Kakek Ini Pelihara 'Tuyul' Selama 40 Tahun, Mampu Biayai Sekolah Anak hingga Sarjana dan Jadi Guru

Penulis: Rakli Almughni
Editor: haerahr
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kakek Rahmat Ali seorang tukang tensi keliling saat melayani seorang warga.

TRIBUNNEWSWIKI.COM - Rahmat Ali, seorang kakek asal Sukabumi yang berusia 70 tahun masih menekuni pekerjaannya sebagai jasa tensi darah keliling.

Jika menilik di jaman sekarang, jasa tensi darah keliling mungkin sudah jarang ditemui.

Namun hal tersebut rupanya masih bisa dijumpai di Sukabumi.

Rahmat Ali warga asal Kampung Cirumput, Desa Salaawi, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Sukabumi ini, masih mempertahankan profesi jasa tensi darah.

Ia sudah menekuni profesi penyedia jasa tensi darah keliling selama 40 tahun.

Meski telah menginjak usia senja, rambut sudah dipenuhi dengan uban, janggut mulai memutih, ia masih terlihat sehat.

Baca: Kisah Trenyuh Kakek 80 Tahun Tawarkan Jasa Timbang Berat Badan Keliling, Terima Uang Seikhlasnya

Kakek Rahmat Ali seorang tukang tensi keliling saat melayani seorang warga. (Tribun Jabar/Fauzi Noviandi)

Baca: Kakek Tunarungu Simpan Uang di 9 Karung, 1 Karung Rp 81 Juta, Keluarga Sepakat Bangun Rumah Baru

"Hampir setiap hari tuyul ini saya bawa ke mana-mana," katanya sambil menunjuk kotak panjang berwana merah saat ditemui di Jalan Perpustakaan, Kota Sukabumi, Rabu (24/3/2021).

Tuyul yang dia maksud bukanlah tuyul yang sering dianggap masyarakat sebagai mahluk gaib.

Tuyul yang dimaksud kakek tinggi kurus itu adalah sebuah alat kesehatan yaitu tensimeter.

"Ini hampir selama 40 tahun, alat ini dapat menghasilkan uang, juga dapat menghidupi istri dan anak-anak. Sehingga saya selalu menyebutnya tuyul," ucapnya sambil tersenyum lebar pada beberapa orang di sekitarnya.

Kakek bertopi loreng ini mengisahkan, sebelum berprofesi sebagai jasa tensi darah keliling, ia merupakan seorang honorer penyuluh kesehatan di Kecamatan Sukarja, Sukabumi sekitar akhir tahun 1970.

Pertama menjadi penyuluh di bidang kesehatan, kakek lulusan Sekolah Lanjutan Tingkatan Atas (SLTA) ini dibayar sebesar Rp 15 ribu per bulan, setelah menginjak satu tahun upahnya sebagai honorer naik menjadi Rp 35 ribu per bulan.

"Saat itu gaji sebesar Rp 35 ribu, sedangkan utang ke warung untuk keperluan rumah tangga mencapi Rp 45 ribu. Setelah hampir selama tiga tahun menjadi penyuluh, saya mencari pekerjaan lain," katanya.

Pada akhirnya sekitar tahun 1973-an, Rahmat diterima di perusahaan batu bara sebagai teknisi.

Namun tidak bertahan lama, hingga akhirnya ia memutukan mencari pekerjaan lain ke kota lain.

Berbekal ilmu pendidikan kesehatan ketika sebagai honorer penyuluh kesehatan, ia memutuskan untuk berprofesi sebagai jasa tensi keling.

"Waktu itu ketika awal menjadi jasa tensi keling, setiap orang memberi upah Rp 1.00, dan dalam sehari bisa menghasilan sebesar Rp 80 ribu," katanya.

Baca: Tak Punya Rumah, Kakek Asmin 4 Tahun Tinggal di Perahu Seorang Diri

Baca: Kakek Ini Viral setelah Rumahnya Dibersihkan Petugas, Ada 5 Karung Uang Senilai Rp80 Juta Lebih

Ia tidak mematok harga kepada para pelanggannya.

Namun dari jasanya itu dia bisa mendapatkan uang sebesar Rp 30 ribu hingga Rp 50 ribu per hari.

Tidak jarang ia menemukan orang yang tidak membayar jasanya tersebut.

Halaman
12


Penulis: Rakli Almughni
Editor: haerahr

Berita Populer