Kisah Sedih Gadis Tunatera Korban Pelecehan Ayah Tiri: Disuruh Pegang Alat Vital, Ibu Tak Percaya

Penulis: Putradi Pamungkas
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi korban pelecehan seksual.

TRIBUNNEWSWIKI.COM - Kisah sedih gadis tunatera di Semarang jadi korban kekerasan seksual ayah tiri, dipaksa pegang alat vital, namun ibunya tak percaya.

Aninda, sebut saja begitu, nama seorang gadis tuna netra pengidap low vision menjadi korban kekerasan seksual. 

Pelakunya tak lain adalah orang terdekatnya, yaitu ayah tirinya sendiri. 

Pengalaman pahit itu, bermula ketika ia masih kuliah duduk di semester 6 di sebuah kampus swasta ternama di Semarang. 

Ibunya yang seorang janda, berencana untuk menikah lagi dengan seorang pria kenalannya. 

Lantaran sudah memiliki hubungan cukup dekat, ia bahkan sudah diantarkan ke kampus oleh calon ayah tirinya itu.

Pada suatu ketika, ia diajak mampir ke rumah kontrakannya dengan alasan pelaku hendak memproduksi minuman sirup dagangannya. 

Peristiwa itu terjadi pada malam hari sekitar pukul 19.00 WIB. 

"Mau ngak mau saya terpaksa mengikutinya lantaran sebagai tuna netra low vision kapasitas saya ketika itu harus di antar jemput," ungkapnya, dikutip dari Tribunjateng.com, Rabu (17/3/2021).

Ilustrasi pelecehan seksual (Tribun Lampung)

Di rumah tersebut, pelaku sempat menyuruhnya untuk makan. 

Namun, dia kaget bukan kepalang lantaran pelaku tiba-tiba saja mengeluarkan alat kelaminnya persis di hadapannya. 

Sontak dia lari ke depan rumah, syok dan bingung atas peristiwa yang baru saja dialaminya. 

Sebab, pelaku adalah calon ayah tirinya yang sebentar lagi menikah dengan ibunya. 

"Saya kalut dan menelepon tukang ojek langganan saya untuk menjemput," terangnya. 

Baca: Fakta Video Mesum Bogor : Pemeran Wanita Masih Misterius, Masuk Kamar Hotel Langsung Lucuti Baju

Pelaku sempat ketakutan dan membujuknya untuk kembali masuk ke rumah. 

Namun dia menolak dan tetap bersikeras untuk pulang.

"Setelah sampai di rumah entah kenapa ibu saya marah-marah kepada saya. 

Tentu hal itu membuat saya semakin takut dan enggan bercerita soal kejadian itu," paparnya. 

Dia baru mulai berani bercerita saat menjelang pernikahan ibunya dan pelaku. 

Menurutnya, hal itu perlu dilakukan lantaran menyangkut masa depannya andai hidup satu rumah dengan pelaku. 

"Saat saya bercerita ibu malah mengabaikan jadi saya bingung mau cerita ke mana.  Tak ada teman untuk bercerita," terangnya. 

Hingga kini, ia masih menyimpan sakit hati dan jengkel lantaran tak ada orang yang mau mendengar ceritanya. 

"Ya masih dendam saja  di hati masih jengkel. 

Tak ada yang percaya terkait pelecehan itu, apakah karena saya seorang disabilitas?," tanyanya. 

FOTO: Ilustrasi menangis (Unsplash - Aliyah Jamous @aliyahjam)

Dia menuturkan, adapula cerita dari teman-teman disabilitas lainnya dampingan dari Sammi Insititute yang fokus membela kaum disabilitas dan kesetaraan gender. 

Cerita itu datang dari curahan hati para difabel khususnya tuna netra. 

Ada seorang disabilitas yang mengalami pelecehan seksual saat bekerja sebagai tukang pijat. 

Mereka disuruh untuk memijat alat vital pria konsumennya. 

"Korban masih magang jadi gak tahu apa yang dipegang namun setelah sadar korban kabur dari tempat itu," terangnya. 

Mirisnya, ada teman disabiltas tuna netra yang terhimpit kebutuhan ekonomi terpaksa meladeni ajakan pelanggan pijatnya dengan iming-iming uang. 

Lantaran butuh uang, takut dan terkena bujuk rayu korban akhirnya mau diajak berhubungan badan. 

"Korban saat itu terhimpit kebutuhan ekonomi," terangnya. 

Dia berpesan kepada pemerintah, para disablitas butuh perhatian lantaran sebagai kelompok rentan  pelecehan seksual.

Terutama kaum tuna netra dan tuna grahita. 

Sebab dua disabilitas tersebut memiliki kelemahan penglihatan dan mental yang menjadi sulit diungkap kasusnya saat jadi korban pelecehan. 

"Di lingkungan terdekat saja sedikit yang mau percaya pada kami karena kedisabilitasan yang kami miliki. 

Jadi banyak dari kami hanya bisa diam dan diam," tegasnya. 

Dia ingin para korban melapor ke pihak berwajib agar pelaku kapok dan para disabilitas tak dipandang sebelah mata. 

Sayangnya, para disabilitas tak mendapat dukungan dari pihak terdekat yakni keluarga karena dianggap kasus itu sebagai aib. 

Dia meminta ada keadilan bagi para disabilitas. 

Sebenarnya banyak dari disabilitas jadi korban namun mereka enggan melaporkan karena minimnya dukungan orang terdekat. 

"Kami juga butuh keadilan karena banyak dari kami yang jadi korban," terangnya. 

Sementara itu, Divisi Bantuan Hukum LRC-KJHAM, Nia Lishayati mengatakan, para disabilitas juga menjadi fokusnya ketika mendapatkan kekerasan seksual. 

Pihaknya mencatat, tahun lalu menangani dua kasus pelecehan seksual yang menyasar disabilitas. 

Pertama di Kabupaten Pati , korban  saat dilecehkan berumur 18 tahun. 

Kasusnya  perbudakan seksual, pelaku  adalah ayah tirinya.

Ketika mau mengadukan ke polisi korban tidak mendapat dukungan dari keluarga karena pelaku ayah tirinya.

Kasus kedua di Kota Semarang, kasusnya  hampir sama seperti di Pati korban jadi  perbudakan seksual oleh orang terdekat. 

Hanya saja korban sudah kategori dewasa. 

"Kami meminta hentikan diskriminasi kepada  para disabilitas.

Korban  juga jangan takut untuk melaporkan karena kami siap mendampingi," ujarnya.

(Tribunnewswiki.com/Putradi Pamungkas, Tribunjateng.com/Iwan Arifianto)

Artikel ini telah tayang di Tribunjateng.com dengan judul Perempuan Tunanetra Semarang Disuruh Pegang Alat Vital: Lapor Polisi Tak Ada yang Percaya

BACA ARTIKEL LAIN TENTANG PELECEHAN SEKSUAL DI SINI



Penulis: Putradi Pamungkas
BERITA TERKAIT

Berita Populer