Kabinet Prancis Dukung 'RUU Islam Radikal', Muncul Kekhawatiran Agama Lain Juga Bisa Jadi Sasaran

Penulis: Ahmad Nur Rosikin
Editor: haerahr
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

ILUSTRASI - Prancis berencana teken UU yang ditakutkan bisa memojokkan Muslim ----- FOTO: Presiden Prancis Emmanuel Macron bersama Menteri Pendidikan Prancis Jean-Michel Blanquer, berbicara di depan sebuah sekolah menengah di Conflans Saint-Honorine, 30 km barat laut Paris, pada 16 Oktober 2020, setelah seorang guru dipenggal oleh penyerang gegara membawa karikatur Nabi Muhammad

TRIBUNNEWSWIKI.COM - Kabinet Prancis mendukung RUU penanganan 'Islam radikal' dan serangkaian serangan yang dilakukan oleh para ekstremis.

RUU tersebut merupakan bagian dari upaya panjang Presiden Emmanuel Macron untuk menegakkan nilai-nilai sekuler.

Kendati demikian, beberapa kritikus, baik di Prancis maupun di luar negeri, menuduh pemerintahan Macron menggunakan RUU ini untuk menargetkan Islam, seperti diberitakan BBC, Kamis (10/12/2020).

Namun Perdana Menteri Jean Castex justru menyebutnya "hukum perlindungan" yang akan membebaskan Muslim dari cengkeraman kaum radikal.

Dia menegaskan RUU itu tak akan digunakan untuk melawan Muslim.

Apa saja rincian RUU itu?

FOTO: Perdana Menteri Prancis Jean Castex mengenakan masker selama konferensi pers perihal pengarahan penyebaran vaksin Covid-19 di Paris, pada 3 Desember 2020. Vaksinasi terhadap Covid-19 akan gratis untuk semua. (BENOIT TESSIER / POOL / AFP)

Baca: PM Prancis: Vaksinasi Gratis untuk Semua dan Bersifat Sukarela

RUU yang "mendukung prinsip-prinsip Republik" itu akan memperketat pembatasan pada ujaran kebencian online dan melarang penggunaan internet untuk mengungkapkan detail pribadi tentang orang lain.

RUU ini tampak sebagai tanggapan atas kasus pemenggalan kepala guru setelah memperlihatkan kartun Nabi Muhammad kepada murid-muridnya, beberapa waktu lalu.

Investigasi telah mengungkapkan kampanye online telah diluncurkan terhadapnya.

Undang-undang tersebut juga melarang sekolah "klandestin" yang mempromosikan ideologi Islam dan memperketat aturan tentang home-schooling.

Baca: Perdana Menteri Baru Prancis Jean Castex Blak-blakan Punya Prioritas Lawan Islam Radikal

Ada aturan baru tentang transparansi keuangan untuk asosiasi Muslim dan persyaratan bahwa mereka menyetujui nilai-nilai Republik Prancis sebagai imbalan atas pendanaan.

Larangan pejabat yang mengenakan pakaian religius di tempat kerja juga diperluas ke beberapa ranah.

Mengapa hukum tersebut diperkenalkan?

Warga Muslim Jerman berdoa di tugu peringatan darurat bagi para korban penikaman Nice, di depan kedutaan Prancis di Berlin, Jerman, Kamis (29/10/2020). (John MACDOUGALL / AFP)

Baca: Prancis Akan Berikan Dosis Awal Vaksin Virus Corona untuk Kelompok Lansia

Rancangan undang-undang tersebut telah dipertimbangkan selama beberapa waktu, tetapi serangan baru-baru ini mendorongnya ke dalam agenda pembahasan.

Pembunuhan Paty adalah satu dari tiga serangan yang membuat marah publik Prancis.

Tiga orang tewas dalam penusukan di sebuah gereja Nice pada bulan Oktober.

Dua orang ditikam dan terluka parah pada bulan September di Paris, dekat bekas kantor majalah Charlie Hebdo, tempat militan melakukan serangan mematikan pada 2015.

Baca: Seorang Imam Umat Muslim di Prancis Dapat Ancaman Pembunuhan, Minta Perlindungan ke Emmanuel Macron

Apa lagi mengingat Presiden Macron adalah pembela setia nilai-nilai Republik Prancis, termasuk sekularisme.

Dia menggambarkan Islam sebagai agama "dalam krisis" dan membela hak Charlie Hebdo untuk menerbitkan kartun Nabi Muhammad.

Prancis sendiri diperkirakan memiliki lima juta Muslim, minoritas Muslim terbesar di Eropa.

Reaksi Dunia

Presiden Turki dan pemimpin Partai Keadilan dan Pembangunan (Partai AK) Recep Tayyip Erdogan berpidato pada pertemuan kelompok partainya di Majelis Besar Nasional Turki di Ankara, pada 28 Oktober 2020. (Adem ALTAN / AFP)

Baca: Presiden Turki Tayyip Erdogan Siap Bangun Rumah-Rumah Baru Bagi Korban Terdampak Gempa

Macron telah menjadi sasaran kritik tajam di beberapa negara mayoritas Muslim.

Hubungan dengan Turki, yang sudah tegang, semakin memuncak ketika Presiden Recep Tayyip Erdogan menggambarkan undang-undang itu sebagai "provokasi terbuka."

Erdogan juga sempat mengatakan Macron "sakit jiwa".

Sementara demonstrasi telah diadakan di Pakistan, Bangladesh dan Lebanon.

Utusan AS untuk kebebasan beragama, Sam Brownback, juga kritis, dengan mengatakan: "Ketika Anda menjadi tangan berat, situasinya bisa menjadi lebih buruk."

Di Prancis sendiri, beberapa politisi sayap kiri telah menyatakan keprihatinan bahwa undang-undang tersebut dapat dilihat sebagai menstigmatisasi Muslim.

Sementara surat kabar Le Monde mengatakan, RUU itu juga bisa memusuhi kelompok agama lain yang mempraktikkan home-schooling.

(TribunnewsWiki.com/Nur)



Penulis: Ahmad Nur Rosikin
Editor: haerahr
BERITA TERKAIT

Berita Populer