Deforestasi Dianggap Picu Banjir Kalsel, Istana Klaim Jokowi Tak Obral Izin Tambang dan Sawit

Penulis: Putradi Pamungkas
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Banjir Kalimantan Selatan (Kalsel) pada Jumat (15/1/2021).

TRIBUNNEWSWIKI.COM - Soal kritikan pemicu banjir besar di Kalimantan Selatan, Moeldoko menegaskan pemerintah tak obral izin tambang dan sawit.

Kepala Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko memberikan tanggapan terhadap kritikan sejumlah pihak yang menyebut deforestasi sebagai pemicu bencana banjir besar di Kalimantan Selatan.

Moeldoko mengatakan, penyusutan lahan hutan di Kalimantan tidak berbanding lurus dengan perizinan yang dikeluarkan pemerintah guna membuka tambang dan perkebunan sawit.

Ia menyebutkan, Presiden Jokowi justru tidak mengeluarkan izin baru di masa pemerintahannya.

"Saya pikir zamannya Pak Jokowi itu, mungkin kita lihat lah tidak mengeluarkan izin-izin baru. Jadi mungkin perlu kita lihat lebih dalam seberapa banyak sih, izin-izin yang sudah diberikan dalam kepemimpinan beliau?," ujarnya di Gedung Bina Graha, Rabu (20/1/2021).

"Menurut saya bisa dikatakan sangat kecil. Saya tidak tahu persis ya. Saya akan cari ya. Namun intinya bahwa selama pemerintahan Presiden Jokowi tidak obral dengan izin-izin. Poinnya di situ," lanjutnya menegaskan.

Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Jenderal (purn) Moeldoko di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (18/6/2019)(KOMPAS.com/Haryantipuspasari) (Kompas.com)

Moeldoko lantas menjelaskan bahwa pemerintah sudah memiliki pemahaman terhadap kondisi geografis Indonesia yang berada di kawasan cincin api lingkar Pasifik.

Oleh karena itu, sejumlah instrumen telah disiapkan untuk mengantisipasi bencana alam.

Salah satunya melalui instrumen hukum berupa Perpres Nomor 87 tahun 2020 pada 11 September 2020 yang berisi rencana induk penanggulangan bencana.

"Tapi kenyataannya kok masih ada bencana? Iya, bencana tidak bisa dikendalikan. Tetapi yang paling penting adalah pemerintah telah menyiapkan perangkatnya, instrumennya," tambah Moeldoko.

Baca: Walhi Kepada Jokowi: Kalau Datang Untuk Menyalahkan Hujan dan Sungai, Mending Nggak Usah ke Kalsel

Sebelumnya, Manager Kampanye Walhi Kalimantan Selatan M Jefri Raharja mengatakan, banjir di Kalsel tahun ini lebih parah daripada tahun-tahun sebelumnya.

Selain faktor curah hujan yang tinggi, masifnya pembukaan lahan yang terjadi secara terus menerus juga turut andil dari bencana ekologi yang terjadi di Kalimantan selama ini.

Data yang dimilikinya, pembukaan lahan terutama untuk perkebunan sawit terjadi secara terus menerus.

Dari tahun ke tahun, luas perkebunan mengalami peningkatan dan mengubah kondisi sekitar.

"Antara 2009 sampai 2011 terjadi peningkatan luas perkebunan sebesar 14 persen dan terus meningkat di tahun berikutnya sebesar 72 persen dalam 5 tahun," ujarnya sebagaimana diberitakan Kompas.com, Jumat (15/1/2021).

"Sedangkan untuk tambang, bukaan lahan meningkat sebesar 13 persen hanya 2 tahun. Luas bukaan tambang pada 2013 ialan 54.238 hektar," imbuhnya lagi.

Pihaknya menyayangkan kondisi hutan di Kalimantan yang kini beralih menjadi lahan perkebunan.

Pembukaan lahan atau perubahan tutupan lahan juga mendorong laju perubahan iklim global.

"Kalimantan yang dulu bangga dengan hutannya, kini hutan itu telah berubah menjadi perkebunan monokultur sawit dan tambang batu bara,” katanya lagi.

Perluasan lahan secara masif dan terus menerus, menurut Jefri memperparah bencana terutama di kondisi cuaca ekstrem.

“Akhirnya juga mempengaruhi dan memperparah kondisi ekstrem cuaca, baik itu di musim kemarau dan musim penghujan,” kata dia.

Tak Usah Datang

Sementara Direktur Eksekutif Walhi Kalsel Kisworo Dwi Cahyono melayangkan kritikan pedas kepada Presiden Jokowi.

Menurutnya, Jokowi tak perlu datang ke Kalimantan Selatan (Kalsel) jika hanya ingin menyalahkan alam.

Pasalnya saat itu, Jokowi mengatakan jika banjir yang terjadi disebabkan karena curah hujan yang tinggi dan sungai yang meluap.

