putusan hakim tidak hanya dengan pemidanaan, bisa penetapan untuk direhabilitasi sesuai hasil assesment," urai dia.
Sugianyar mengatakan, menyerahkan diri jauh lebih baik ketimbang ditangkap petugas.
Hal tersebut berhubungan dengan Kepala BNN RI Komjen Pol Dr Petrus Reinhard Golose yang menggaungkan kampanye War on Drugs.
BNN ditugaskan untuk melakukan penindakan secara hard power, soft power dan smart power.
"Kami membantu melaksanakan yang dikampanyekan oleh Kepala BNN Pak Golose, War on Drugs mewujudkan Bali bersih narkoba, Indonesia bersih narkoba," ungkap Sugianyar.
Baca: Budidaya Ganja di Polybag yang Digerebek BNN Ternyata Ditanam di Rumah Mantan Wali Kota Serang
Baca: BNN Grebek Warga Tasikmalaya yang Tanam Ganja di Rumah, Pelaku: Sejak Dulu Saya Budidaya Ganja
Perang melawan narkoba, sbut Sugianyar, identik dengan upaya pengendalian suplai.
Namun, BNN pun membuat kegiatan soft power dan smart power sebagai bagian dari edukasi kepada khalayak ramai.
Sebagai informasi, Badan Narkotika Nasional (disingkat BNN) adalah sebuah Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK) Indonesia yang mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pencegahan, pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika, psikotropika, prekursor dan bahan adiktif lainnya kecuali bahan adiktif untuk tembakau dan alkohol.
BNN dipimpin oleh seorang kepala yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden.
Dasar hukum BNN adalah Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika.
Sebelumnya, BNN merupakan lembaga nonstruktural yang dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 2002, yang kemudian diganti dengan Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2007.
Sejarah penanggulangan bahaya narkotika dan kelembagaannya di Indonesia dimulai tahun 1971 pada saat dikeluarkannya Instruksi Presiden Republik Indonesia (Inpres) Nomor 6 Tahun 1971 kepada Kepala Badan Koordinasi Intelijen Nasional (BAKIN) untuk menanggulangi 6 (enam) permasalahan nasional yang menonjol, yaitu pemberantasan uang palsu, penanggulangan penyalahgunaan narkoba, penanggulangan penyelundupan, penanggulangan kenakalan remaja, penanggulangan subversi, pengawasan orang asing.
Berdasarkan Inpres tersebut Kepala BAKIN membentuk Bakolak Inpres Tahun 1971 yang salah satu tugas dan fungsinya adalah menanggulangi bahaya narkoba.
Bakolak Inpres adalah sebuah badan koordinasi kecil yang beranggotakan wakil-wakil dari Departemen Kesehatan, Departemen Sosial, Departemen Luar Negeri, Kejaksaan Agung, dan lain-lain, yang berada di bawah komando dan bertanggung jawab kepada Kepala BAKIN.
Badan ini tidak mempunyai wewenang operasional dan tidak mendapat alokasi anggaran sendiri dari ABPN melainkan disediakan berdasarkan kebijakan internal BAKIN.
Pada masa itu, permasalahan narkoba di Indonesia masih merupakan permasalahan kecil dan Pemerintah Orde Baru terus memandang dan berkeyakinan bahwa permasalahan narkoba di Indonesia tidak akan berkembang karena bangsa Indonesia adalah bangsa yang ber-Pancasila dan agamis.
Pandangan ini ternyata membuat pemerintah dan seluruh bangsa Indonesia lengah terhadap ancaman bahaya narkoba, sehingga pada saat permasalahan narkoba meledak dengan dibarengi krisis mata uang regional pada pertengahan tahun 1997, pemerintah dan bangsa Indonesia seakan tidak siap untuk menghadapinya, berbeda dengan Singapura, Malaysia dan Thailand yang sejak tahun 1970 secara konsisten dan terus menerus memerangi bahaya narkoba.
Menghadapi permasalahan narkoba yang berkecenderungan terus meningkat, Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) mengesahkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika.
Berdasarkan kedua Undang-undang tersebut, Pemerintah (Presiden Abdurahman Wahid) membentuk Badan Koordinasi Narkotika Nasional (BKNN), dengan Keputusan Presiden Nomor 116 Tahun 1999. BKNN adalah suatu Badan Koordinasi penanggulangan narkoba yang beranggotakan 25 Instansi Pemerintah terkait.
