Hal ini pula menjadi sorotan dari anggota DPR RI Dedi Mulyadi.
Dia merasa prihatin terhadap Abu Janda yang disebutnya sebagai influencer banyak tingkah tapi tanpa disertai ilmu yang memadai.
Dedi Mulyadi menilai jika influencer seperti itu adalah salah satu problem demokrasi.
Sebab fenomena Abu Janda menandakan salah satu masalah intelektualitas influencer.
"Abu Janda adalah problem minimnya gagasan kaum influencer.
Banyak aksi kurang isi. Banyak aksi kurang referensi," kata Dedi kepada Kompas.com via sambungan telepon, Sabtu (30/1/2021).
Tak hanya itu, Dedi juga menyoroti pakaian taradisional Jawa yang selalu dipakai Abu Janda.
Akan tetapi cara bicara dan tindak tanuknya tidak mewakili budaya Jawa.
"Saya malah bertanya, sebenarnya dia ini mewakili siapa. Kalau mewakili kaum tradisi, tradisi mana yang dia kembangkan.
Kalau mewakili kaum nahdliyin dia nyantri di mana dan kitab apa yang dia sukai.
Kalau bicara tentang pluralisme, nasionalisme, maka dilarang untuk bersikap rasialisme," kata Dedi.
Anggota DPR RI itu mengatakan jika Indonesia membutuhkan orang-orang yang memiliki karya nyata dan sikap keteladanan yang memadai.
Hanya dengan dua sikap itulah, menurut Dedi masyarakat bisa membangun negeri yang majemuk ini secara baik.
Menurutnya, berbagai tindakan yang membuka ruang perdebatan tanpa dasar hanya akan melahirkan konflik yang tak berkesudahan.
"Saatnya menata negeri ini dengan baik. Demokrasi harus diisi oleh orang-orang cerdas," katanya.
Dedi mengatakan, demokrasi hanya akan diisi oleh orang-orang cerdas dan obyektif, tanpa membabi buta berbicara kepada sebuah kelompok pemikiran yang berbeda.
"Kalau kaum pluralis membabi buta pada kelompok yang dianggap berbeda, apa bedanya dengan kaum fundamentalis?" kata Dedi.
Menurutnya, kerangka berpikir tentang kebangsaan hanya akan diisi jiwa kebangsaan.
Sebaliknya, ketika berbicara tentang kebangsaan atau nasionalisme, kalau jiwanya hanya diisi jiwa kelompok atau isme, Dedi menilai itu tidak ada artinya.
"Artinya bahwa kebangsaan atau nasionalisme hanya menjadi paham berdasarkan isme yang kita yakini.
Maka, dalam perjalanannya hanya saling mengalahkan.sehingga isme-isme itu hanya isu atau kemasan.
Nasionalisme itu isi dari sistem kebangsaan kita, bukan hanya kemasan," kata Dedi.
Ia menilai, hari ini isme-isme itu berubah menjadi kemasan politik.
Karena kemasan politik, sering kali perilaku mereka yang merasa nasionalis tetapi tidak mencerminkan nasionalisme.
"Ternyata tidak bisa obyektif, tetap berpihak. Di luar golongan kita, kita anggap salah.
Fenomena Abu Janda itu salah satunya. Dia juga termasuk problem influencer yang minim gagasan, tapi banyak aksi," katanya.
Seperti diketahui, Abu janda alias Permadi Arya dilaporkan KNPI ke Bareskrim Polri pada Kamis (28/1/2021).
Permadi dilaporkan dengan dugaan ujaran rasialisme lewat akun Twitter-nya terhadap mantan komisioner Komnas HAM, Natalius Pigai.
“Telah diterima laporan kami secara kooperatif dari pihak polisi bahwa kami telah melaporkan akun Twitter @permadiaktivis1 yang diduga dimiliki saudara Permadi alias Abu Janda,” kata Ketua bidang Hukum KNPI Medya Riszha Lubis di Gedung Bareskrim, Jakarta Selatan, Kamis, dikutip dari Tribunnews.com.
“Yang kami laporkan adalah dugaan adanya ujaran kebencian dengan memakai SARA dalam tweet-nya tanggal 2 Januari tahun 2021 yang menyebut, kau @nataliuspigai2 apa kapasitas kau, sudah selesai evolusi kau," sambungnya.
Menurut Medya, kata “evolusi” dalam cuitan tersebut yang membuat mereka melaporkan akun itu.
KNPI menilai, dengan kata itu, akun tersebut diduga telah menyebarkan ujaran kebencian.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Dedi Mulyadi Prihatin Ada "Influencer" Banyak Aksi, tetapi Minim Referensi"