Tuntunan itu tertuang dalam surat edaran yang ditandatangani oleh Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir dan Sekretaris Umum Abdul Mu'ti.
Muhammadiyah memperbolehkan para tenaga kesehatan tidak puasa, demi menjaga kekebalan tubuh selama menangani kasus Covid-19.
"Untuk menjaga kekebalan tubuh dan dalam rangka berhati-hati guna menjaga agar tidak tertular, tenaga kesehatan yang sedang bertugas menangani kasus Covid-19, bilamana dipandang perlu, dapat meninggalkan puasa Ramadan dengan ketentuan menggantinya setelah Ramadan sesuai dengan tuntunan syariat," sebut surat tersebut yang diterima Tribunnews.com pada Senin (29/3/2021).
Muhammadiyah mendasarkan pada hadist dan ayat Al-Quran yang mengajak umat Islam untuk waspada atau berhati-hati.
Serta larangan menjatuhkan diri pada kebinasaan dan kemudaratan yang berarti keharusan menjaga diri.
"Tenaga medis yang menangani pasien Covid-19 membutuhkan kekebalan tubuh ekstra sehingga boleh tidak berpuasa dan apabila tetap berpuasa dikhawatirkan justru akan membuat kekebalan tubuh dan kesehatannya menurun, dan itu bisa menimbulkan mudarat," tulis surat tersebut.
Selain itu, PP Muhammadiyah juga memperbolehkan orang yang positif Covid-19 untuk tidak berpuasa Ramadhan.
Mengingat puasa Ramadan wajib dilakukan, kecuali bagi orang yang sakit dan yang kondisi kekebalan tubuhnya tidak baik.
"Orang yang terkonfirmasi positif Covid-19, baik yang bergejala maupun tidak bergejala atau disebut Orang Tanpa Gejala (OTG) termasuk dalam kelompok orang yang sakit ini," tulis surat tersebut.
Baca: Mengenal Sosok Din Syamsuddin, Mantan Ketum PP Muhammadiyah yang Dituding Radikal
Baca: Meski Mengandung Tripsin Babi, Vaksin AstraZeneca Dinyatakan Halal oleh MUI Jatim
Pasien Covid-19 mendapatkan keringanan meninggalkan puasa Ramadan dan wajib menggantinya setelah Ramadan sesuai dengan tuntunan syariat.
Sebelumnya, PP Muhammadiyah juga mengeluarkan surat edaran yang mengatakan jika vaksin Covid-19 tak membatalkan puasa.
Dalam surat yang ditandatangani oleh Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir dan Sekretaris Umum Abdul Mu'ti tersebut, Muhammadiyah menyatakan bahwa vaksinasi tidak membatalkan puasa termasuk puasa Ramadhan.
"Vaksinasi dengan suntikan boleh dilakukan pada saat berpuasa dan tidak membatalkan puasa," tulis tuntunan tersebut yang diterima Tribunnews.com, Senin (29/3/2021).
PP Muhammadiyah berpandangan vaksinasi tidak membatalkan puasa, karena vaksin diberikan tidak melalui mulut atau rongga tubuh lainnya seperti hidung.
Serta tidak bersifat memuaskan keinginan dan bukan pula merupakan zat makanan yang mengenyangkan atau menambah energi.
Sementara yang membatalkan puasa adalah aktivitas makan dan minum, yaitu menelan segala sesuatu melalui mulut hingga masuk ke perut besar, sekalipun rasanya tidak enak
dan tidak lezat.
"Suntik vaksin tidak termasuk makan atau minum. Hal ini didasarkan pada firman Allah dalam Al-Qur’an surah al-Baqarah [2] ayat 187," sebut surat tersebut.
Baca: Jubir Wapres: Vaksin Covid-19 AstraZeneca Sudah Boleh Digunakan secara Agama
Baca: Pemuka Agama di Jatim Jadi yang Pertama Coba Vaksin AstraZeneca, Pemerintah Distribusi ke 7 Provinsi
Tuntutan ini sejalan dengan Fatwa dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) bahwa vaksinasi Covid-19 yang dilakukan dengan injeksi intramuscular tidak membatalkan puasa.
Injeksi intramuskular adalah injeksi yang dilakukan dengan cara menyuntikkan obat atau vaksin melalui otot.
"Hukum melakukan vaksinasi Covid-19 bagi umat Islam yang sedang berpuasa dengan cara injeksi intramuscular adalah boleh sepanjang tidak menyebabkan bahaya (dlarar)," ucap Asrorun.
Baca artikel lain mengenai covid-19 dan vaksin di sini.
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Muhammadiyah: Tenaga Kesehatan yang Tangani Covid-19 Boleh Tinggalkan Puasa Ramadhan