BKNN diketuai oleh Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) secara ex-officio. Sampai tahun 2002 BKNN tidak mempunyai personel dan alokasi anggaran sendiri.
Anggaran BKNN diperoleh dan dialokasikan dari Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia (Mabes Polri), sehingga tidak dapat melaksanakan tugas dan fungsinya secara maksimal.
BKNN sebagai badan koordinasi dirasakan tidak memadai lagi untuk menghadapi ancaman bahaya narkoba yang makin serius.
Oleh karenanya berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 2002 tentang Badan Narkotika Nasional, BKNN diganti dengan Badan Narkotika Nasional (BNN).
Baca: Dibawa ke Balai Rehabilitasi BNN di Lido untuk Tes Rambut, Lucinta Luna Lambaikan Tangan ke Wartawan
Baca: Waspada! BNN Sebut Ada Narkoba Dikemas dalam Bentuk Jajanan Anak Seperti Permen Jelly
BNN, sebagai sebuah lembaga forum dengan tugas mengoordinasikan 25 instansi pemerintah terkait dan ditambah dengan kewenangan operasional, mempunyai tugas dan fungsi:
1. mengoordinasikan instansi pemerintah terkait dalam perumusan dan pelaksanaan kebijakan nasional penanggulangan narkoba; dan
2. mengoordinasikan pelaksanaan kebijakan nasional penanggulangan narkoba.
Mulai tahun 2003 BNN baru mendapatkan alokasi anggaran dari APBN.
Dengan alokasi anggaran APBN tersebut, BNN terus berupaya meningkatkan kinerjanya bersama-sama dengan BNP dan BNK.
Namun karena tanpa struktur kelembagaan yang memilki jalur komando yang tegas dan hanya bersifat koordinatif (kesamaan fungsional semata), maka BNN dinilai tidak dapat bekerja optimal dan tidak akan mampu menghadapi permasalahan narkoba yang terus meningkat dan makin serius.
Oleh karena itu pemegang otoritas dalam hal ini segera menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2007 tentang Badan Narkotika Nasional, Badan Narkotika Provinsi (BNP) dan Badan Narkotika Kabupaten/Kota (BNK), yang memiliki kewenangan operasional melalui kewenangan Anggota BNN terkait dalam satuan tugas, yang mana BNN-BNP-BNKab/Kota merupakan mitra kerja pada tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota yang masing-masing bertanggung jawab kepada Presiden, Gubernur dan Bupati/Walikota, dan yang masing-masing (BNP dan BN Kab/Kota) tidak mempunyai hubungan struktural-vertikal dengan BNN.
Merespon perkembangan permasalahan narkoba yang terus meningkat dan makin serius, maka Ketetapan MPR-RI Nomor VI/MPR/2002 melalui Sidang Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR-RI) Tahun 2002 telah merekomendasikan kepada DPR-RI dan Presiden RI untuk melakukan perubahan atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika.
Oleh karena itu, Pemerintah dan DPR-RI mengesahkan dan mengundangkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, sebagai perubahan atas UU Nomor 22 Tahun 1997.
Berdasarkan UU Nomor 35 Tahun 2009 tersebut, BNN diberikan kewenangan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana narkotika dan prekursor narkotika.
Yang diperjuangkan BNN saat ini adalah cara untuk MEMISKINKAN para bandar atau pengedar narkoba, karena disinyalir dan terbukti pada beberapa kasus penjualan narkoba sudah digunakan untuk pendanaan teroris (Narco Terrorism) dan juga untuk menghindari kegiatan penjualan narkoba untuk biaya politik (Narco for Politic).
Satuan Kerja
Susunan organisasi BNN terdiri atas:
Kepala
Sekretariat Utama
Deputi Bidang Pencegahan
Deputi Bidang Pemberdayaan Masyarakat
Deputi Bidang Pemberantasan
Deputi Bidang Rehabilitasi
Deputi Bidang Hukum dan Kerja Sama
Inspektorat Utama
Pusat Penelitian, Data, dan Informasi
Balai Besar Rehabilitasi
Balai Diklat
UPT Uji Lab Narkoba
Instansi vertikal:
Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP)
Badan Narkotika Nasional Kabupaten/Kota (BNNK)
Sebagian artikel ini telah tayang di Tribun Bali dengan judul BNN Pastikan Pecandu Narkoba Tak Akan Dipenjara, Ini Syaratnya