Shi Zhengli, nama 'ilmuwan kelelawar' ini adalah Wakil Direktur Institut Virologi Wuhan, tempat di mana ada spekulasi yang menyatakan bahwa virus corona bocor dari laboratorium Wuhan-nya.
Ia dijuluki 'wanita kelelawar' karena studinya tentang kelelawar.
Kepada BBC, Shi Zhengli, wakil direktur Institut Virologi Wuhan (WIV), mengatakan telah dua kali berkomunikasi dengan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Virus Corona atau pandemi Covid-19 bermula dari sebuah kota di China bagian selatan, Wuhan.
Kota di Provinsi Hubei itu pun sempat menyita perhatian dunia, lantaran penularan Covid-19 terpantau cukup mencekam dan memakan korban cukup banyak disana.
Meski pemerintah China telah berusaha menanggulangi penyebaran virus, nyatanya Covid-19 tetap menyebar dan ditambah lagi, pergerakan antar masyarakat di era globalisasi semakin mempermudah penularan Corona diawal-awal masa pandemi.
Dunia internasional pun menekan pemerintahan China yang dituding sengaja menutup-nutupi awal mula penyebaran virus Corona ini dan menolak penyelidikan independen dari WHO terkait asal muasal penyebaran virus ini pada awal tahun 2020 lalu.
Baca: Sinovac Disebut Paling Lemah Dibanding Vaksin Lain, BPOM Beri Klarifikasi
Kini pandemi Covid-19 telah mendunia dan mirisnya, sekarang Wuhan sebagai episenter virus Corona justru mulai pulih kembali, ketika negara-negara lain masih kelimpungan dengan wabah ini.
WHO pun kini sudah memulai untuk penyelidikan asal muasal dari virus Corona di Wuhan.
Ilmuwan China menegaskan bersedia terbuka terhadap kunjungan apa pun, untuk meluruskan spekulasi bahwa virus corona bocor dari laboratorium Wuhan-nya.
Kepada BBC, Shi Zhengli, wakil direktur Institut Virologi Wuhan (WIV), mengatakan telah dua kali berkomunikasi dengan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Rencananya misi pencarian fakta Covid-19 di Wuhan digelar Januari.
“Saya secara pribadi dan dengan jelas menyatakan akan menyambut mereka untuk mengunjungi WIV,” melansir New York Post pada Selasa (22/12/2020).
“Saya secara pribadi akan menyambut segala bentuk kunjungan berdasarkan dialog yang terbuka, transparan, terpercaya, dapat diandalkan, dan masuk akal,” tulis ilmuwan yang terkenal dengan studinya tentang kelelawar, sehingga membuatnya disebut “ wanita kelelawar.”
Ditanya apakah itu akan mencakup penyelidikan formal dengan akses ke data dan catatan labnya, dia berkata, "Rencana spesifik bukan saya yang putuskan."
Zhengli bersikeras bahwa basis data online lab telah dihapus awal tahun ini.
Itu dilakukan karena serangan terhadap staf dan laboratorium tersebut.
Baca: Beredar Isu WHO Sebut Vaksin Sinovac Paling Lemah, BPOM Beri Tanggapan
Sementara penelitiannya disimpan di basis data lain serta "diterbitkan dalam jurnal bahasa Inggris dalam bentuk makalah.
“Ini benar-benar transparan. Kami tidak menyembunyikan apa pun, ”dia bersikeras.
Terlepas dari klaim keterbukaannya, kantor pers laboratorium yang kontroversial itu kemudian menghubungi BBC.
Mereka menegaskan Zhengli hanya berbicara dalam kapasitas pribadi dan pernyataannya belum disetujui.
BBC juga mempertanyakan apakah 10 ilmuwan WHO bahkan akan memeriksa, apakah novel coronavirus bisa bocor dari laboratorium.
Hal itu mengingat salah satu tim WHO, ahli zoologi Inggris Peter Daszak, menyebut teori itu sebagai "teori konspirasi" yang "murni omong kosong."
Daszak, telah bekerja erat dengan laboratorium Wuhan selama lebih dari satu dekade.
Dia mengaku mengenal beberapa orang di sana dengan cukup baik.
Baca: Akhirnya China Izinkan WHO Memulai Investigasi Asal Mula Virus Corona dari Wuhan, Siapa Dalangnya?
Kunjungan ke lab, bertemu dan makan malam dengan ilmuwan disana juga dilakukannya selama lebih dari 15 tahun.
"Saya bekerja di China dengan mata terbuka lebar."
"Saya memutar otak kembali ke masa lalu untuk sedikit saja menemukan sesuatu yang mungkin tidak diinginkan. Dan saya belum pernah melihat itu," katanya.
Menurutnya, memeriksa teori kebocoran laboratorium bukan tugas yang harus dia lakukan.
Fokus utama pemeriksaan kata dia, adalah Pasar Seafood Huanan.
“WHO telah menyusun kerangka acuan penyelidikan, dan mereka mengatakan kami akan mengikuti buktinya, dan itulah yang harus kami lakukan,” katanya kepada BBC.
