Legenda sepak bola Argentina, Diego Maradona, meninggal dunia di rumahnya, San Andres, Buenos Aires, Rabu (25/11/2020) lalu.
Sosok berjuluk El Pibe de Oro atau Si Anak Emas itu dinyatakan meninggal dunia akibat mengalami serangan jantung.
Jutaan orang di dunia pun turut bersedih atas kepergian Maradona, Sang Dewa legendaris dunia sepak bola.
Bahkan Argentina menetapkan tiga hari berkabung untuk mengenang dan menghormati figur mendiang Maradona.
Namun, kematian Maradona rupanya menimbulkan skandal baru, terkait beberapa hal berkenaan dengan kematian sang legenda.
Sebelumnya, suster pribadi Maradona, Dahiana Gisela, sempat diperiksa.
Hal itu dikarenakan Gisela mengaku diminta untuk membuat laporan palsu terkait kematian Maradona.
Baca: Dokter Pribadi Bantah Bertanggung Jawab Atas Kematian Maradona: Mereka Mencari Kambing Hitam
Laporan palsu itu adalah permintaan dari sebuah perusahaan medis bernama Medidom.
Dua pegawai Medidom, Susana Cosachov (psikiater) dan Carlos Diaz (psikolog), juga ditugaskan untuk mengurus Maradona.
Belum usai dengan skandal laporan palsu tersebut, kini kematian Maradona menyeret satu nama lagi untuk diperiksa.
Dia adalah dokter pribadi Diego Maradona, tak lain Leopoldo Luque.
Menurut pemberitaan Marca, Luque disebut menjadi pihak yang bertanggung jawab atas kematian mantan pemain Napoli dan Barcelona tersebut.
Baca: Diego Maradona
Bahkan, jaksa dan hakim dari pengadilan di San Isidro, Buenos Aires, memerintahkan agar rumah Luque digeledah oleh 30 polisi di setiap lokasi yang sudah ditentukan.
Luque dikenai tuduhan 'pembunuhan tak sengaja' akibat kelalaian medis yang dilakukannya.
Usut punya usut, ternyata kepulangan Maradona usai menjalani operasi hematoma subdural pada awal November lalu tidak memiliki izin yang sah alias ilegal.
Seperti yang sudah diberitakan sebelumnya, Maradona sempat menjalani operasi otak pada awal November ini.
Namun, Maradona sudah kembali ke rumahnya hanya sekitar seminggu setelah operasi, lebih tepatnya pada 11 November.
Penyelidikan hukum terkait kematian Maradona ini rencananya akan dilakukan selama beberapa waktu ke depan.
Berbagai hal akan diselidiki oleh pihak kepolisian terkait tidak adanya dokter spesialis yang ada di rumah Maradona.
Selain itu, di detik-detik terakhir hidup Maradona kabarnya tidak ditemukan adanya ambulans terdekat dan tidak ada defibrillator yang harusnya ada selama Maradona dirawat di rumah.
Baca: Ucapan Penghormatan Terakhir Pele untuk Diego Maradona: Kita Akan Bermain Bola Bersama di Surga
Sementara itu, Leopoldo Luque, dokter pribadi Diego Maradona membantah dirinya menjadi pihak yang bertanggung jawab atas meninggalnya Maradona.
BBC melaporkan, polisi Argentina telah menggeledah rumah dan klinik Luque.
Polisi juga mengambil catatan medis sebagai bagian dari penyelidikan kematian pria berusia 60 tahun itu.
Sambil berlinang air mata, Luque membantah melakukan kesalahan dalam perawatannya terhadap mendiang ikon sepak bola itu saat penyelidikan polisi atas kematiannya berlanjut.
Polisi telah menggerebek rumah Luque pada hari Minggu dan penyelidik sedang memeriksa semua staf medis yang terlibat dengan perawatannya.
Luque berada di rumahnya saat pencarian di pinggiran Buenos Aires berlangsung, sementara stasiun TV Argentina menyiarkan gambar langsung polisi ketika memasuki kliniknya.
Dilansir oleh Daily Mail, penggerebekan dilakukan setelah putri Maradona Dalma dan Giannina memberikan pernyataan kemarin dan mempertanyakan apakah obat yang diterima ayah mereka telah sesuai.
Media Argentina melaporkan Luque dapat diinterogasi sebagai 'imputado', seseorang yang sedang dalam penyelidikan resmi atas dugaan kemungkinan mal praktik atau kelalaian.
Dokter meningkatkan pembelaan emosional atas perlakuannya terhadap legenda sepak bola tersebut setelah polisi menggeledah rumahnya.
Luque menangis ketika dia bersikeras bahwa dia telah melakukan segala kemungkinan untuk membantu pensiunan pesepakbola itu dalam wawancara pertamanya sejak penyelidik meluncurkan operasi kejutan mereka untuk mencoba menentukan apakah Maradona telah menjadi korban kelalaian medis.
“Saya terkejut ketika polisi muncul di depan pintu saya."
"Saya akan bekerja sama sepenuhnya. Saya tahu apa yang saya lakukan dan apa yang saya lakukan untuk keuntungan Diego sampai saat terakhir."
"Saya melakukan yang terbaik yang saya bisa,” kata Luque.
“Saya merasa tidak enak karena seorang teman meninggal. Saya tidak menyalahkan diri saya sendiri untuk apa pun. Sangat tidak adil apa yang terjadi,” lanjutnya.
Ia juga menjelaskan betapa dekatnya ia dengan keluarga Maradona.
“Seseorang sedang mencoba mencari kambing hitam di sini ketika saya tidak melihatnya di mana pun. Kami semua melakukan yang terbaik yang kami bisa dengan Diego,” katanya.
