Disebut Rugikan Perusahaan, 4 Ibu Pelempar Atap Pabrik Tembakau Dituntut 5 Tahun 6 Bulan Penjara

Penulis: Restu Wahyuning Asih
Editor: Putradi Pamungkas
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

suasana sidang 4 Ibu rumah tangga di Lombok tengah yang lakukan pelemparan batu ke pabrik tembakau.

TRIBUNNEWSWIKI.COM - Kepala Divisi Humas Polri Irjen (Pol) Argo Yuwono mengatakan, Polri melalui Kapolres Lombok Tengah telah mengupayakan mediasi antara empat ibu yang diduga melempar batu ke atap pabrik tembakau dengan pimpinan pabrik.

Mediasi sudah dilakukan sebanyak sembilan kali, tetapi tidak berhasil.

"Telah dilakukan mediasi sebanyak 9 kali oleh Kapolres Lombok Tengah namun tidak berhasil," kata Argo dalam keterangannya, Selasa (23/2/2021).

Kini, keempat ibu rumah tangga yang melakukan pelemparan itu sedang menjalani persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Praya, Lombok Tengah, Kamis (25/2/2021).

Keempat ibu rumah tangga itu didakwa Pasal 170 Ayat 1 KUHP dengan ancaman lima tahun enam bulan penjara oleh jaksa penuntut umum.

Ketua tim kuasa hukum empat terdakwa, Ali Usman Ahim menilai, tuntutan tersebut berlebihan dan jauh dari rasa keadilan.

"Apakah di gudang milik saksi pelapor ini merupakan obyek vital, yang jika rusak itu mengganggu ketertiban umum karena ancaman Pasal 170 ancamannya enggak main-main ya, lima tahun enam bulan," kata Ali usai sidang di PN Praya, Kamis.

Sebanyak empat perempuan asal Desa Wajageseng, Kecamatan Kopang, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, harus mendekam di Rumah Tahanan (Rutan) Praya sejak Rabu (17/2/2021). Dua di antaranya membawa balita ke Rutan Praya karena masih menyusui.

Ali menjelaskan, tuntutan jaksa penuntut umum tak sebanding dengan kerusakan atap pabrik tembakau yang dilempar empat terdakwa tersebut.

Ia mempertanyakan pasal yang disangkakan pasal penuntut umum.

"Kami kembali lagi itu pasal yang berlebihan itu rumusan untuk ketertiban umum. Apakah spandeks (atap) yang penyok ini berakibat pada terganggunya ketertiban umum, seperti apa yang didakwakan Jaksa?" kata Ali.

Ali juga menyoroti jumlah kerugian sebesar Rp 4,5 juta yang disampaikan jaksa penuntut umum dalam sidang dakwaan sebelumnya.

Baca: 4 Ibu Mendekam di Rutan Akibat Lempar Batu Ke Pabrik Tembakau, Suami: Anak Saya ikut Dipenjara

Baca: Luar Biasa Kasih Sayang Ibu: Demi Anak, Rela Korbankan Jiwa setelah Lemparkan Badan Adang Mobil

Menurutnya, nilai kerugian itu seharusnya ditaksir oleh ahli, bukan sekadar pernyataan saksi pelapor.

"Jaksa menyusun konstruksi kerugian nilai kerugian dari pemilik pabrik ini, sebesar Rp 4,5 juta berdasarkan kuitansi diajukan oleh saksi pelapor, semestinya berdasarkan ahli yang menilai bahwa nilai kerugian satu spandeks penyok itu Rp 4,5 juta itu harus dimiliki oleh ahli," kata Ali.

Ali menyayangkan dakwaan yang dilayangkan jaksa penuntut umum.

Apalagi, dua dari empat terdakwa memiliki balita yang masih menyusui.

"Coba bayangkan empat ibu dengan balita menyusui dan anak sakit lumpuh di rumahnya kemudian didakwakan Pasal 170 dengan ancaman lima tahun enam bulan," sebut Ali.

Sebelumnya, Nurul Hidayah, Martini, Fatimah, dan Hultiah, mendekam di Rumah Tahanan Praya akibat melempar atap pabrik tembakau milik Suhardi.

Penahanan empat terdakwa itu sempat menjadi sorotan karena dua di antaranya membawa anaknya yang masih menyusui ke dalam rutan.

Dalam dakwaan, JPU menyebut para terdakwa melakukan pelemparan bersama-sama menggunakan batu ke sebuah pabrik rokok yang berada di kampungnya.

Jaksa penuntut umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri Praya mendakwa keempat ibu tersebut dengan Pasal 170 KUHP ayat 1 tentang Perusakan dengan ancaman hukuman lima tahun dan enam bulan penjara.

Alasan melempar batu 

Agustino (23), suami dari seorang ibu yang ditahan mengatakan, alasan istrinya melempar pabrik tembakau itu karena marah dengan bau yang menyengat dari pabrik tersebut.

Akibat bau itu, membuat anak-anaknya kerap sesak napas.

Tak hanya istrinya, warga lainn juga sempat melakukan protes tapi dianggap angin lalu oleh pemilik pabrik tembakau.

Hal senada pun dikatakan Mawardi suami dari Hidayah yang mengatakan apa yang dilakukan istrinya adalah rasa kekecewaan dengan 250 kepala keluarga lainnya yang khawatir dengan kesehatan anak mereka.

"Ini sudah lama, sejak 2006-2007, tapi tidak pernah ada perubahan. (pemilik) diajak ketemu musyawarah, tapi tak pernah ada perubahan, bau dari pabrik tetap ada," katanya Sabtu (20/2/2021).

Baca: Dikira Sampah, Sopir Ini Temukan Mayat Wanita Dibungkus Plastik Hitam dalam Kondisi Terikat

Baca: Wanita Pemburu Hewan Dikecam Keras karena Berpose dengan Jantung Jerapah yang Baru Dibunuhnya

Sementara itu, Suhardi, pemilik pabrik tembakau mengaku telah mendapat izin membangun dan memproduksi tembakau rajangan sejak 2007.

Bahkan, sambungnya, anggota Dewan Lombok Tengah sempat melakukan sidak ke pabriknya dan tidak mencium bau apa pun.

"Saya heran mengapa kasus ini baru diributkan sekarang. Protes mereka telah terjadi sejak 2006 lalu," kata Suhardi kata Suardi saat ditemui di pabriknya.

Terkait dengan empat ibu rumah tangga yang ditahan karena melakukan perusakan atap pabriknya, Suhardi membenarkan jika ia melaporkanya.

"Saya sebenarnya tidak mau melanjutkan kasus ini, tapi tindakan mereka melempar pabrik saya membuat pekerja saya ketakutan. Atap saya juga ada yang bolong karena batu, dan sudah kami perbaiki," ujarnya.

Terkait dengan kasus itu, Suhardi juga tidak memberi penjelasan apakah akan mencabut laporannya atau tidak.

Namun, dia hanya mempertanyakan alasan para ibu yang ditahan itu membawa anak mereka ke rutan.

"Kenapa waktu melempar dan diperiksa tidak bawa anaknya?. Kenapa sekarang setelah ditahan bawa anak-anaknya, kan gitu," ujarnya.

(TribunnewsWiki.com/Restu, Kompas.com/Idham Khalid)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "4 Ibu yang Lempar Atap Pabrik Dituntut 5 Tahun 6 Bulan Penjara, Kuasa Hukum: Itu Berlebihan"



Penulis: Restu Wahyuning Asih
Editor: Putradi Pamungkas
BERITA TERKAIT

Berita Populer