SBY merasa malu dan bersalah karena ketika saat menjabat jadi presiden, dia pernah mempercayai dan memberi Moeldoko jabatan.
Moeldoko pernah menjadi Kepala Staf TNI AD (KSAD) pada masa pemerintahan SBY.
Beberapa bulan berikutnya, SBY mengusulkan Moeldoko sebagai calon Panglima TNI untuk menggantikan Agus Suhartono.
"Rasa malu dan rasa bersalah saya, yang dulu beberapa kali memberikan kepercayaan dan jabatan kepadanya. Saya memohon ampun ke hadirat Allah, Tuhan Yang Maha Kuasa atas kesalahan saya itu," kata SBY dalam konferensi pers di Puri Cikeas, Bogor, Jumat (5/3/2021), dikutip dari Kompas.
SBY menanggapi sikap Moeldoko yang senantiasa membantah dirinya terlibat dalam upaya kudeta kepemimpinan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) hingga akhirnya menerima jabatan ketua umum versi KLB di Deli Serdang, Sumatra Utara.
Menurut SBY, banyak pihak merasa tidak percaya bahwa Moeldoko bersekongkol dengan orang dalam Partai Demokrat dan tega melakukan kudeta.
"Sebuah perebutan kepemimpinan yang tidak terpuji jauh dari sikap kesatria dan nilai-nilai moral. Dan hanya mendatangkan rasa malu, bagi perwira dan prajurit yang pernah bertugas di jajaran TNI," ujar SBY.
Sebelumnya, Ketua Umum Partai Demokrat AHY mengatakan motif Moeldoko dalam merebut kepemimpinan partai tidak berubah.
"Memang sejak awal motif dan keterlibatan KSP Moeldoko tidak berubah," ucap AHY di kantor DPP Partai Demokrat, Jalan Proklamasi 41, Jakarta Pusat.
"Yaitu ingin mengambil alih kepemimpinan Partai Demokrat yang sah, menggunakan cara-cara inkonstitusional, serta jauh dari moral dan etika politik," imbuhnya.
SBY mengatakan Partai Demokrat tengah berkabung atas diselenggarakannya KLB dari kubu kontra kepemimpinan AHY)pada Jumat (5/3/2021) sore.
Lebih dari itu, ia menilai bahwa KLB tidak hanya membuat Demokrat berkabung, tetapi juga seluruh bangsa Indonesia.
"Hari ini kami berkabung, Partai Demokrat berkabung, sebenarnya bangsa Indonesia juga berkabung, berkabung karena akal sehat telah mati, sementara keadilan supermasi hukum dan demokrasi sedang diuji," kata SBY.
Presiden RI ke-6 itu kemudian melanjutkan pemaparannya bahwa KLB yang digelar di Sumatera Utara tersebut tidak sah dan tidak legal.
Ia bahkan menyebut KLB yang memutuskan Kepala Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko sebagai Ketua Umum Partai Demokrat itu abal-abal.
"KLB tersebut telah menobatkan KSP Moeldoko, seorang pejabat pemerintahan aktif berada di lingkar dalam lembaga kepresidenan, bukan kader Partai Demokrat, alias pihak eksternal partai, menjadi Ketum Partai Demokrat," ucap SBY.
Menurut SBY, Moeldoko telah mendongkel dan merebut posisi Ketum Demokrat sah yang diduduki oleh AHY.
Padahal, menurut dia, kepemimpinan AHY tersebut sudah disahkan satu tahun lalu oleh negara dan pemerintah melalui Kementerian Hukum dan HAM.