Isa Bajaj kemudian mengunggah sebuah foto seorang pria pengendara motor yang ternyata melakukan pelecehan seksual terhadap isrinya.
Pelecehan tersebut, menurut Isa, terjadi di sekitar rumahnya, di Komplek Abadi, Duren Sawit, Jakarta Timur.
Dari cerita yang diunggahnya di Instagram pribadinya, Isa mengaku istrinya mendapat pelecehan saat sedang berolahraga.
Menurut Rahayu, saat itu ada pria menggunakan kendaraan bermotor Yamaha Mio hitam, pakai topi biru, dan masker merah.
Rahayu sempat curiga dengan pria yang mengikutinya pelan-pelan saat itu di jalanan sepi.
Karena merasa diikuti, Rahayu lantas langsung melihat ke belakang.
Saat menengok, pelaku pun melakukan eksibisionis, mengeluarkan alat kemaluannya, di depan Rahayu.
Baca: Istri Jadi Korban Pelecehan Seksual, Isa Bajaj Sebarkan Foto Pelaku di Instagram
Baca: Polisi Selidiki Pelaku Pelecehan Seksual Terhadap Istri Isa Bajaj
Lalu apa sebenarnya arti eksibisionis itu?
Dilansir dari SehatQ.com, Eksibisionis merupakan kondisi di mana seseorang memiliki dorongan, fantasi dan tindakan untuk memperlihatkan alat kelaminnya pada orang asing.
Para pelaku tidak mengenal tempat, waktu, dan korban.
Pelaku sengaja memamerkan alat vitalnya kepada korban, mulai dari tempat sepi hingga tempat umum yang relatif ada banyak orang.
Pelaku eksibisionis memiliki keinginan yang kuat untuk diamati oleh orang lain ketika melakukan aktivitas seksual.
Celakanya, hal ini bahkan bisa membuat mereka semakin bergairah secara seksual.
Kondisi ini termasuk ke dalam gangguan paraphilia atau penyimpangan seksual.
Parahnya, orang eksibisionis merasa senang untuk mengejutkan korbannya.
Namun, eksibisionis umumnya hanya terbatas pada memperlihatkan alat kelamin saja.
Kontak seksual secara langsung dengan korban jarang terjadi, tapi pelakunya bisa bermasturbasi sambil mengekspos dirinya sendiri dan memiliki kepuasan seksual terhadap perilakunya tersebut.
Faktor penyebab seseorang mengidap eksibisionis bisa berasal dari beberapa hal..
Faktor tersebut meliputi gangguan kepribadian antisosial, penyalahgunaan alkohol, dan kecenderungan pedofilia.
Baca: Tak Hanya Fetish Gilang Bungkus, Inilah 10 Macam Hubungan Seks Abnormal Menurut Ahli
Baca: Penyimpangan Seksual, Seorang Pria di Thailand Berhubungan Intim dengan Sandal Jepit Milik Tetangga
Selain itu, faktor-faktor lain yang mungkin terkait, yaitu mengalami pelecehan seksual dan emosional pada masa kanak-kanak, atau kesenangan seksual di masa kecil.
Sebagian pelaku juga memiliki penyimpangan seksual lainnya.
Seseorang mungkin saja mengalami eksibisionis jika memenuhi kriteria berikut:
1. Memiliki fantasi, dorongan atau perilaku yang berulang untuk meningkatkan gairah seksual dengan memperlihatkan alat kelamin pada orang asing setidaknya selama 6 bulan.
2. Merasa sangat tertekan atas dorongan untuk melakukan perilaku tersebut sehingga tak dapat menjalani kehidupannnya dengan baik (termasuk dalam keluarga, lingkungan, ataupun pekerjaan).
Meskipun prevalensi eksibisionis tidak diketahui secara pasti, namun diperkirakan terjadi pada sekitar 2-4 persen populasi pria.
Akan tetapi, perilaku ini dapat berkurang seiring bertambahnya usia.
Sementara pada wanita, kondisi ini jarang terjadi.
Kemudian sebagian besar orang dengan gangguan eksibisionis tidak mencari dan tidak mendapatkan perawatan hingga mereka ditangkap oleh pihak yang berwenang.
Jika Anda atau orang terdekat Anda memiliki kelainan eksibisionis atau menunjukkan tanda-tandanya, maka perawatan dini sangatlah diperlukan.
Perawatan dan pengobatan paling umum dilakukan dengan pendekatan psikoterapi.
Penelitian menunjukkan bahwa terapi perilaku kognitif efektif dalam mengobati gangguan eksibisionis.
Baca: Syok Digerayangi Sesama Wanita, Penghuni Baru Rutan di Bandung Laporkan Tentang Penyimpangan Seksual
Baca: Kasus Pelecehan Seksual, Seorang Kades di Wajo Cium Mahasiswi yang Mau Minta Tanda Tangan
Terapi tersebut dapat membantu individu mengidentifikasi pemicu yang menyebabkan dorongan eksibisionis, dan mengelola dorongan tersebut dengan cara yang lebih sehat sehingga tidak lagi menunjukkan alat kelaminnya pada orang lain.
Pendekatan psikoterapi lain yang mungkin dilakukan, yaitu pelatihan relaksasi, pelatihan empati, strategi coping (mengatasi dan mengendalikan situasi atau masalah), dan restrukturisasi kognitif (mengidentifikasi dan mengubah pikiran yang mengarah pada eksibisionis).
Selain psikoterapi, obat-obatan juga dapat digunakan untuk membantu mengobati eksibisionis.
Obat-obatan tersebut bisa menghambat hormon seksual yang mengakibatkan penurunan hasrat seksual.
Obat-obatan ini dapat berupa leuprolide dan medroxyprogesterone asetat.
Pelaku eksibisionis harus mendapat persetujuan dari dokter untuk penggunaan obat-obatan tersebut.
Secara berkala, dokter akan melakukan tes darah untuk memantau efek obat pada fungsi hati.
Selain itu, dokter juga akan melakukan tes lain untuk mengukur kadar testosteron.
Beberapa obat yang biasa digunakan untuk mengobati depresi dan gangguan suasana hati lainnya, seperti selective serotonin reuptake inhibitors (SSRI), juga dapat mengurangi hasrat seksual sehingga bisa digunakan oleh dokter untuk mengobati penyimpangan seksual ini.