Telegram tersebut ditujukan kepada para Kapolda dan Kabid Humas jajaran tertanggal 5 April 2021.
Dalam poin pertama, tertulis Kapolri meminta agar media tidak menyiarkan tindakan kepolisian yang menampilkan arogansi dan kekerasan.
Menanggapi hal tersebut, Komisi III DPR bakal meminta penjelasan Kapolri untuk menjelaskan maksud telegram tersebut.
Pasalnya menurut Wakil Ketua Komiis III DPR Adies Kadir, media memang seharusnya menampilkan fakta di lapangan.
Jika aparat bertindak arogan, maka memang seharusnya media menyiarkan kebenaran.
"Terkait telegram itu aparat atau media itu kan harus jelas juga, harus dipertanyakan, kalau media kan harus menyebarkan sebenar-benarnya sesuai dengan fakta di lapangan,"
"Jadi tentunya kami ingin mengkarifikasi ke Pak Kapolri khususnya terkait dengan maksud dari telegram itu terkait dengan peredaran gambar kekerasan," kata Wakil Ketua Komisi III DPR Adies Kadir di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (6/4/2021).
Politikus Partai Golkar itu juga mempertanyakan, apakah telegram tersebut hanya berlaku bagi internal kepolisian atau berlaku juga bagi media.
Menurutnya, selama ini larangan menyiarkan gambar-gambar yang brutal untuk menghindari penyebaran berita bohong di masyarakat.
Baca: Kapolri Akhirnya Cabut Surat Telegram yang Melarang Media Meliput Aksi Arogansi dan Kekerasan Aparat
Baca: Satgas Covid-19 Minta Masyarakat Tak Unggah Sertifikat Vaksinasi ke Media Sosial
Namun, kalau media dilarang untuk menyiarkan gambar-gambar kekerasan oleh aparat, bakal memunculkan polemik.
"Saya pikir kita tidak boleh mengkebiri hak-hak dari pada rekan jurnalis. Oleh karena itu sekali lagi kami akan mengklarifikasi dulu kepada Pak kapolri nanti pada saat rapat dengar pendapat dengan Komisi III atau kalau sempat nanti saya telepon, saya akan menanyakan kira-kira maksudnya apa," ucap Adies.
Kemudian pada Selasa (6/4/2021) sore, Kapolri Jenderal Listyo Sigit mengumumkan Surat Telegram (ST) mengenai pelarangan meliput kekerasan anggota polri dicabut.
Pencabutan ST itu dimuat dalam Surat Telegram Nomor: ST/759/IV/HUM.3.4.5./2021.
Surat tersebut dikeluarkan pada Selasa 6 April 2021 dan ditandatangani Kadiv Humas Polri Irjen Pol Raden Prabowo Argo Yuwono.
Sebelumnya, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menerbitkan surat telegram terkait dengan peliputan media massa di lingkungan Polri. Telegram itu, ditujukan kepada para Kapolda dan Kabid Humas jajaran tertanggal 5 April 2021.
Namun, telegram itu menjadi polemik lantaran tertulis Kapolri meminta agar media tidak menyiarkan tindakan kepolisian yang menampilkan arogansi dan kekerasan. Hal itu termaktub dalam poin pertama dalam telegram tersebut.
Perintah itu tertuang dalam surat telegram (ST) dengan nomor ST/750/IV/HUM.3.4.5./2021 tentang pedoman pelaksaan peliputan bermuatan kekerasan dan atau kejahatan.
ST tersebut ditandatangani oleh Kadiv Humas Polri Irjen Argo Yuwono atas nama Kapolri pada tanggal 5 April 2021. Dalam ST itu, ditujukan kepada para Kapolda serta Kabid Humas di daerah.
Ketika dikonfirmasi, Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Rusdi Hartono membenarkan adanya surat telegram tersebut. Surat telegram itu diterbitkan untuk menjaga kinerja Polri.