Kompetisi tersebut bernama ESL (European Super League), dibuat sebagai tandingan Liga Champions Eropa yang berada dalam naungan UEFA.
12 Klub tersebut adalah Real Madrid, Barcelona, Atletico Madrid dari Spanyol.
Kemudian, Arsenal, Chelsea, Liverpool, Manchester City, Manchester United dan Tottenham dari Inggris.
Serta Juventus, AC Milan dan Inter Milan dari Italia.
Baca: Jadi Sponsor Platform Hiburan Digital Pertama, TikTok Resmi Digandeng UEFA untuk EURO 2020
Baca: Liga Champions: Atasi Dortmund 1-2, Man City Lolos dan Tak Terkalahkan hingga Babak Perempatfinal
Ke-12 klub tersebut bukan sembarang klub, mereka merupakan raksasa di liga masing-masing dan merupakan raksasa Eropa.
Tim-tim tersebut tidak main-main dalam rencana membuat kompetisi baru dan dengan format yang berbeda.
Rencananya ESL akan mulai digelar Agustus mendatang dengan 12 klub penggagas, dan nantinya secara total akan diikuti oleh 20 klub besar Eropa.
European Super League sudah muncul sejak tahun 2009 yang digagas oleh Presiden Klub Real Madrid, Florentino Perez.
Florentino Perez merasa Liga Champions Eropa tak mengakomodir keinginan dari klub-klub besar Eropa.
Terlebih dampak dari Covid-19 membuat klub-klub besar Eropa mengalami kerugian cukup besar.
Tidak adanya pemasukan dari penjualan tiket penonton, penurunan penjualan merchandise dan gaji pemain yang masih tetap dibayar oleh pihak klub dengan nilai penuh membuat rencana pembentukan ESL mendapat dukungan klub-klub besar Eropa.
ESL menawarkan klub yang mengikuti kompetisi ini akan mendapatkan suntikan dana sebesar 3,5 miliar Euro atau setara Rp 61,2 triliyun.
Dengan sang juara ESL akan mendapat hadiah 400 juta euro atua setara Rp 7 triliyun.
Sebagai pembanding pemenang Liga Champions hanya mendapat hadiah 120 juta euro atau setara Rp 2 triliyun.
Hal tersebut membuat klub-klub besar Eropa setuju untuk membuat kompetisi sendiri diluar UEFA.
Memang alasan terbesar di balik gagasan ESL karena nominal uang besar dan bisnis bagi para petinggi klub-klub besar tersebut.
Baca: Lulus Sidang Tesis Lisensi UEFA Pro, Andrea Pirlo Kini secara Penuh Jadi Pelatih Kepala Juventus
Di sisi lain, klub-klub besar tersebut menganggap UEFA tidak transparan dalam pengelolaan uang, fee dan hadiah bagi peserta Liga Champions.
Klub merasa selama ini hanya dijadikan sapi perah oleh UEFA, dan UEFA tidak pernah mengakomodir keinginan dari klub di tengah kesulitan dan hambatan yang dialami klub selama ini.