Legenda sepak bola dunia, Diego Maradona berpulang pada Rabu (25/11/2020) karena mengalami henti jantung dalam usia 60 tahun.
Selama aktif menjadi pemain, Diego Maradona terbilang sosok yang mampu membuat jutaan orang rela untuk sejenak menantikan aksi-aksinya dengan hikmat di atas rerumputan hijau.
Puncaknya, tentu ketika membawa Argentina juara Piala Dunia 1986.
Kebesaran abadi El Pibe de Oro atau Si Anak Emas ini tentu tak mungkin digantikan oleh pesepak bola lain di dunia.
Hal ini bukan terkait dengan pencapaian trofi/gelar juara semata.
Gelar pertama yang masuk daftar koleksi pertama Maradona di level profesional ialah juara Divisi Primera Argentina 1981 bersama Boca Juniors.
Hanya itu yang dia raih bersama klub lokal di Argentina.
Ketika hijrah ke Spanyol dan bermain di Barcelona (1982-1984), Maradona bermain dua musim saja dengan warisan satu titel Copa del Rey, Copa de la Liga, dan Piala Super Spanyol.
Baca: Tak Hanya Gol Tangan Tuhan, Piala Dunia 86 Catatkan Rekor Maradona, Belum Dipecahkan Pemain Mana Pun
Tak ada gelar Liga Spanyol karena saat itu kompetisi terelite Negeri Matador sedang dikuasai Athletic Bilbao dan lagipula, kisah hidup antara Diego Maradona dan Barcelona sebenarnya tidak berjalan dengan mulus.
Namun, ketika bermain untuk klub menengah seperti Napoli, justru kejayaan Diego Maradona mencapai titik lebih tinggi, untuk level klub.
Dalam kurun 1984-1991, Maradona mengangkat harkat klub asal Italia Selatan itu dengan menjuarai Liga Italia (2 kali), Coppa Italia (1), Piala UEFA (1), dan Piala Super Italia (1).
Setelah itu, dirinya melanglang buana ke klub-klub lain seperti Sevilla dan beberapa klub Argentina, termasuk Boca Juniors.
Hingga gantung sepatu, tercatat hanya 9 gelar level klub berhasil didapat Maradona.
Pencapauan yan terlalu kecil, jika dibandingkan superstar masa kini semisal Lionel Messi (34 trofi klub) dan Cristiano Ronaldo (28).
Tak ada pula pemecahan rekor gelar individu Pemain Terbaik Dunia atau top scorer kompetisi elite.
Trofi level kontinental yang berhasil diangkat Maradona hanya Piala UEFA, atau sekarang yang dikenal sebagai Liga Europa dan bukan Liga Champions.
Tak pernah dia merasakan nikmatnya mencium trofi bergengsi, terakbar di pentas antarklub Eropa, sekelas Piala/Liga Champions seperti dialami beberapa kali oleh Messi dan Ronaldo.
Yang menjadi pembeda dari Maradona dengan Messi atau Ronaldo adalah bahwa dirinya bisa mengangkat level sebuah tim yang biasa saja, namun menjadi luar biasa.
Baca: Persembahkan Trofi Serie A Pertama, Diego Maradona Bakal Diabadikan Jadi Nama Stadion Napoli
Melalui aksi-aksi di lapangan, Maradona mampu membawa tim yang ia bela meraih kejayaan.
Misalkan ketika di Napoli.
Kala itu, klub kebanggan warga Naples itu adalah tim papan tengah biasa.
Akan tetapi, ternyata kehadiran Maradona mampu mengerek klub berjuluk Partenopei tersebut ke papan atas Serie A Italia.
Diego Maradona pun diberi amanat sebagai kapten tim dan langsung menjadi idola dalam dan luar lapangan.
Selang dua musim, tepatnya pada 1986-1987, Diego Maradona mampu membuka tirai sejarah Napoli untuk meraih scudetto pertama kali.
Kemenangan klub asal Italia selatan itu sangatlah penting dan mengharukan terutama bagi masyarakat setempat.
Ketimpangan ekonomi dan pembangunan antara wilayah di Italia utara dan selatan memang sangat kentara dan kebetulan klub-klub asal Italia utara kala itu seperti Juventus, AC Milan atau Inter sedang mendominasi Serie A.
Alhasil, kemenangan Napoli diibaratkan sebuah kemenangan perjuangan penuh pembuktian dari masyarakat Italia selatan terhadap dominasi orang-orang utara Italia.
Diego Maradona yang berperan sangat besar dan sentral dengan gol dan aksi-aksi yahudnya semakin "dikultuskan" semacam dewa oleh masyarakat Italia, terkhusus bagi orang Naples.
Dua kali scudetto hingga mengantar Napoli juara UEFA Cup (sekarang Liga Europa) adalah bukti sahih prestasi Maradona di sana.
Selain itu, Sang Dewa memiliki gelar Piala Dunia 1986 sebagai kulminasi dalam kariernya, disertai prestasi individu terhebat di ajang tersebut.
Maradona bahkan menjadi aktor utama dan paling sentral bagi Timnas Argentina kala yang menjadi juara dunia, belum lagi dengan gol tangan Tuhan yang ia ciptakan.
Titel itu yang masih diangankan oleh duo terbaik sepak bola dunia abad millenium saat ini, Messi dan Ronaldo.
Menjelang usia karier yang terus menuju senja, keduanya belum mampu merasakan trofi Piala Dunia hingga kini.
Sebagian artikel tayang di Bolaspot.com berjudul Kematian Diego Maradona Berbuntut Skandal, Dokter Pribadi Diduga Lakukan Pembunuhan