Dilaporkan berasal dari Inggris, mutasi corona ini memiliki tingkat penularan yang lebih tinggi.
Dugaan ini diperkuat dengan lamanya jeda kemunculan mutasi B.1.1.7 dengan diambilnya kebijakan larangan masuknya WNA oleh pemerintah Indonesia.
Kemunculan mutasi itu sudah diberitakan sejak September tahun lalu, sedangkan pemerintah baru melarang masuknya WNA pada 1 Januari 2021.
Hal ini dikatakan oleh Riza Arief Putranto, peneliti genomik molekuler dari Aligning Bioinformatics dan anggota konsorsium Covid-19 Genomics UK,
Jeda waktu selama 3-4 bulan itu memungkinkan sejumlah orang yang bepergian dari Inggris lalu masuk ke Indonesia dan terinfeksi mutasi virus tersebut.
Karena itu, kebijakan pemerintah menutup pintu masuk ke Indonesia bagi seluruh WNA sejak 1 hingga 14 Januari dinilai tak cukup untuk mencegah masuknya mutasi virus corona tersebut.
Baca: Mutasi Virus Corona Terdeteksi di Jateng, Ganjar: Harus Jauh Lebih Waspada, Tak Perlu Khawatir
”Saat ini penting untuk memikirkan mitigasinya, bukan hanya pencegahannya,” kata Riza.
Adapun untuk menemukan varian baru ini diperlukan surveilans genomik.
Sejauh ini surveilans genomik di Indonesia masih sangat kurang sehingga bisa jadi virus ini sudah ada di Indonesia, tetapi belum terdeteksi.
Wakil Kepala Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Herawati Supolo Sudoyo mengatakan untuk mendeteksi keberadaan varian baru B.1.1.7 ini harus dilakukan analisis pengurutan total genomnya.
Menurut Herawati, varian baru ini memiliki 17 mutasi dan 6 di antaranya di protein spike (paku).
”Kalau analisis PCR biasa hasilnya bisa tidak konklusif, jadi tidak ada jalan lain selain WGS (whole genome sequencing),” katanya.
Sementara itu untuk menganalisis sekunes genom, membutuhkan biaya tidak murah. Menurut Herawati, untuk 20 spesimen saja butuh biaya sekitar Rp 300 juta atau sekitar Rp 15 juta per spesimen.
Baca: Hasil Studi: Sejauh Ini Belum Ada Mutasi yang Membuat Virus Corona Lebih Cepat Menular
”Sejauh ini Eijkman telah melakukan analisis WGS 40 genom, dan menargetkan melakukan analisis terhadap 1.000 spesimen,” katanya.
Herawati mengatakan Kementerian Kesehatan berencana meningkatkan kapasitas surveilans genomik ini dengan menggandeng sejumlah laboratorium di bawah Litbang Kementerian Kesehatan.
Sementara Eijkman dan sejumlah laboratorium molekuler perguruan tinggi di bawah koordinasi Kementerian Riset dan Teknologi
Namun, menurut Riza, peningkatan surveilans genomik di Indonesia ini tidak bisa dilakukan dengan cepat.
”Karena itu mitigasi harus jadi yang utama saat ini,” ujarnya.
Varian baru B.1.1.7 ini diketahui memiliki kemampuan lebih menular hingga 70 persen dibandingkan dengan varian awal SARS-CoV-2 yang ditemukan di Wuhan, China.
Baca: WASPADA 7 Gejala Varian Virus Corona Baru yang Dirasakan Pasien, Salah Satunya Merasa Kebingungan
Sekalipun belum ada bukti bahwa virus ini bisa memicu keparahan dan risiko kematian, tetapi, menurut Riza, yang harus diperhitungkan yaitu kemungkinan lebih cepatnya penularan dan lonjakan kasus Covid-19.
Untuk itu, upaya untuk menekan lonjakan kasus dengan melakukan 3 T (tracing, testing, dan treatment) serta pembatasan pergerakan orang sangat dibutuhkan.
Riza menambahkan dari sekitar 138 total genom SARS-CoV-2 dari Indonesia yang telah didaftarkan di GISAID, platform gobal berbagi data genom virus, belum ditemukan adanya mutasi B.1.1.7 ini.
”Dari 138 genom itu, sebanyak 92 memiliki varian mutasi D614G,” ujarnya.
Delapan genom yang baru didaftarkan Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo ke GISAID, menurut Riza, juga masih memiliki varian D614G.
Mutasi D614G telah ditemukan di Indonesia sejak Agustus 2020 dan saat ini telah mendominasi sekitar 67 persen dari genom virus corona baru ini di Indonesia.
Baca: Muncul Varian Baru Corona di Inggris, Menristek: Belum Ada Bukti Tingkat Keparahannya Lebih Tinggi
Varian D614G sebelumnya juga diketahui lebih menular, tetapi B.1.1.7 jauh lebih menular dan di banyak negara lain telah menggantikan varian-varian sebelumnya.
Menurut laporan Centers for Desease Control and Prevention (CDC) Amerika Serikat, selain varian B.1.1.7, saat ini juga muncul varian baru yang terbentuk dari mutasi di Afrika Selatan yang dikenal sebagai B.1.351.
Selain itu juga muncul varian ketiga juga muncul dan telah terdeteksi di Nigeria, tetapi tidak ada bukti bahwa itu lebih parah atau lebih dapat menular.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Mutasi Virus Corona dari Inggris Diprediksi Sudah Masuk ke Indonesia, Pemerintah Harus Bersiap"