Keduanya dulu sama-sama menjabat di bawah kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), tepatnya pada Kabinet Indonesia Bersatu II.
Melalui akun Twitternya, @dipoalam49, mantan seskab itu mengingat momentum saat Moeldoko dilantik oleh SBY menjadi Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Ia ikut memberikan ucapan selamat kepada Moeldoko ketika pelantikan itu.
Saat itu, Dipo berharap adab kekeluargaan TNI akan dijaga Moeldoko.
Adab yang dimaksud, dari kepatutan hingga kehormatan pada senior di dunia TNI.
"Ketika dilantik oleh Presiden SBY di Istana, saya Selamati Panglima TNI Moeldoko, sambil pandang matanya: berharap adab kekeluargan TNI dijaga dalam kepatutan, kekompakan, kesatuan dan kehormatan pada seniornya," tulis Dipo, Kamis (11/3/2021).
Baca: Manuvernya Dinilai Coreng Jokowi, Moeldoko Diminta Dipecat dari Jabatan Staf Kepresidenan
Namun kenyataannya, kini harapannya pupus.
Melihat sekarang, Moeldoko malah mengambil alih partai yang dulu dipimpin SBY sendiri melalui KLB.
"Kini PUPUS, tergoda oleh kekuasaan..?," lanjut tulisnya.
Putra Sulung SBY, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sebagai Ketum Demokrat pun ikut menyentil Moeldoko yang berusaha mengambil alih kepemimpinannya.
Diberitakan sebelumnya, AHY memberikan refleksi kebangsaan kepada seluruh kadernya yang hadir di DPP Partai Demokrat, Jakarta, Senin (8/3/2021).
Dalam refleksinya, AHY menyinggung pelaksanaan Kongres Luar Biasa (KLB) Deli Serdang yang dinilainya tidak mengedepankan nilai-nilai etika dan moralitas dalam berpolitik.
KLB tersebut, kata dia, sarat akan praktik-praktik politik yang tidak adil.
"Hari ini sebagaimana kita saksikan dalam testimoni peserta kongres ilegal tersebut, kita disajikan oleh suguhan praktik-praktik politik yang tidak fair," ucap AHY.
AHY juga menyinggung keterlibatan Kepala Staf Kepresidenan (KSP), Moeldoko, dalam gerakan pengambilalihan kepemimpinan Partai Demokrat (GPK-PD).
Moeldoko dituding memanfaatkan uang dan kekuasaan untuk menguasai Partai Demokrat.
AHY mengingatkan bahwa tidak ada cara yang singkat untuk memperoleh sesuatu.
"Bukan dengan jalan pintas, apalagi menghalalkan segala cara. Baik menggunakan kekuatan uang maupun elemen kekuasaan," ujar AHY.
AHY kemudian berpesan bahwa berpolitik adalah etika untuk mengabdi kepada bangsa dan negara.