Ancaman tersebut diberitakan media pemerintah, Rabu (9/12/2020) waktu setempat.
Berdasarkan laporan NK News, Kim Yo Jong tampaknya tengah menanggapi pidato Menlu Korsel, Kang Kyung-wha, pada 5 Desember 2020.
Kala itu Kang meragukan Korea Utara bebas dari Covid-19.
Alhasil, pernyataan tersebut membuat Kim Yo Jong marah.
Adik pemimpin tertinggi Korea Utara itu mengatakan Kang Kyung-wha harus membayar mahal perkataannya.
Memang kondisi Covid-19 di Korea Utara menjadi kontroversi.
Korea Utara telah berulang kali mengklaim tidak memiliki infeksi virus korona.
Kim Jong Un juga melontarkan klaim yang sama selama pidato parade militernya pada 10 Oktober.
Akan tetapi, negara totaliter itu telah menerapkan sejumlah pembatasan dan penguncian yang cukup ketat.
Bahkan mereka resmi melarang perjalanan antar provinsi.
Kim Jong Un Perintahkan Tembak Mati Siapa Saja yang Dekati Perbatasan
Baca: Geger Gambar Kim Jong Un ada di Kertas Rusak, Korea Utara Buru Pelaku dan Siapkan Hukuman Berat
Pemimpin tertinggi Korea Utara, Kim Jong Un, memerintahkan tentara untuk menembak siapa saja yang mendekati perbatasan Korea Utara-China.
Kabar tersebut disampaikan oleh seorang pejabat Pyongyang Utara, kepada Radio Free Asia (RFA), seperti diberitakan NZ Herald, Sabtu (5/12/2020).
"Saat menjaga perbatasan dengan mulus dari darat, di udara, dan di laut, pihak berwenang memerintahkan tentara untuk menembak siapa pun yang mendekati perbatasan tanpa syarat, terlepas dari siapa orangnya atau alasan mereka berada di daerah tersebut. Ini merupakan ancaman mutlak bagi warga daerah perbatasan," kata sumber itu.
Langkah tegas diambil Kim Jong Un demi mencegah masuknya Covid-19 ke negaranya.
"Perintah Komite Sentral untuk membunyikan peringatan berarti kami memperingatkan orang-orang bahwa mereka yang melanggar aturan akan dieksekusi dengan regu tembak," lanjutnya.
Sumber tersebut mengatakan eksekusi publik bukanlah metode langka bagi pemerintah Korea Utara untuk menakut-nakuti warga agar patuh.
Baca: Kejadian Langka, Pejabat Korea Utara Sudah Miliki Twitter, Diduga Jadi Kendaraan Propaganda Terbaru
Kendati demikian, kasus Covid-19 ini istimewa.
Pasalnya, sebelumnya pemerintah tak pernah menembak langsung orang yang mendekati perbatasan.
"Bahkan selama Arduous March di tahun 1990-an, ketika pembelotan massal berlanjut, pemerintah tidak mengancam Penduduk di daerah perbatasan seperti ini," katanya, mengacu pada bencana kelaparan tahun 1994-1998 yang menewaskan jutaan orang Korea Utara.
Tembak Mati Pria yang Menyelundupkan Diri
Baca: 10 Bulan Tak Muncul, Istri Kim Jong-un Dikhawatirkan Hilang, Sakit, atau Sudah Dieksekusi?
Pemerintah Korea Utara beru saja mengeksekusi warga yang ketahuan barang.
Pria itu ditembak karena disebut telah menyelundupkan diri bersama rekan bisnisnya asal China.
Pemerintah langsung menginstruksikan eksekusi publik.
Hal itu sekaligus sebagai upaya untuk menakut-nakuti warga lain agar patuh pada kebijakan karantina darurat di Korea Utara.
Pemerintah Semakin Waspada
Baca: Korea Utara: Badai Debu dari China Bisa Tularkan Covid-19
Penyelundup itu telah melewati penutupan perbatasan antara kedua negara.
Kejadian ini membuat mereka jauh lebih waspada.
Akibatnya, aturan yang lebih ketat diberlakukan.
"Sejak akhir November, Komite Sentral [Partai Pekerja Korea] telah meningkatkan tindakan karantina darurat yang ada menjadi tindakan karantina darurat 'tingkat ultra-tinggi'," seorang penduduk provinsi Pyongan Utara, di perbatasan dengan China di barat laut negara itu, mengatakan kepada RFA's Korean Service minggu ini.
Baca: Kim Jong Un Berikan Pidato Emosional dalam Parade Militer, Masyarakat Korea Utara Menangis
"Eksekusi publik terjadi karena korban didakwa melanggar karantina tepat sebelum tindakan darurat ultra-tinggi berlaku sekitar 20 November."
"Seorang pria berusia 50-an yang mencoba yang menyelundupkan mitra bisnis China ditembak sebagai contoh pada 28 November," tambah sumber itu.
Sumber tersebut mengatakan mereka tidak menghadiri eksekusi publik tetapi mendiskusikannya dengan seorang saksi, yang mengatakan penembakan itu dipindahkan dari daerah asal korban, dekat perbatasan, untuk menjaga agar berita tidak merembes ke China.