KKB Dikategorikan Sebagai Teroris, Bambang Soesatyo : Pemerintah Jangan Ragu Ambil Tindakan

Penulis: Putradi Pamungkas
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ketua MPR RI Bambang Soesatyo di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (11/10/2019) lalu

TRIBUNNEWSWIKI.COM - Ketua MPR RI Bambang Soesatyo beri respons soal pemerintah yang tetap KKB sebagai teroris, minta penegak hukum jangan ragu bertindak.

Pemerintah melalui Kementerian Polhukam telah mengkategorikan kelompok kriminal bersenjata (KKB) sebagai teroris. 

Menanggapi hal itu, Ketua MPR RI Bambang Soesatyo alias Bamsoet menegaskan pemerintah agar tak perlu ragu lagi dalam menindak KKB. 

"Meminta pemerintah tidak perlu ragu melakukan penindakan terhadap KKB sesuai UU No. 5 Tahun 2018 tentang Tindak Pidana Terorisme karena pemerintah telah menetapkan KKB sebagai kelompok teroris," ujar Bamsoet, kepada wartawan, Jumat (30/4/2021).

Ketua MPR RI Bambang Soesatyo berbincang dengan awak redaksi Tribun Network dalam acara kunjungan Pimpinan MPR RI ke Redaksi Tribunnews di Palmerah, Jakarta, Rabu (18/12/2019). TRIBUNNEWS/DANY PERMANA (Tribunnews.com)

Bamsoet juga meminta pemerintah dan aparat TNI-Polri berkomitmen untuk terus melakukan penindakan terhadap KKB. 

Menurut Bamsoet, tindakan KKB sudah menimbulkan keresahan dan rasa takut di masyarakat yang dapat dikategorikan perbuatan teror dan melanggar HAM.

"Kami juga mendukung pemerintah bersama TNI-Polri dan BIN yang telah mengambil langkah/strategi yang tepat dengan meningkatkan kinerja intelijen agar dapat diketahui teknik dan cara untuk mengatasi secara menyeluruh persoalan gangguan keamanan di Papua tersebut," kata dia. 

"Disamping memutus rantai penjualan senjata ke kelompok sparatis disana juga mempersempit ruang gerak mereka," pungkas Bamsoet. 

KKB Papua Resmi Ditetapkan Sebagai Organisasi Teroris

Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD menetapkan kelompok kriminal bersenjata (KKB) Papua sebagai salah satu organisasi teroris.

Menurut Mahfud MD, keputusan pemerintah tersebut sejalan dengan pandangan Ketua MPR, pimpinan BIN, pimpinan Polri, dan pimpinan TNI.

Hal tersebut juga sejalan dengan fakta banyaknya tokoh masyarakat, tokoh adat, pemerintah daerah, dan DPRD Papua yang datang kepada pemerintah, khususnya Kemenko Polhukam.

Mereka ingin adanya kebijakan untuk menangani aksi kekerasan di Papua.

Pemerintah menyatakan mereka yang melakukan pembunuhan dan kekerasan secara brutal secara masif, sesuai dengan ketentuan UU 5/2018 mengenai pemberantasan tindak pidana terorisme.

Mahfud MD menjelaskan, definisi teroris berdasarkan UU tersebut adalah orang yang merencanakan, menggerakkan, dan mengorganisasikan terorisme.

Sedangkan terorisme, merupakan setiap perbuatan yang menggunakan kekerasan, atau ancaman kekerasan yang memicu suasana teror atau rasa takut secara meluas.

Tindakan tersebut dapat menimbulkan korban secara massal dan atau menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek vital yang strategis, terhadap lingkungan hidup, fasilitas publik, atau fasilitas internasional dengan motif ideologi, politik, dan keamanan.

Tidak hanya KKB, pemerintah juga menyatakan siapapun yang berafiliasi dengan KKKB termasuk ke dalam tindakan teroris.

"Berdasarkan definisi yang dicantumkan dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 2018."

"Maka apa yang dilakukan oleh KKB dan segala nama organisasinya dan orang-orang yang berafiliasi dengannya adalah tindakan teroris," tegas Mahfud MD saat konferensi pers, Kamis (29/4/2021).

Menkopolhukam Mahfud MD (Tribunnews/HO/Biro Pers Setpres/Rusman)

Untuk itu, pemerintah meminta Polri, TNI, BIN, dan aparat-aparat terkait, untuk melakukan tindakan terhadap organisasi tersebut.

