Hal itu disampaikan oleh Ketua PP Muhammadiyah Bidang Hukum dan HAM, Busyro Muqoddas, dalam Channel YouTube Muhammadiyah, Selasa (8/12/2020).
"Pimpinan Pusat Muhammadiyah bukan saja menyesalkan, mengutuk terjadinya kekerasan tersebut. Apalagi jika itu dilakukan oleh aparat yang punya kuasa. Demikian juga jika itu dilakukan oleh pihak lain."
Diberitakan Tribunnews.com, Busyro mengatakan negara harusnya melindungi keselamatan rakyat.
Pasalnya hal itu sudah diamanatkan dalam undang-undang.
Kemudian ia mengutip Bab 1 Pasal 1 ayat 2 Undang-Undang Dasar 1945 yang mengamanatkan fungsi negara dalam melindungi rakyatnya.
Baca: Ditanya Soal Jasad 6 Anggota FPI yang Tertembak, Sekum FPI: Tanya Mereka yang Mengendalikan Jenazah
"Apalah artinya rakyat berdaulat jika keselamatan, keamanannya tidak tercapai," ucap Busyro.
Busyro menyayangkan, negara justru sering terlibat dalam berbagai kejadian kekerasan.
"Sejumlah peristiwa yang kami advokasi selama ini atau yang kami amati selama ini menggambarkan bahwa negara masih sering hadir dalam bentuk kekerasan, itu yang kita sayangkan," tutur Busyro.
"Diminta dengan sangat, peristiwa ini menjadi pelajaran untuk kesekian kalinya. Jangan sampai kemudian terulang atau diulang lagi. Tentu kepada aparat kepolisian kita meminta dan kita tuntut untuk menunjukkan kejujuran, profesionalitasnya," pungkas Busyro.
IPW Sebut Ada 7 Kejanggalan, Desak Pembentukan Tim Pencari Fakta, dan Minta Jokowi Copot Idham Azis
Baca: Siap Usut Tuntas Kasus Penembakan 6 Anggota FPI, Komnas HAM Bentuk Tim Penyelidikan
Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane menyoroti kejadian penembakan terhadap 6 anggota Front Pembela Islam (FPI) yang terjadi di Tol Cikampek, Jawa Barat pada Senin (7/12/2020) dini hari.
Bahkan Neta S Pane menyebut Presiden Jokowi harus segera mencopot Kapolri Jenderal Idham Azis dan Kabaintelkam Polri Komjen Rycko Amelza.
Hal itu karena adanya perbedaan keterangan dari pihak FPI dan kepolisian.
"Selain itu, IPW mendesak agar segera dibentuk Tim Pencari Fakta Independen untuk mengungkapkan, apa yang terjadi sebenarnya. Sebab antara versi Polri dan versi FPI sangat jauh berbeda penjelasannya," kata Neta kepada Warta Kota, Senin (7/12/2020).
Kendati demikian, perbedaan keterangan kedua belah pihak terlalu jauh, bahkan bertolak belakang.
"Apakah benar bahwa Laskar FPI itu membawa senjata dan menembak polisi? Agar kasus ini terang benderang, anggota Polri yang terlibat perlu diamankan terlebih dahulu untuk dilakukan pemeriksaan," kata Neta.
Kemudian dia menyebut tujuh kejanggalan dalam kasus ini.
Baca: 6 Anggota Tewas Tertembak, FPI Sesalkan Pengakuan Polisi, Minta Tanggung Jawab Pihak yang Terlibat
"Dalam kasus Cikampek ini muncul sejumlah pertanyaan. Pertama, jika benar FPI mempunyai laskar khusus yang bersenjata, kenapa Baintelkam tidak tahu dan tidak melakukan deteksi dan antisipasi dini serta tidak melakukan operasi persuasif untuk 'melumpuhkannya'," kata Neta.
Kedua, kata Neta, apakah pengadangan terhadap rombongan Rizieq di KM 50 Tol Cikampek arah Karawang Timur itu sudah sesuai SOP, mengingat polisi pengadang mengenakan mobil dan pakaian preman.