Namun Nadia Tirmizi mengatakan, vaksin tersebut berfungsi menciptakan kekebalan.
Jadi tubuh tidak menjadi sakit akibat Covid-19.
Hal tersebut diungkapkan Nadia Tirmisi pada Minggu (7/3/2021), seperi dikutip dari Kompas.com.
"Kedua (dosis) vaksin akan melindungi kita dari menjadi sakit Covid-19, tetapi tidak melindungi dari penularan," ujar Nadia.
Nadia Tirmizi juga menyampaikan, semua orang bisa tertular Covid-19 meski sudah divaksin.
Jika mereka yang sudah divaksin tidak mematuhi protokol kesehatan.
Juru bicara vaksinansi Kemenkes ini juga mengatakan, antibodi tidak langsung terbentuk setelah menerima dua dosis vaksin.
Supaya tubuh memperoleh antibodi kekebalan yang optimal dari vaksin yang telah diterima membutuhkan waktu 28 hari.
"Antibodi optimal 28 hari setelah penyuntikan kedua," papar Nadia.
Benarkah vaksin Covid-19 saat ini tak bisa tangani virus Corona varian B.1.1.7 yang muncul di Indonesia?
Simak penjelasan para ahli berikut ini.
Terkait generasi vaksin saat ini, para ahli optimistis sebagian besar akan efektif melawan varian virus Corona yang muncul.
Baca: Pulihkan Tubuh Setelah Vaksin Covid-19 dengan Makanan Ini
Baca: Vaksin Covid-19 Saat Ini Tak Bisa Tangani Virus Corona Varian B.1.1.7? Ini Penjelasan Para Ahli
Vaksin Covid-19 bekerja melawan salah satu mutasi utama yang ada di beberapa varian.
Pernyataan tersebut dikeluarkan oleh pihak Pfizer dan BioNTech, seperti dikutip dari Kompas.com.
Namun ada beberapa data yang menampilkan varian dengan mutasi tertentu.
Terutama yang pertama kali terlihat di Afrika Selatan, mungkin lebih resisten terhadap vaksin.
Para ahli mengatakan vaksin saat ini menghasilkan tingkat antibodi yang sangat tinggi, meskipun data tersebut mengkhawatirkan.
Para ahli juga menambahkan, kemungkinan besar setidaknya itu mencegah penyakit serius pada orang yang diimunisasi dan terinfeksi.
Lantas apakah pasien mengetahui dirinya terinfeksi Covid-19 varian baru atau tidak?
Mungkin tidak bisa.
Apabila terkonfirmasi positif Covid-19, tes PCR standar tidak bisa secara pasti menentukan apakah terinfeksi galur asli atau justru terpapar virus corona varian baru.
Sementara itu beberapa hasil tes PCR bisa memberi sinyal jika seseorang kemungkinan besar terinfeksi suatu varian.
Namun informasi tersebut mungkin tidak akan diberitahukan pada pasien.
Cara satu-satunya untuk tahu soal varian mana yang menginfeksi dengan menggunakan teknologi pengurutan gen.
Tapi teknologi itu tidak digunakan untuk mengingatkan individu tentang status mereka.
Sementara itu pasien Covid-19 akan mendapatkan perawatan dan perlakuan yang sama.
Entah terpapar Covid-19 galur asli ataupun terpapar varian baru.
Baca: Teriak Lalu Lari hingga Diseret, Petugas Satpol PP Ini Histeris saat Hendak Disuntik Vaksin Covid-19
Baca: Donald Trump Sebut Vaksinasi Covid-19 di AS adalah Jasanya, Bukan Joe Biden
Mutasi Virus Corona B.1.1.7 Ditemukan di Indonesia, Ini Gejala dan Penularannya
Mutasi baru virus corona B.1.1.7 yang berasal dari Inggris sudah ditemukan di Indonesia. Ada dua orang yang terpapar varian virus baru ini.
Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Karawang, Fitra Hergyana menyampaikan dua orang tersebut merupakan Pekerja Migran Indonesia (PMI) asal Karawang, Jawa Barat.
"Pertama adalah M (41) asal Kecamatan Lemahabang dan A asal Kecamatan Pedes. Keduanya merupakan PMI dari Arab Saudi," kata Fitra, dikutip dari TribunJabar.id, Rabu (3/3/2021).
Sebelumnya Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono juga telah membenarkan bahwa mutasi virus corona B.1.1.7 telah ditemukan di Indonesia tepat setelah satu tahun kasus Covid-19 pertama kali terdeteksi di tanah air ini, pada Selasa (2/3/2021).
Dante mengungkap, temuan dua kasus mutasi B.1.1.7 itu ditemukan dari hasil pemeriksaan terhadap 462 sampel menggunakan metode pengurutan genom atau Whole Genome Sequence (WGS), yang telah dilakukan selama beberapa bulan terakhir.
Lantas bagaimanakah gejala dari mutasi baru virus corona B117 yang diketahui lebih cepat menular ini?
