Peneliti Nilai Penyuntikan Vaksin Nusantara kepada Anggota DPR Berpotensi Bingungkan Publik

Penulis: Niken Nining Aninsi
Editor: Natalia Bulan Retno Palupi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

ILUSTRASI - Pelantikan Anggotaa DPR, DPD, dan MPR periode 2019 - 2024 pada sidang paripurna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (1/9/2019) pagi.

TRIBUNNEWSWIKI.COM - Program Vaksin Nusantara yang diprakarsai oleh mantan Menteri Kesehatan RI Terawan Agus Putranto belum mendapatkan izin uji klinis fase II dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

Meski demikian, vaksin ini tetap dilanjutkan dan akan disuntikkan kepada sejumlah anggota DPR Komisi IX di RSPAD Gatot Subroto hari ini di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto, Jakarta, Rabu (14/4/2021).

Terkait dengan hal ini, Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus mengatakan, DPR harus menjelaskan ke publik dengan jelas bahwa mereka berstatus sebagai relawan uji coba vaksin, bukan penerima vaksin, karena vaksin tersebut belum memenuhi syarat.

"Saya kira harus jelas komunikasi dan informasi yang disampaikan oleh DPR. Jangan bilang bahwa mereka akan menerima vaksin Nusantara. Mereka harus tegas menyatakan bahwa mereka menjadi relawan uji coba vaksin Nusantara," kata Lucius saat dihubungi Kompas.com, Selasa (13/4/2021).

Seorang pekerja medis Mesir memberikan dosis vaksin Oxford-AstraZeneca Covid-19 (Covishield) pada 4 Maret 2021 di Kairo pada hari pertama vaksinasi di Mesir. (Khaled DESOUKI / AFP)


Menurut Lucius, tidak ada masalah bila anggota DPR berinisiatif menerima vaksin Nusantara dalam konteks uji coba selama dinyatakan secara terbuka bahwa vaksinasi yang mereka lakukan masih dalam rangkaian pengujian vaksin Nusantara.

"Dengan demikian posisi anggota DPR yang menerima vaksin hanyalah relawan yang menjadi objek pengujian vaksin Nusantara sebagai sebuah tahapan penting sebelum vaksin Nusantara tersebut diputuskan memenuhi syarat oleh BPOM," kata dia.

Jika informasi yang disampaikan tidak jelas, dikhawatirkan akan berpotensi menyebabkan disinformasi yang membingungkan publik.

Publik dapat berprasangka bahwa vaksin Nusantara sudah dapat digunakan karena anggota DPR telah menerimanya.

Baca: BPOM Sebut Vaksin Nusantara Milik Terawan Tak Sesuai Kaidah Medis, Ini Alasannya

Baca: 6 Fakta Vaksin Nusantara: Kerja Sama Kemenkes, RSUP Kariadi dan Undip hingga Berbasis Sel Dendridik

Menurut Lucius, anggota DPR punya tanggung jawab moral untuk mencari jalan keluar di tengah pandemi, bukan malah menciptakan masalah baru.

"Jangan memancing kebingungan publik dengan tindakan mereka karena alih-alih menjadi pemberi solusi, mereka justru memperumit persoalan," kata Lucius.

Ia menambahkan, keterlibatan anggota DPR dalam uji klinis vaksin Nusantara juga jangan sampai menjadi perbuatan politisasi sehingga objektivitasnya dipertanyakan.

"Jangan sampai tindakan DPR menjadi sampel vaksin Nusantara menjadi bentuk intervensi kepada BPOM yang sejauh ini masih menilai vaksin Nusantara belum layak dipakai berdasarkan pertimbangan ilmiah kesehatan," ujar Lucius.

Trubus Rahadiansyah, menilai, langkah sejumlah anggota DPR yang akan menerima vaksin Nusantara menunjukkan tidak adanya kerja sama antarlembaga dalam menangani Covid-19 di Indonesia.


Sementara itu, pengamat kebijakan publik Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah, menilai, langkah sejumlah anggota DPR yang akan menerima vaksin Nusantara menunjukkan tidak adanya kerja sama antarlembaga dalam menangani Covid-19 di Indonesia.

