Jokowi Pernah Janji Tolak Utang Baru, Faktanya Utang Indonesia Meningkat Tajam, Capai Rp 5.803,2 T

Penulis: Ahmad Nur Rosikin
Editor: Melia Istighfaroh
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Utang luar negeri Indonesia mengalami kenaikan tajam. FOTO: Jokowi saat meluncurkan PT Bank Syariah Indonesia di Istana Negara, Senin (1/2/2021). (BPMI Setpres 2021)

TRIBUNNEWSWIKI.COM - Utang luar negeri Indonesia mengalami kenaikan tajam.

Berdasarkan data Bank Indonesia (BI) yang dirilis pada Senin (15/2/2021), utang luar negeri Indonesia mencapai 417,5 miliar dollar AS, atau sekitar Rp 5.803,2 triliun (kurs Rp 13.900 per dollar AS) per kuartal IV 2020.

Utang tersebut mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan kuartal III di tahun yang sama, yakni sebesar 413 miliar USD.

Padahal, Presiden Joko Widodo sempat berjanji untuk tidak menambah utang baru, pada kampanye periode pertamanya.

Kenyataannya, utang luar negeri Indonesia terus mengalami lonjakan dari tahun ke tahun.

Pada November tahun lalu saja, pemerintah Indonesia juga baru saja menarik utang cukup besar dalam bentuk utang bilateral.

Rinciannya sebesar Rp 15,45 triliun dari Australia dan Rp 9,1 triliun dari Jerman.

Jika dibandingkan dengan masa pemerintahan awal Jokowi, kenaikan jumlah terlihat lebih tajam.

Baca: Jokowi Bisa Tugaskan DPR untuk Revisi UU ITE, YLBHI: Harus Pastikan Bukan Sekedar Retorika Belaka

Baca: Fraksi PKS Dukung Jokowi Revisi UU ITE: Rencana Ini Sejalan dengan Pandangan Kami

Utang luar negeri Indonesia mengalami kenaikan tajam. (instagram.com/jokowi)

Pada akhir kuartal IV-2014, posisi ULN Indonesia tercatat sebesar 292,6 miliar dollar AS dengan rasio terhadap PDB sebesar 32,9 persen.

Detailnya, sektor publik sebesar 129,7 miliar dollar AS (44,3 persen dari total ULN) dan ULN sektor swasta 162,8 miliar dollar AS (55,7 persen dari total ULN).

Janji Tolak Hutang

Presiden Jokowi berjanji untuk tidak menambah beban utang negara dari luar negeri pada masa kampanye Pilpres 2014, sebagaimana diberitakan TribunJateng.com.

Kala itu Jokowi yakin pemerintah tak perlu menambah hutang.

Syaratnya pengelolaan APBN harus dilakukan dengan efisien.

Saat itu, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Tjahjo Kumolo (Saat ini menjabat Menpan RB) mengatakan, pasangan calon presiden (capres) Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) secara tegas menolak untuk menambah porsi utang luar negeri bila terpilih menjadi presiden dan wakil presiden pada pemilu presiden 9 Juli mendatang.

"Kita mau mandiri, sehingga segala bentuk proses pembangunan pendidikan, infrastruktur harus menggunakan dana sendiri. (Jokowi-JK) menolak bentuk utang baru supaya bisa mengurangi beban utang setiap tahun," kata Tjahjo dikutip dari pemberitaan Kompas.com pada 3 Juni 2014 silam.

Baca: Jokowi: Untuk Dapatkan Vaksin Covid-19 Tak Mudah, Indonesia Harus Bersaing dengan Ratusan Negara

Baca: Jokowi Minta Polri Hati-hati Terjemahkan Pasal UU ITE: Bisa Timbulkan Multitafsir

Jusuf Kalla bersama Joko Widodo saat Pilpres 2014. Jokowi-JK memenangkan Pilpres 2014 dan mereka memerintah periode 2014-2019.(TRIBUNNEWS/DANY PERMANA) (TRIBUNNEWS/DANY PERMANA)

Selanjutnya, Tjahjo menjelaskan, pasangan Jokowi-JK akan menggenjot pembiayaan untuk program-program pembangunan ekonomi, antara lain pembangunan jalan, infrastruktur laut, bandara dan sebagainya dengan cara memaksimalkan penerimaan negara.

"Penerimaan dari pajak kita tingkatkan, mengoptimalkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang mencapai Rp 1.800 triliun, di samping terus membuka pintu investasi lokal maupun asing masuk ke sini," papar Tjahjo.

Tjahjo menyebutkan, pasangan Jokowi-JK mempunyai visi dan misi untuk melakukan berbagai program di bidang ekonomi dalam jangka pendek, menengah dan panjang.

Program tersebut, ungkap dia, diharapkan dapat direalisasikan secepatnya jika pasangan tersebut terpilih menjadi kepala negara.

Sri Mulyani bandingkan dengan negara lain

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Senin (24/2/2019). (KOMPAS.COM/MUTIA FAUZIA)

Baca: Singgung Efektivitas PPKM, Jokowi: Lockdown Satu Kota Untuk Apa?

Baca: China Heran, Jokowi Himpun Dana untuk Pembangunan Besar-besaran, tapi Berani Kecualikan Tiongkok

Sementara itu dikutip dari Antara, Sri Mulyani menuturkan selama ini pemerintah menetapkan langkah-langkah dengan mengutamakan prinsip kehati-hatian sehingga kontraksi ekonomi cukup moderat dan defisit APBN sebesar 6 persen, juga relatif lebih kecil dibanding negara lain yang di atas 10 persen.

Ia menjelaskan defisit yang semakin tinggi menunjukkan utang yang dimiliki juga semakin banyak seperti defisit negara maju yakni Amerika Serikat (AS) mendekati 15 persen dan Perancis 10,8 persen.

“Ini artinya apa? negara-negara ini hanya dalam satu tahun utang negaranya melonjak lebih dari 10 persen sementara Indonesia tetap bisa terjaga di kisaran 6 persen,” jelas Sri Mulyani.

Tak hanya itu, ia menyebutkan banyak negara maju yang utang pemerintahnya telah melampaui nilai Produk Domestik Bruto (PDB) seperti AS sekitar 103 persen, Perancis lebih dari 118 persen, Jerman 72 persen dari PDB, China hampir 66 persen, dan India mendekati 90 persen.

Sementara itu, Indonesia juga mengalami kenaikan utang, namun rasio terhadap PDB di level 38,5 persen sehingga masih dalam posisi prudent dibandingkan negara maju dan ASEAN seperti Malaysia 66 persen, Singapura 131 persen, Filipina 54,8 persen dan Thailand 50 persen.

“Kita perkirakan (utang Indonesia) akan mendekati 40 persen dari PDB namun sekali lagi Indonesia masih relatif dalam posisi yang cukup hati-hati atau prudent,” tegas Sri Mulyani.

(TribunnewsWiki.com/Nur, TribunJateng/Editor: rival al-manaf)

Artikel ini telah tayang di Tribunjateng.com dengan judul Utang Luar Negeri Indonesia Selama Kepemimpinan Jokowi Meningkat Tajam, Ini Daftar Peningkatannya



Penulis: Ahmad Nur Rosikin
Editor: Melia Istighfaroh
BERITA TERKAIT

Berita Populer