Dikutip dari Kompas.com, berikut fakta seputar mutasi virus corona B.1.1.7 yang :
Mutasi virus corona B.1.1.7 ini diketahui lebih menular hingga 70 persen dibandingkan dengan varian awal SARS-CoV-2 yang ditemukan di Wuhan, China.
Negara-negara lain juga telah melaporkan penemuan kasus dari varian baru virus corona ini seperti Singapura, India, Malaysia, hingga Korea Selatan.
Berdasarkan publikasi Kesehatan Publik Inggris, mutasi B.1.1.7 telah meningkatkan penularan dibandingkan dengan varian yang beredar sebelumnya dan telah menyebar dengan cepat menjadi varian dominan di Inggris.
Kepala Penasihat Ilmiah Pemerintah, Sir Patrick Vallance menuturkan, para ilmuwan telah mengidentifikasi 22 perubahan dalam kode genetik varian yang membuatnya lebih mudah menular.
Baca: Anak Jokowi Minta Solo Jadi Kota Prioritas Vaksinasi Covid-19, Gibran: Solo Ini Menopang Daerah Lain
Baca: Ribuan Dosis Vaksin Covid-19 Palsu di Afrika Selatan dan China Disita Polisi
Seorang peneliti Michael Kidd mengatakan, perkembangan riset penularan mutasi B.1.1.7 dapat membantu memberikan penjelasan mengapa virus dapat berkembang biak pada setiap orang yang terinfeksi, seperti dilansir dari Kompas.com.
Akan tetapi, masih belum diketahui secara pasti penyebab virus menyebar dengan cepat. Kendati demikian, terdapat faktor lain yang berpengaruh maraknya penularan, yaitu perilaku manusia.
Selama pandmi Covid-19, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) berulang kali mengampanyekan protokol kesehatan.
Di Indonesia, kita mengenalnya dengan 3M, yaitu menggunakan masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak.
3. Gejala
Sebuah survei yang dilakukan oleh Kantor Statistik Nasional Inggris (ONS) menemukan gejala yang paling banyak dialami dari mutasi virus corona B.1.1.7, seperti diberitakan Kompas.com, 29 Januari 2021.
Orang yang terinfeksi Covid-19 dengan mutasi B.1.1.7 lebih merasakan gejala berikut ini dibandingkan varian sebelumnya, yakni seperti gejala Batuk, Sakit tenggorokan, Kelelahan nyeri otot.
Sejumlah ahli menyebut, pergeseran gejala, kemungkinan didorong oleh sifat varian yang lebih menular dan menyebar lebih cepat di tubuh.
Ketua Satgas Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Prof dr Zubairi Djoerban mengungkapkan, penamaan B.1.1.7 atau VUI 202012/01 adalah nama varian virus corona yang merebak di Inggris.
"VUI singkatan dari Variant Under Investigation (VUI) tahun 2020, bulan 12, varian 01," ujar Zubairi seperti diberitakan Kompas.com, 30 Desember 2021.
Lembaga Kesehatan Publik Inggris melakukan investigasi berkelanjutan untuk varian ini ditetapkan sebagai VUI 202012/01 atau B.1.1.7. Varian ini ditinjau ulang dan ditetapkan pada 18 Desember 2020.
Baca: Vaksinasi Massal di Yogyakarta, Jokowi Berharap Dapat Dukung Pariwisata dan Ekonomi Bangkit Kembali
Baca: Ini yang Perlu Dilakukan Sebelum Jalani Vaksinasi Covid-19: Satu di Antaranya Cukup Tidur
5. Pengaruhnya pada vaksinasi
Saat ini, tidak ada bukti bahwa varian ini menyebabkan penyakit yang lebih parah atau peningkatan risiko kematian.
Meski mutasi virus corona B.1.1.7 memiliki protein lonjakan yang membuatnya lebih menyerang tubuh, tetapi ahli virologi dan pakar kesehatan masyarakat percaya bahwa vaksin yang dikembangkan perusahaan akan tetap efektif melawan varian baru virus corona.
Melansir Kompas.com, 30 Desember 2021, Zubairi mengatakan bahwa tindakan vaksinasi hampir pasti, namun tetap efektif. Di sisi lain, para ilmuwan terus bekerja untuk mempelajari lebih lanjut tentang varian ini untuk lebih memahami penularan dan meningkatkan perlindungan.
Replikasi adalah kemampuan virus untuk memperbanyak diri.
Mutasi virus corona B.1.1.7 disebutkan lebih menular disebabkan karena varian virus corona ini mengalami replikasi lebih cepat di dalam tenggorokan.
Sebuah studi yang dilakukan Universitas Birmingham Inggris menemukan, pasien Covid-19 dengan mutasi virus B.1.1.7, mempunyai viral load tinggi.
Adapun viral load yang lebih tinggi dapat menentukan tingkat penularan subjek dan kemampuan virus untuk ditularkan.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Bisakah Terkena Covid-19 meski Telah Divaksin? Ini Kata Kemenkes