Dalam penelitian yang menggunakan dataset global genom virus dari 46.723 orang yang terkena Covid-19 di 99 negara, peneliti mengidentifikasi lebih dari 12.700 mutasi virus corona.
"Untungnya, kami tidak menemukan satu pun dari mutasi ini yang membuat Covid-19 menyebar lebih cepat," kata Lucy van Dorp, seorang guru besar di Institut Genetika di University College of London (UCL) dan salah satu pemimpin dalam studi itu, dilansir dari Reuters, (25/11/2020).
Meski demikian, dia mengatakan kewaspadaan harus tetap dijaga dan mutasi baru juga harus terus dipantau, terutama ketika vaksin Covid-19 diluncurkan.
Virus dikenal bermutasi sepanjang waktu, dan beberapa virus seperti virus flu berubah lebih sering daripada virus lainnya.
Mayoritas mutasi bersifat netral, tetapi beberapa dapat menguntungkan atau merugikan virus itu sendiri.
Baca: Lembaga Biologi dan Molekuler Eijkman: Virus Corona Sudah Bermutasi 7 Kali, Clade G Lebih Menular
Selain itu, beberapa mutasi juga bisa membuat vaksin menjadi kurang efektif.
Ketika virus bermutasi seperti ini, vaksin yang digunakan untuk melawan virus harus rutin disesuaikan untuk memastikan vaksin mencapai targetnya dengan tepat.
Francois Balloux, seorang guru besar di UCL yang juga ikut dalam penelitian itu, mengatakan sejauh ini temuan mutasi belum mengancam kemanjuran vaksin Covid-19 yang dikembangkan.
Meski demikian, dia memperingatkan bahwa peluncuran vaksin dalam waktu dekat bisa memberikan tekanan selektif baru bagi virus.
Tekanan selektif ini membuat virus bermutasi karena mencoba menghindari sistem kekebalan manusia.
"Virus ini mungkin mendapatkan mutasi untuk lolos dari vaksin di masa depan, tetapi kami yakin bahwa kami akan bisa menghadangnya dengan segera, yang memungkinkan untuk memutakhirkan vaksin suatu saat jika diperlukan."
Baca: Respons Mutasi Virus Corona, Otoritas Prancis Musnahkan Ribuan Ekor Cerpelai
Hasil penelitian tentang mutasi ini diterbitkan secara lengkap pada hari Rabu dalam jurnal Nature Communicarions.
Tim peneliti dari UCL, Oxfod University, Cirad, dan Universite de la Reunion menganalisis genom virus dari 46,723 orang yang terjangkit Covid-19 dari 99 negara, yang dikumpulkan hingga akhir Juli 2020.
Peneliti mengatakan di antara lebih dari 12.706 mutasi yang teridentifikasi, ada sekitar 398 yang tampak terjadi secara berulang dan independen.
Mereka tidak menemukan satu pun bukti bahwa mutasi yang umum terjadi itu meningkatkan kemampuan penularan virus.
Sebaliknya, mayoritas mutasi bersifat netral bagi virus penyebab Covid-19 itu.
Meski belum atau tidak ada hingga saat ini, beberapa waktu lalu ilmuwan sempat menduga ada mutasi virus corona yang membuatnya lebih mudah menular.
Baca: Virus Corona Terus Bermutasi dan Diduga Semakin Mudah Menular, Vaksin Mungkin Harus Disesuaikan
Hal ini dikaitkan dengan kenaikan jumlah kasus Covid-19 di AS.
Peneliti di Amerika Serikat (AS) menganalisis 5.000 urutan genetik virus corona, yang terus bermutasi karena telah menyebar luas di masyarakat.
Namun, penelitian itu tidak menemukan adanya mutasi yang membuat virus corona menjadi semakin mematikan atau berubah efeknya.
Dilansir dari The Guardian, (25/9/2020), para pakar kesehatan mengakui semua virus bermutasi, tetapi mayoritas mutasinya tidak signifikan.
David Morens, ahli virus di Institut Nasional Penyakit Menular dan Alergi, mengatakan penelitian itu seharusnya tidak ditafsirkan secara berlebihan.
Baca: Mutasi D614G Virus Corona Terdeteksi di Indonesia, Menristek: Tak Perlu Panik Berlebihan
Namun, dia mengatakan virus corona mungkin merespons intervensi kesehatan masyarakat, misalnya pembatasan sosial.
"Semua hal itu menghalangi transmisi atau penularan, tetapi karena menjadi semakin menular, virus itu secara statistik menjadi lebih baik dalam mengatasi hambatan tersebut," kata dia.
Artinya, virus ini, kata Morens, bisa terus bermutasi bahkan setelah vaksin tersedia.
Oleh karena itu, vaksin mungkin harus diotak-atik atau disesuaikan, seperti vaksin flu yang diubah tiap tahun.