Walhi meminta Jokowi tak usah berkunjung ke Kalsel jika tak bisa bijak dalam menanggapi bencana.

"Presiden Jokowi ke Kalsel kalau hanya menyalahkan hujan dan sungai mending enggak usah ke Kalsel," kata Kisworo, Selasa (19/1/2021) dikutip dari Kompas.com.

Kritikan tajam itu dilontarkannya karena menganggap kehadiran Presiden tidak sesuai yang diharapkan.

Yakni penanganan korban dan menjamin keselamatan rakyat.

Baca: Banjir Kalsel Menelan Korban Jiwa, Sederet Artis Asal Kalimantan Selatan Doakan Tanah Kelahirannya

Baca: Peringatan Dini BMKG Senin 18 Januari 2021: Waspadai Banjir, Longsor dan Angin Kencang

Menurut dia, seharusnya Jokowi datang sebagai tokoh yang kuat untuk menangani kondisi darurat di Kalimantan Selatan.

Ia menyebutkan, seharusnya Jokowi datang dan memanggil pemilik perusahaan yang dinilai telah merusak lingkungan Kalsel.

"Salah satunya berani memanggil pemilik perusahaan-perusahaan tambang, sawit, HTI, HPH. Kita dialog terbuka di hadapan rakyat dan organisasi masyarakat sipil," harapnya.

Banjir kali ini, menurutnya, menjadi penanda bahwa Kalimantan Selatan sudah berada dalam kondisi darurat ruang dan darurat bencana ekologis.

Sebab, ia mencatat 50 persen dari lahan di Kalimantan Selatan telah beralih fungsi menjadi tambang batu bara dan perkebunan sawit.

Rinciannya yakni tambang 33 persen dan kelapa sawit 17 persen.

Oleh karena itu, ia mengaku tidak kaget apabila bencana ekologis itu terjadi saat ini dan terparah dari tahun-tahun sebelumnya.

"Padahal, sudah sering saya atau Walhi Kalsel ingatkan bahwa Kalsel dalam kondisi darurat ruang dan darurat bencana ekologis," tegas dia.

Menurut catatan Walhi, banjir kali ini menjadi yang terbesar dan terluas sejak 2006.

Banjir besar, kata dia, pernah melanda pada 2006, tetapi tidak sampai merendam 11 kabupaten/kota.

Banjir Kalimantan Selatan (Kalsel) pada Jumat (15/1/2021) (Humas BNPB)

Ia juga menyebutkan, bencana banjir sejatinya sudah menjadi bencana yang berulang di Kalimantan Selatan.

"Melihat bencana yang selalu terulang. Bahkan setelah 2006, awal tahun 2021 ini bisa dikatakan banjir terbesar dan terluas di Kalsel melingkupi 11 kabupaten/kota," ujarnya.

Banjir kali ini, kata dia, juga sudah bisa diprediksi terkait cuaca oleh Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG).

Namun, ia menilai pemerintah lagi-lagi tidak siap dan masih gagap dalam penanganannya.

Dia berujar, pada akhirnya masyarakat yang kembali menanggung akibatnya.

"Sudah pandemi Covid-19 dihajar banjir, sudah jatuh tertimpa tangga," ucapnya.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo meninjau sejumlah lokasi yang terdampak banjir di Kalimantan Selatan (Kalsel), Senin (18/1/2021).

Ia mengatakan, banjir kali ini merupakan yang terbesar dalam puluhan tahun terakhir.

Baca: Banjir Kalimantan, Ada yang Ngotot Minta Penambangan Dibuka, Dedi Mulyadi: Kok Masih Mikir Korporasi

Baca: Viral Video Banjir Bandang di Bogor, 400 Warga Langsung Dievakuasi ke Tempat Aman

"Ini adalah sebuah banjir besar yang mungkin sudah lebih dari 50 tahun tidak terjadi di Provinsi Kalimantan Selatan," kata Jokowi, dikutip dari tayangan YouTube Sekretariat Presiden, Senin (18/1/2021).

Jokowi menyebutkan, curah hujan yang sangat tinggi selama hampir 10 hari berturut-turut menyebabkan volume air di Sungai Barito meluap.

Biasanya, sungai tersebut mampu menampung 230 juta meter kubik.

Sementara itu, saat ini volume air yang masuk mencapai 2,1 miliar meter kubik.

"Sehingga, memang meluap di 10 kabupaten dan kota," ujar Jokowi.

(TribunnewsWiki.com/Restu, Kompas.com/Nicholas Ryan Aditya)

Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Banjir Kalsel, Walhi: Presiden Jangan Hanya Salahkan Hujan, Panggil Juga Perusahaan Tambang"

(Tribunnewswiki.com/Putradi Pamungkas, Kompas.com/Dian Erika Nugraheny)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Soal Banjir Kalsel, Moeldoko Klaim Pemerintah Tak Obral Izin Tambang dan Sawit"



Penulis: Putradi Pamungkas
BERITA TERKAIT

Berita Populer