Kepla Divisi Humas Argo Yuwono juga membeberkan sumber dana JI yang mewajibkan anggotanya memiliki pekerjaan tetap dan menyisihkan pendapatannya sebesar 5 persen.
Argo mengatakan, uang tersebut wajib diberikan anggota kepada JI pusat setiap bulan.
Dana itulah yang menjadi salah satu sumber pemasukan dari organisasi JI dalam melakukan kegiatan terorisme.
"Anggota JI kan banyak ya profesinya.
"Ada penjual bebek, pisang goreng."
"5% (pendapatan) itu disisihkan kemudian dikirim ke JI pusat," kata Argo di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (18/12/2020).
Baca: Vila di Jateng Jadi Tempat Latihan Militer Kelompok Jamaah Islamiyah, Incar Santri Muda Cerdas
Baca: Kronologi Pelemparan Bom Molotov di Masjid di Cengkareng, Polisi Lakukan Penyelidikan
Namun demikian, Argo menyampaikan ada dua tempat lain yang menjadi sumber pendanaan organisasi JI.
Di antaranya, kotak amal yang disebar di berbagai lokasi hingga dari yayasan yang di bawah naungan JI.
Argo menjelaskan, uang itu tidak sepenuhnya digunakan oleh organisasi JI dalam kegiatan tindak pidana terorisme.
Uang yang terkumpul juga digunakan dalam memberikan anggotanya yang tak memiliki pekerjaan tetap.
"Uang itulah yang digunakan untuk membiayai semua jaringan dan selnya di seluruh Indonesia, yang tidak memiliki pekerjaan tetap."
"Jadi seperti itu pendanaannya, dari kotak amal, dari menyisihkan pendapatannya, juga dari Yayasan One Care," ungkapnya.
Total ada 6.000 orang tergabung dalam jaringan organisasi teroris Jamaah Islamiyah (JI) yang masih aktif di Indonesia.
"Dari penjelasan beberapa tersangka, sekitar 6.000 jaringan JI masih aktif."
"Ini menjadi perhatian kami," ucap Argo.
Polri sebelumnya membeberkan tipe yayasan yang terafiliasi dengan organisasi Jamaah Islamiyah, yang kerap mencari dana melalui penyalahgunaan kotak amal.
Dana itu menjadi salah satu sumber operasional organisasi JI.
Kadiv Humas Polri Argo Yuwono mengatakan, kotak amal itu tersebar di seluruh daerah di Indonesia.
Hal itu diketahui berdasarkan keterangan dari tersangka Fitria Sanjaya alias Acil.
"Ini berdasarkan keterangan tersangka Fitria Sanjaya alias Acil dari Yayasan Abdurrahman Bin Auf (ABA) tentang jumlah kotak amal yang ada," kata Argo lewat keterangan tertulis, Kamis (17/12/2020).
Dari keterangan tersangka, kata Argo, setiap penarikan atau pengumpulan uang infaq dari kotak amal, sebelum dilaporkan atau diaudit, sudah dipotong terlebih dahulu untuk alokasi jamaah.
"Sehingga netto/jumlah bersih yang didapatlah yang dimasukkan ke dalam laporan audit keuangan."
"Yang mana laporan keuangan tersebut yang nanti akan dilaporkan kepada BAZNAS (Badan Amil Zakat Nasional) setiap per semester, agar legalitas kotak amal tetap terjaga," ungkapnya.
Adapun yayasan-yayasan bentukan Jamaah Islamiyah ada dua tipe, yakni:
a. Yayasan Pengumpul Infaq Umum (Metode Kotak Amal) memiliki persyaratan:
- Harus terdaftar di Kemenkumham sebagai legalitas yayasan dan untuk syarat untuk mengeluarkan ijin BAZNAS;
- Harus terdaftar di BAZNAS sebagai legalitas pengumpulan Infaq secara masif/umum;
- Terdaftar di Kemenag untuk legalitas kegiatan dan membangun kepercayaan Umat islam di Indonesia dan tidak melenceng dari aturan kenegaraan, (setiap tahun dilakukan audit/survei oleh Kemenag);
- Contoh yayasan: ABA dan FKAM.
B. Yayasan Pengumpul Infaq Khusus (pengumpulan secara langsung) yaitu:
- Metode pengumpulan infaq yang dilakukan pada saat acara tertentu seperti tablig akbar;
- Hanya memerlukan SK Kemenkumham untuk legalitas dan tidak perlu ijin BAZNAS dan Kemenag, karena pengumpulan tidak secara terus menerus melainkan berkala;
- Program Jamaah Islamiyah di antaranya adalah pengumpulan dana untuk bantuan Suriah dan Palestina.
Yang mana uang Infaq dikumpulkan dengan cara membuat acara tablig yang menghadirkan tokoh-tokoh dari Suriah atau Palestina, dan uang Infaq diambil dari para peserta tablig;
- Biasanya kurang transparansi jumlah uang infaq yang terkumpul yang dimunculkan ke publik, karena tidak ada lembaga auditor;
- Contoh yayasan: SO (Syam Organizer), OC (One Care), HASHI, HILAL AHMAR.
