3 Kebijakan Kontroversial Edhy Prabowo: Izinkan Pakai Cantrang hingga Buka Ekspor Benih Lobster

Penulis: saradita oktaviani
Editor: Ekarista Rahmawati Putri
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo ketika ditemui di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Selasa (5/11/2019).(Kompas.com/MUTIA FAUZIA)

TRIBUNNEWSWIKI.COM – Menteri Kelautan dan Perikanan (MKP) Edhy Prabowo ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Rabu (25/11/2020) dini hari.

Edhy Prabowo ditangkap di Bandara Internasional Soekarno Hatta.

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengatakan, penangkapan Edhy ini terkait dengan dugaan korupsi ekspor benuh atau benih lobster.

"Saat ini sudah diamankan di KPK, dan KPK saat ini sedang melakukan pemeriksaan lebih lanjut. Kami mohon publik untuk bersabar menunggu hasil pemeriksaan lebih lanjut dan kami tentu akan melakukan ekspos lebih lanjut," kata Ghufron dalam wawancara yang ditayangkan Kompas TV, Rabu.

Selama menjabat sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan menggantikan Susi Pudjiastuti, Edhy beberapa kali menetapkan kebijakan yang menuai kontroversi.

Beberapa aturan baru itu menghapus regulasi lama yang dibuat oleh Susi Pudjiastuti.

Baca: Tengah Jalani Pemeriksaan, Menteri KKP Edhy Prabowo Ditangkap KPK Atas Dugaan Korupsi Benur

Hal itu menjadi polemik lantaran Edhy dianggap mengutak-atik aturan yang dinilai sudah sesuai jalur yang diterbitkan Menteri KKP sebelumnya.

Dilansir dari pemberitaan Kompas.com, berikut ini sederet kontroversi Edhy Prabowo:

Menteri Kelautan dan Perikanan 2019-2024 Edhy Prabowo. (Dok. KKP)

1. Buka ekspor benih lobster

Pada era Susi, terbit Peraturan Pemerintah (Permen) Nomor 56 Thun 2016 tentang Larangan Penangkapan dan atau Pengeluaran Lobster, Kepiting, dan Rajungan dari Indonesia.

Namun pada masa Edhy, larangan tersebut masuk daftar untuk direvisi.

Menurut Edhy, larangan lobster banyak merugikan nelayan.

Dia mengaku punya cukup alasan merevisi Peraturan Menteri (Permen) Nomor 56 Tahun 2016 tentang Larangan Penangkapan dan atau Pengeluaran Lobster, Kepiting, dan Rajungan dari Indonesia.

“Kita libatkan masyarakat untuk bisa budidaya (lobster). Muaranya menyejahterakan," kata Menteri Edhy dalam keterangan tertulisnya.

Dikatakannya, angka penyelundupan benih lobster sangatlah tinggi.

Maka dari itu, daripada jadi selundupan yang tak menguntungkan negara, lebih baik ekspor dibuka sehingga mudah dikendalikan.

Edhy menegaskan, dia tidak akan menutupi apa pun dalam kebijakan ekspor benuh lobster.

Baca: Tenggelamkan Kebijakan Susi Pudjiastuti, Edhy Prabowo Ditangkap KPK terkait Ekspor Benih Lobster

Sebelum melegalkan ekspor benih lobster, KKP telah melakukan kajian mendalam lewat konsultasi publik.

"Terdapat 13.000 nelayan yang menggantungkan hidup dari mencari benih lobster. Ini sebenarnya yang menjadi perdebatan, karena akibat ekspor dilarang mereka tidak bisa makan.

Mereka tidak punya pendapatan. Ini sebenarnya pertimbangan utama kami," kata Edhy.

ILUSTRASI - Pekerja memilih lobster siap jual di salah satu keramba lobster di kawasan Dusun Suka Damai, Simeulue, Rabu (2/9/2015). Dalam sebulan pengusaha dapat menjual sedikitnya 300-400 kilogram lobster yang dikirim ke Jakarta melalui darat dan udara. Harga jual lobster Rp 280.000 hingga Rp 350.000 per kilogram. (SERAMBI/M ANSHAR)

2. Perbolehkan cantrang

Edhy mengaku telah melakukan kajian terkait keluarnya izin penggunaan cantrang.

Sebelumnya, larangan cantrang dan 16 alat tangkap yang dianggap merusak lingkungan lainnya mulai diberlakukan tahun 2018.

Larangan alat tangkap cantrang tertuang dalam Peraturan Menteri (Permen) KP Nomor 2 Tahun 2015 dan Permen KP Nomor 71 Tahun 2016 yang dibuat Susi Pudjiastuti.

Edhy mengaku, ada sejumlah pihak yang mengklaim penggunaan cantrang tidak merusak lingkungan.

Sebab, penangkapan menggunakan cantrang hanya digunakan di laut berdasar pasir maupun berlumpur, bukan di laut berterumbu karang.