Lembaga yang dimaksud yaitu DPR dan BPOM, yang alih-alih kerja sama, justru terlihat saling berkompetisi.

"Ada persoalan karut-marut di dalam penanganan Covid-19, di mana antarlembaga bukan berkolaborasi, tapi malah berkompetisi, ini yang jadi masalah," ujar Trubus kepada Kompas.com, Selasa (13/4/2021).

Trubus mengingatkan DPR dan pihak-pihak yang akan mendapatkan suntikan vaksin Nusantara bahwa jika BPOM belum mengeluarkan izin, namun suntikan sudah diberikan, maka yang menjadi pertanyaan; siapa yang akan bertanggung jawab jika terjadi gejala pasca vaksinasi.

"Yang menjadi rumit adalah ketika vaksin Nusantara disuntikkan, kemudian timbul masalah pasca vaksinasi, yang bertanggung jawab siapa?" ungkapnya.

Jika dinamika antarlembaga negara yang menangani Covid-19 terus terjadi seperti ini, Trubus menilai, masyarakat akan kehilangan rasa percaya kepada kedua lembaga.

"Selain itu baik DPR dan BPOM akan menjadi instansi yang lemah. Sebab munculnya public distrust akan membuat persepsi publik pada dua lembaga tidak terkontrol," ujarnya.


Aburizal Bakrie Disuntik Vaksin Nusantara

Juru Bicara Aburizal Bakrie, Lalu Mara Satria Wangsa membenarkan bahwa Dewan Pembina Partai Golkar Aburizal Bakrie menjalani vaksinasi menggunakan vaksin Nusantara.

Disebutkan Lalu, vaksinasi dilakukan pada pekan lalu.

"Benar (suntik vaksin Nusantara di RSPAD)," kata Lalu saat dikonfirmasi Tribunnews, Rabu (14/4/2021).

Lalu mengatakan, Aburizal disuntik vaksin Nusantara sebagai relawan karena mendukung program yang dipelopori oleh mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto itu.

"Beliau mendukung setiap karya anak bangsa, bukankah itu sejalan dengan permintaan presiden untuk kita mencintai produk dalam negeri," ujarnya.

Sebelumnya, vaksin Nusantara yang digagas Terawan mengundang kontroversi lantaran belum bisa lanjut ke tahap uji klinis fase II oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

Dokumen hasil pemeriksaan tim BPOM menunjukkan berbagai kejanggalan penelitian vaksin.

Misalnya tidak ada validasi dan standardisasi terhadap metode pengujian. Hasil penelitian pun berbeda-beda, dengan alat ukur yang tak sama.


Selain itu, produk vaksin tidak dibuat dalam kondisi steril. Catatan lain adalah antigen yang digunakan dalam penelitian tidak terjamin steril dan hanya boleh digunakan untuk riset laboratorium, bukan untuk manusia.

Baca: 6 Fakta Vaksin Nusantara: Kerja Sama Kemenkes, RSUP Kariadi dan Undip hingga Berbasis Sel Dendridik

Tertulis dalam dokumen tersebut, BPOM menyatakan hasil penelitian tidak dapat diterima validitasnya.

Dalam bagian lain dokumen disebutkan, uji klinis terhadap subjek warga negara Indonesia dilakukan oleh peneliti asing yang tidak dapat menunjukkan izin penelitian.

Bukan hanya peneliti, semua komponen utama pembuatan vaksin Nusantara pun diimpor dari Amerika Serikat.

"Bahwa ada komponen yang betul-betul komponen impor dan itu tidak murah. Plus ada satu lagi, pada saat pendalaman didapatkan antigen yang digunakan, tidak dalam kualitas mutu untuk masuk dalam tubuh manusia," kata Kepala BPOM Penny Lukito dalam rapat dengar dengan Komisi IX DPR RI yang disiarkan secara daring, Kamis (8/4/2021).

(TribunnewsWiki.com/Tribunnews.com/Kompas.tv)

Baca artikel lainnya terkait Vaksin Nusantara di sini



Penulis: Niken Nining Aninsi
Editor: Natalia Bulan Retno Palupi
BERITA TERKAIT

Berita Populer