Sebelumnya, Polri mengungkapkan ciri-ciri kotak amal yang diduga menjadi sumber pendanaan kelompok teroris Jamaah Islamiyah (JI).
Hal tersebut diketahui berdasarkan keterangan salah satu tersangka bernama Fitria Sanjaya alias Acil, pimpinan Yayasan Abdurrahman Bin Auf (ABA).
Baca: Jamaah Islamiyah
Baca: Eks Pentolan Jamaah Islamiyah Ungkap Target Bom Polrestabes Medan, Sebut Ada Keterlibatan JAD
Kepala Divisi Humas Polri Irjen Argo Yuwono mengatakan, yayasan tersebut terafiliasi dengan organisasi teroris Jamaah Islamiyah.
Dia bilang, ada dua bentuk kotak amal yang dapat diidentifikasi.
"Ciri-ciri kotak amal yang diketahui, pertama, kotak kaca dengan rangka alumunium untuk wilayah Jakarta, Lampung, Malang, Surabaya, Temanggung, Yogyakarta, dan Semarang," kata Argo lewat keterangan tertulis, Kamis (17/12/2020).
Selain itu, Argo menyampaikan ada dua ciri lainnya yang bisa diidentifikasi masyarakat, khususnya untuk kotak amal berbentuk kaca dan sebarannya.
"Kotak kaca dengan rangka kayu untuk wilayah Solo, Sumut, Pati, Magetan, dan Ambon," jelasnya.
Ada lima ciri lainnya yang bisa diidentifikasi oleh masyakarat.
Namun memang, tidak ada ciri-ciri khusus yang menandakan kotak amal itu milik organisasi terlarang tersebut.
Ciri-ciri lain itu adalah:
1. Melampirkan nama yayasan dan contact person pengurus yayasan;
2. Melampirkan nomor SK Kemenkumham, nomor SK Baznaz, SK Kemenag;
3. Di dekat kotak dilampirkan majalah yang menggambarkan program-program yayasan;
4. Penempatan kotak amal mayoritas di warung-warung makan konvensional, karena tidak perlu izin khusus, dan hanya meminta izin dari pemilik warung yang biasanya bekerja di warung tersebut;
5. Untuk ciri-ciri spesifik yang mengarah ke organisasi teroris tidak ada, karena bertujuan agar tidak memancing kecurigaan masyarakat dan dapat berbaur.
Sebelumnya, Polri mengungkapkan asal-usul dana yang digunakan dalam operasi jaringan teroris Jamaah Islamiah (JI).
Total, ada dua pemasukan dana yang biasa digunakan organisasi terlarang tersebut.
Karo Penmas Humas Polri Brigjen Awi Setyono mengatakan, pemasukan dana pertama berasal dari badan usaha milik perorangan para anggota JI.
"Polri juga menemukan bahwa JI mempunyai dukungan dana yang besar."
"Di mana dana ini bersumber dari badan usaha milik perorangan atau milik anggota JI," ungkap Brigjen Awi di Bareskrim Polri, Jakarta, Senin (30/11/2020).
Selanjutnya, organisasi Jamaah Islamiyah juga menggunakan dana yang berasal dari kotak amal.
Menurut Awi, kotak amal itu ditempatkan di sejumlah minimarket di Indonesia.
"Kedua penyalahgunaan fungsi dana kotak amal yang kami temukan di minimarket di beberapa wilayah di Indonesia," jelasnya.
Lebih lanjut, Awi menyampaikan dana tersebut digunakan oleh JI untuk sejumlah kepentingan organisasi.
Mulai dari pemberangkatan anggota ke Suriah, hingga pembelian persenjataan dan bahan peledak.
"Dana itu oleh JI digunakan operasi pemberangkatan para teroris ke Suriah dalam rangka kekuatan militer dan taktik teror."
"Untuk mengaji para pemimpin JI, dan yang terakhir untuk pembelian persenjataan atau bahan peledak yang digunakan untuk amaliyah, untuk jihad organisasi JI," bebernya.
Berikut ini sebaran kotak amal yayasan ABA:
1. Sumatera Utara: 4.000 kotak;
2. Lampung: 6.000 kotak;
3. Jakarta: 48 kotak;
4. Semarang: 300 kotak;
5. Pati: 200 kotak;
6. Temanggung: 200 kotak;
7. Solo: 2.000 kotak;
8. Yogyakarta: 2.000 kotak;
9. Magetan: 2.000 kotak;
10. Surabaya: 800 Kotak;
11. Malang: 2.500 kotak;
12. Ambon: 20 kotak. (Igman Ibrahim)
Artikel ini telah tayang di Wartakotalive dengan judul Anggota Wajib Sisihkan 5 Persen Pendapatan per Bulan untuk Biayai Aksi Terorisme Jamaah Islamiyah.