Menurut pendapat tersebut, penggunaan cantrang di laut berterumbu karang justru akan merobek cantrang tersebut, bukan merusak terumbu karangnya.

Baca: Diamankan KPK Dini Hari Tadi, Ini Profil Menteri KKP Edhy Prabowo

"Ini bukan ngomong pengusaha besar. Banyak rakyat yang juga punya cantrang," kata politisi Partai Gerindra ini.

Dia menegaskan, kebijakan cantrang bukanlah kebijakan instan dan tanpa kajian.

Menurut dia, regulasi pelegalan cantrang yang dilarang pada periode Menteri KKP sebelumnya ditujukan untuk kesejahteraan masyarakat nelayan dan pembudidaya.

Aliansi Nelayan Natuna, Kepulauan Riau (Kepri) menolak kehadiran kapal-kapal Cantrang yang saat ini mulai marak di Perairan Naruna, Kepri. Mirisnya lagi kapal-kapal yang berasal dari pantura ini melakukan tangkapan menggunkan cantrang dibawah 12 mil laut. (DOK NELAYAN NATUNA)

Kebijakan cantrang, misalnya, Edhy melihat banyak benturan antar-nelayan dengan nelayan tradisional.

Oleh karena itu, untuk mengakomodasi persoalan tersebut, KKP melakukan penataan sesuai zonasi.

Pencabutan larangan cantrang disusun berdasarkan hasil kajian tindak lanjut Menteri KP Nomor B.717/MEN-KP/11/2019 tentang Kajian terhadap Peraturan Bidang Kelautan dan Perikanan.

Lewat keputusan ini juga, Edhy juga mengganti beleid era Susi Pudjiastuti yang mencantumkan larangan penggunaan cantrang.

Hapus hukuman penenggelaman kapal pencuri ikan Rencana menghapus hukuman penenggelaman kapal juga tengah jadi pertimbangan Edhy.

Politisi Gerindra itu mengatakan, kapal yang harus ditenggelamkan hanya kapal pencuri ikan yang melarikan diri saat disergap.

Adapun kapal yang ditangkap dan perkaranya mendapat putusan hukum tetap lebih baik diserahkan kepada nelayan untuk dimanfaatkan.

Menurut Edhy, semangat penenggelaman kapal adalah menjaga kedaulatan.

Kebijakan itu baik, tetapi tidak cukup untuk memperbaiki pengelolaan laut.

Adapun, dia melanjutkan, yang diperlukan saat ini adalah membangun komunikasi dengan nelayan, memperbaiki birokrasi perizinan, dan meningkatkan budidaya perikanan.

"Kalau hanya sekadar menenggelamkan, kecil buat saya. Bukannya saya takut, enggak ada (takut-takutan). Kita enggak pernah takut dengan nelayan asing, tapi jangan juga semena-mena sama nelayan kita sendiri," kata Edhy di Menara Kadin, Jakarta, Senin (18/11/2019).

ILUSTRASI - Garam meja, salah satu yang dimungkinkan membawa mikroplastik dari lautan ((Pixabay.com))

3. Membuka impor garam

Kebijakan Edhy membuka impor garam dilakukan karena alasan keterpaksaan.

Sebab, hingga saat ini kemampuan garam domestik belum bisa memenuhi kebutuhan industri.

"Pada akhirnya, impor itu suatu keterpaksaan. Bukan suatu keharusan. Kalau dalam negeri ada, tentunya tidak akan ada serapan (impor)," ujar Edhy ketika ditemui usai melakukan rapat koordinasi di kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Selasa (5/11/2019).

Edhy pun mengatakan, salah satu jenis garam industri yang masih belum bisa dipenuhi oleh produsen dalam negeri adalah yang mengandung chlor alkali plant (CAP).

Baca: BREAKING NEWS: KPK Tangkap Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo

Untuk itu, pemerintah saat ini tengah menyiapkan lahan sebesar 400 hektare di Nusa Tenggara Timur untuk pengadaan garam jenis tersebut.

"Kalau ini sudah produksi , harusnya garam-garam kita dalam negeri kita bisa (memenuhi kebutuhan). Ada semangat tadi bahwa impor itu dilakukan kalau terpaksa," kata dia.

"Terus terang kalau dari kebutuhan nasional kemampuan kita untuk melakukan produksi garam masih ya bisa dibilang setengahnya. Nah ini yang harus kita dorong. Ini kami cari cara untuk jalan keluarnya bagaimana para petambak garam penghasilannya baik," ujar Edhy Prabowo.

(Tribunnewswiki.com/Kompas.com)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kontroversi Kebijakan Edhy Prabowo, Sebagian Besar Tenggelamkan Kebijakan Susi Pudjiastuti"



Penulis: saradita oktaviani
Editor: Ekarista Rahmawati Putri
BERITA TERKAIT

Berita Populer