"Untuk itu maka pemerintah sudah meminta kepada Polri, TNI, BIN, dan aparat-aparat terkait untuk melakukan tindakan secara cepat, tegas, dan terukur menurut hukum."

"Dalam arti jangan sampai menyasar ke masyarakat sipil," beber Mahfud MD.

Sebelumnya, Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin juga mengimbau pemerintah mendefinisikan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) sebagai organisasi teroris, sesuai UU 5/2018 tentang Terorisme.

Termasuk dalam hal ini Kelompok Kriminal Separatis Bersenjata (KKSB), Organisasi Papua Merdeka (OPM), dan Tentara Nasional Pembebasan Papua Barat (TNPPB).

Menurut Azis, kelompok bersenjata di Papua sejatinya para pelaku atau terduga terorisme, karena melakukan teror, ancaman, menyandera, membunuh, menyiksa dan menculik warga sipil, seringkali dengan motif politik.

"Maka mereka adalah teroris."

"Sama halnya dengan kelompok di Poso, di Bima, di Jawa Barat, Jawa Tengah ataupun Jawa Timur."

"Keengganan pemerintah melakukan pelabelan sebagai terorisme terhadap KKB sejenis Kelompok Egianus Kogoya.

"Bisa jadi adalah suatu pendekatan politik yang diambil untuk meredakan ketegangan akibat separatisme di Papua," kata Azis lewat keterangan tertulis, Senin (22/3/2021).

Azis menuturkan, jangan pernah mengatakan kejadian di Papua bukan terorisme, karena sejatinya terorisme terjadi di sana.

Menurutnya, terorisme yang berakar dari separatisme, persis seperti yang terjadi di Thailand selatan.

Maka, secara penegakan hukum pun UU Pemberantasan Terorisme dapat digunakan.

Walaupun pendekatan pemberantasan terorisme dapat digunakan di Papua, pendekatan terbaik adalah melalui pendekatan kesejahteraan, sosial, ekonomi dan budaya.

Seraya, memberikan rekognisi dan akomodasi terhadap hak-hak masyarakat adat/lokal yang eksis di sana.

"Pendefinisian OPM sebagai KKB tidak salah sepenuhnya, tetapi istilah itu terlampau umum."

"Begal motor, perampok bank misalnya, juga dapat tergolong KKB, sepanjang mereka berkelompok dan memakai senjata api,tajam, dalam aksinya," ulasnya.

Politikus Partai Golkar itu menjelaskan, risiko lain yang lebih besar dari pendefinisian OPM sebagai pemberontak adalah munculnya peluang bagi mereka di luar negeri, untuk merujuk Protokol Tambahan II tahun 1977 dari Konvensi Jenewa (Geneva Convention).

Konvensi tersebut merupakan hukum internasional tentang penanganan perang (jus in bello) atau disebut pula hukum humaniter internasional.

Protokol Tambahan II membahas konflik bersenjata non-internasional atau di dalam sebuah negara.

Pada pasal 1 dinyatakan, “Angkatan perang pemberontak atau kelompok bersenjata pemberontak lainnya yang terorganisir di bawah komando."

"Hal ini yang memungkinkan mereka melaksanakan operasi militer secara terus menerus dan teratur, yang berarti termasuk objek Konvensi Jenewa."

"Pasal 3 Protokol Tambahan II melarang adanya intervensi dari luar."

"Tetapi tidak ada larangan pihak pemberontak menyampaikan masalah kepada dunia internasional jika menurutnya terjadi pelanggaran Konvensi Jenewa," bebernya.

Azis menegaskan, walaupun belum atau tidak menyetujui dan meratifikasi Protokol Tambahan II, Indonesia sudah meratifikasi Konvensi Jenewa.

Karena itu, penyebutan OPM sebagai pemberontak dapat berisiko internasionalisasi, kasus serangan OPM atau saat TNI/Polri menindak mereka.

"Penyelesaian OPM sebaiknya dilakukan komprehensif, secara taktis-operasional, TNI dan Polri segera menghancurkan dan menetralisasi para penyerang," paparnya

(Tribunnewswiki.com/Putradi Pamungkas, Tribunnews.com/Vincentius Jyestha Candraditya)

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Ketua MPR RI : Tetapkan KKB Sebagai Teroris, Pemerintah Tak Perlu Ragu Bertindak 

SIMAK ARTIKEL LAIN SEPUTAR KKB PAPUA DI SINI



Penulis: Putradi Pamungkas
BERITA TERKAIT

Berita Populer