Berdasarkan data Bank Indonesia (BI) yang dirilis pada Senin (15/2/2021), utang luar negeri Indonesia mencapai 417,5 miliar dollar AS, atau sekitar Rp 5.803,2 triliun (kurs Rp 13.900 per dollar AS) per kuartal IV 2020.
Utang tersebut mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan kuartal III di tahun yang sama, yakni sebesar 413 miliar USD.
Padahal, Presiden Joko Widodo sempat berjanji untuk tidak menambah utang baru, pada kampanye periode pertamanya.
Kenyataannya, utang luar negeri Indonesia terus mengalami lonjakan dari tahun ke tahun.
Pada November tahun lalu saja, pemerintah Indonesia juga baru saja menarik utang cukup besar dalam bentuk utang bilateral.
Rinciannya sebesar Rp 15,45 triliun dari Australia dan Rp 9,1 triliun dari Jerman.
Jika dibandingkan dengan masa pemerintahan awal Jokowi, kenaikan jumlah terlihat lebih tajam.
Baca: Jokowi Bisa Tugaskan DPR untuk Revisi UU ITE, YLBHI: Harus Pastikan Bukan Sekedar Retorika Belaka
Baca: Fraksi PKS Dukung Jokowi Revisi UU ITE: Rencana Ini Sejalan dengan Pandangan Kami
Pada akhir kuartal IV-2014, posisi ULN Indonesia tercatat sebesar 292,6 miliar dollar AS dengan rasio terhadap PDB sebesar 32,9 persen.
Detailnya, sektor publik sebesar 129,7 miliar dollar AS (44,3 persen dari total ULN) dan ULN sektor swasta 162,8 miliar dollar AS (55,7 persen dari total ULN).
Presiden Jokowi berjanji untuk tidak menambah beban utang negara dari luar negeri pada masa kampanye Pilpres 2014, sebagaimana diberitakan TribunJateng.com.
Kala itu Jokowi yakin pemerintah tak perlu menambah hutang.
Syaratnya pengelolaan APBN harus dilakukan dengan efisien.
Saat itu, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Tjahjo Kumolo (Saat ini menjabat Menpan RB) mengatakan, pasangan calon presiden (capres) Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) secara tegas menolak untuk menambah porsi utang luar negeri bila terpilih menjadi presiden dan wakil presiden pada pemilu presiden 9 Juli mendatang.
"Kita mau mandiri, sehingga segala bentuk proses pembangunan pendidikan, infrastruktur harus menggunakan dana sendiri. (Jokowi-JK) menolak bentuk utang baru supaya bisa mengurangi beban utang setiap tahun," kata Tjahjo dikutip dari pemberitaan Kompas.com pada 3 Juni 2014 silam.
Baca: Jokowi: Untuk Dapatkan Vaksin Covid-19 Tak Mudah, Indonesia Harus Bersaing dengan Ratusan Negara
Baca: Jokowi Minta Polri Hati-hati Terjemahkan Pasal UU ITE: Bisa Timbulkan Multitafsir
Selanjutnya, Tjahjo menjelaskan, pasangan Jokowi-JK akan menggenjot pembiayaan untuk program-program pembangunan ekonomi, antara lain pembangunan jalan, infrastruktur laut, bandara dan sebagainya dengan cara memaksimalkan penerimaan negara.
"Penerimaan dari pajak kita tingkatkan, mengoptimalkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang mencapai Rp 1.800 triliun, di samping terus membuka pintu investasi lokal maupun asing masuk ke sini," papar Tjahjo.
Tjahjo menyebutkan, pasangan Jokowi-JK mempunyai visi dan misi untuk melakukan berbagai program di bidang ekonomi dalam jangka pendek, menengah dan panjang.
Program tersebut, ungkap dia, diharapkan dapat direalisasikan secepatnya jika pasangan tersebut terpilih menjadi kepala negara.