Tim berita BBC juga mencoba mengunjungi Tongguan, daerah tempat para penambang jatuh sakit delapan tahun lalu saat bekerja di gua kelelawar.
Sampel darah mereka dikumpulkan oleh laboratorium Wuhan pada tahun 2012.
Hasilnya menunjukkan virus yang terinfeksi oleh penambang (RaTG13), punya kemiripan 96,2 persen dengan Covid-19.
Namun, para ilmuwan mencatat bahwa RaTG13 masih terlalu jauh untuk berevolusi menjadi SARS-Cov-2, virus yang menyebabkan virus corona baru.
Tetapi para wartawan tidak pernah sampai ke Tongguan.
BBC mengatakan timnya terus-menerus dihentikan di pos pemeriksaan tertentu, dan diblokir oleh truk dan mobil yang rusak.
Mereka ditempatkan di seberang jalan sebelum mereka sampai di sana.
BBC melaporkan, sebelumnya, Beijing enggan menyetujui penyelidikan independen dan butuh waktu berbulan-bulan untuk bernegosiasi agar WHO diizinkan mengakses kota itu.
Menurut keterangan WHO, sebuah tim yang terdiri dari 10 ilmuwan internasional akan melakukan perjalanan ke kota Wuhan di China pada bulan depan untuk menyelidiki asal-usul Covid-19.
Virus tersebut diduga berasal dari pasar di kota Wuhan yang menjual hewan-hewan beraneka rupa.
Namun pencarian asal usul sumber corona tersebut telah menimbulkan ketegangan, terutama dengan AS.
Pemerintahan Presiden Donald Trump menuduh China berusaha menyembunyikan awal terjadinya wabah corona.
Dan diskursus untuk mencari sebab awal dimana virus Corona bermula pun sedikit mengabur, karena AS dan China selama beberapa bulan terakhir justru saling tuduh terkait aktor di balik wabah yang merebak di seluruh dunia hingga ini.
Seorang ahli biologi dalam tim yang melakukan perjalanan ke Wuhan mengatakan kepada kantor berita Associated Press, bahwa WHO tidak berusaha untuk menyalahkan siapa pun, melainkan untuk mencegah wabah di masa depan.
Artinya, investigasi WHO disebutkan tidak untuk menetapkan siapa aktor awal dari kekacauan dunia akibat pandemi Covid-19, seperti yang dikhawatirkan China jika penyelidikan ini bertujuan untuj memframing negara mereka sebagai "dalang" pandemi.
"Ini benar-benar bukan tentang menemukan negara yang bersalah," kata Fabian Leendertz dari Robert Koch Institute Jerman.
Baca: Rayakan Situasi Kembali Normal dari Pandemi Covid-19, Warga Wuhan Tumpah Ruah Berkumpul di Taman Air
"Ini tentang mencoba memahami apa yang terjadi dan kemudian melihat apakah, berdasarkan data tersebut, kami dapat mencoba mengurangi risiko di masa depan," tambahnya.
Mengutip BBC, Dr Leendertz mengatakan tujuannya adalah untuk mengetahui kapan virus mulai beredar dan apakah itu berasal dari Wuhan atau tidak.
Misi itu diharapkan berlangsung empat atau lima minggu, tambahnya.
Pada hari-hari awal, virus itu terlacak di sebuah "pasar basah" di Wuhan, provinsi Hubei.
Diduga, di sinilah tempat virus corona melakukan lompatan dari hewan ke manusia.
Tetapi para ahli sekarang percaya, hal itu mungkin hanya diperkuat di sana.
Asal-usul virus belum tentu dari sana.
Penelitian menunjukkan bahwa virus corona yang mampu menginfeksi manusia mungkin telah beredar tanpa terdeteksi pada kelelawar selama beberapa dekade.
Desember lalu, seorang dokter China di Rumah Sakit Pusat Wuhan - Li Wenliang - mencoba memperingatkan sesama petugas medis tentang kemungkinan berjangkitnya penyakit baru.
Namun, sang dokter diberitahu oleh pihak kepolisian untuk berhenti membuat pernyataan palsu dan dia diselidiki karena menyebarkan rumor.
Hingga akhirnya, Dr Li meninggal pada Februari setelah tertular virus corona saat merawat pasien di kota.
Pada bulan April, kecurigaan dan tuduhan muncul bahwa virus itu mungkin bocor dari laboratorium di Wuhan.
Badan intelijen nasional AS mengatakan pada saat itu bahwa virus itu bukan buatan manusia atau hasil rekayasa genetika.
Para pejabat sedang menyelidiki apakah wabah itu dimulai melalui kontak dengan hewan atau melalui kecelakaan laboratorium.
Laporan terbaru di media China menunjukkan bahwa Covid-19 bisa dimulai di luar China.
Tetapi para analis mengatakan laporan itu tidak berdasar, dan kampanye tersebut mencerminkan kecemasan dalam kepemimpinan di Beijing tentang kerusakan reputasi internasional negara itu akibat pandemi.
Sebagian artikel tayang di Kompas berjudul Usut Asal Covid-19, "Wanita kelelawar" China Bersedia Diperiksa WHO