Rinciannya adalah tambang ilegal sebanyak 8,7 juta hektar dan kebun ilegal sebanyak 8,4 juta hektar.
Komisi IV DPR RI Dedi Mulyadi pada Selasa, (19/1/2021), mengatakan negara harus mengambil langkah hukum karena jumlah tambang dan kebun ilegal di tanah air sudah sangat luas.
Dedi mengatakan negara merugi dua kali karena praktik ilegal tersebut.
Negara, kata Dedi, harus segera menyelamatkan hutan yang dipakai untuk kegiatan ilegal itu.
"Jangan sampai kerugian dibiarkan. Negara rugi dua kali, sementara mereka menikmati hasil kebun dan tambang ilegal. Harus ada langkah penanganan hukum. Itu diperlukan tangan-tangan kuat dari negara," kata Dedi, Selasa (19/1/2020), dikutip dari Kompas.
Dedi menjelaskan kebun dan tambang ilegal itu tersebar di sejumlah daerah di Indonesia.
Ia memerinci kebun dan tambang ilegal di Kalimantan Tengah masing-masing mencapai 3.934.963 hektar dan 3.570.519,20 hektar.
Baca: Banjir Kalimantan, Ada yang Ngotot Minta Penambangan Dibuka, Dedi Mulyadi: Kok Masih Mikir Korporasi
Lalu, di Kalimantan Timur kebun ilegal mencapai 750.829 hektar dan tambang ilegal 774.519 hektar.
Selanjutnya di Kalimantan Barat, kebun ilegal memcapai 2.145.846 hektar dan tambang ilegal 3.602.263 hektar.
Lalu di Kalimantan Selatan, kebun ilegal 370.282,14 hektar dan tambang ilegal 84.972,01 hektar.
Berikutnya di Sulawesi Tenggara, kebun ilegal mencapai 20.930 hektar dan tambang ilegal 617.818 hektar. Kemudian di Riau, kebun ilegal mencapai 333.864,08 hektar.
Berikutnya di Jambi, kebun ilegal mencapai 298.088 dan tambang ilegal 67.742 hektar.
Di Jawa Barat juga kebun ilegal mencapai 683.550 hektar dan tambang ilegal 328,62 hektar.
Dengan demikian, total luas kebun ilegal di 8 daerah itu mencapai 8.456.772,05 dan tambang ilegal 8.713.167,58 hektar.
Jadi total luas kebun dan tambang ilegal di Indonesia mencapai 17.169.939,63.
Baca: Banjir Kalsel Menelan Korban Jiwa, Sederet Artis Asal Kalimantan Selatan Doakan Tanah Kelahirannya
"Dari total kebun dan tambang ilegal itu, kerugian negara mencapai ratusan triliun," kata Dedi kepada Kompas.com melalui sambungan telepon, Selasa (19/1/2021).
Dedi mengatakan, data kebun dan tambang ilegal hasil temuan Komisi IV itu sudah disampaikan dalam rapat kerja dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
"Kita sampaikan data tentang penggunaan lahan ilegal dengan jumlah fantastis dan kerugian yang jauh lebih fantastis," ujarnya.
Ia mendesak pemerintah untuk segera menindaklanjutinya. Sebab, negara dirugikan dua kali oleh kebun dan tambang ilegal itu.
Selain pendapatan hilang, keduanya juga menyebabkan kerusakan lingkungan dan merugikan masyarakat.
"Salah satunya adalah banjir," kata anggota DPR dari Fraksi Golkar itu.
Dedi Mulyadi mendesak kepada pemerintah untuk segera melakukan evaluasi secara menyeluruh penambangan hutan yang memiliki potensi terhadap munculnya bencana alam seperti banjir.
Baca: Pencarian Korban Longsor Akibat Banjir Besar di Kalimantan Selatan, Ada Anak Kecil & Mantan Kades
Hal itu untuk mencegah peristiwa serupa terulang pada waktu mendatang. Desakan itu terkait dengan bencana banjir besar yang melanda Kalimantan dan menyebabkan ribuan rumah terdampak.
Dedi mengatakan evaluasi itu meliputi penambangan ilegal dan pemanfaatan hutan ilegal karena jumlahnya saat ini sangat banyak di seluruh Indonesia, dan itu berlangsung selama berpuluh-puluh tahun tanpa ada langkah memadai untuk menanganinya.
"Pemerintah mengalami dua kerugian. Pertama alam rusak dan kedua pendapatan tidak ada. Alam yang rusak mencapai ratusan ribu hektare. Saya sudah berulangkali meminta pemerintah untuk mengevaluasi penambangan hutan yang menyebabkan banjir," kata Dedi kepada Kompas.com, Senin (18/1/2021).
Selanjutnya, Dedi juga meminta pemerintah melakukan evaluasi faktor bencana.
Penyebab bencana harus ditelusuri dan dibuat kajian komprehensif serta diumumkan secara terbuka kepada publik sehingga bisa sama-sama melakukan perbaikan.
Selain itu, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dimnta berkoordinasi dengan Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR) secara sungguh-sungguh memetakan tata ruang di Indonesia yang memiliki semangat keberlanjutan.
Baca: VIRAL Foto Front Persaudaraan Islam Bantu Korban Banjir di Kalimantan Selatan Meski Tanpa Atribut
Hal itu agar daerah tidak mengubah tata ruang 5 tahun sekali.
"Sebab saya paham betul ketika mengubah tata ruang di sebuah wilayah kabupaten, kota atau provinsi, pendekatan ekonomi politik jauh lebih tinggi daripada pendekatan teknis. Saya pernah mengalami itu," kata mantan bupati Purwakarta itu.
Dedi mengatakan pihaknya juga mendapat informasi bahwa ada satu perusahaan yang masih ngotot mengajukan izin penambangan di tengah duka melanda Kalimantan.
Ia minta gubernur dan wali kota kota untuk tidak memberi izin. "Kok masih ada perusahaan yang masih berpikir kepentingan korporasi. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehuatan harus tegas bersikap untuk masalah lingkungan," kata Dedi.
Ditanya tentang nama perusahaan tersebut, Dedi tidak memberitahukannya.
Sebelumya, banjir melanda sejumlah daerah di Kalimantan. Di Kalimantan Selatan, jalur Tans-Kalimantan terputus. Sementara di Kalimantan Barat, tepatnya di Kabupaten Landak, banjir setinggi 1 meter merendam 10 desa.
Selanjutnya di Kabupaten Balangan, Kalimantan Selatan, banjir merendam 3.000 rumah. Lalu di Nunukan Kalimantan Utara, 8 desa diterjang banjir yang menyebabkan 2.752 jiwa terdampak.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Dedi Mulyadi: Saya Sudah Berulang Kali Minta Penambangan Hutan Penyebab Banjir Dievaluasi" dan "Kebun dan Tambang Ilegal 17 Juta Hektar, Dedi Mulyadi: Negara Rugi Dua Kali"