Survei dari perguruan tinggi Monmouth University di New Jersey, Amerika pada Rabu (18/11) ini juga menemukan bahwa mayoritas orang Amerika percaya Pilpres AS diselenggarakan secara adil, meskipun sebagian besar pemilih Trump menganggap kemenangan Biden disebabkan oleh kecurangan pemilih.
"Secara keseluruhan, lebih dari separuh warga Amerika senang (34%) atau puas (18%) tentang kekalahan Trump, sementara hampir 4 dari 10 tidak puas (28%) atau marah (10%)," menurut jajak pendapat tersebut.
"Demikian juga, mereka senang (25%) atau puas (26%) atas kemenangan Biden, sementara lebih dari 4 dari 10 tidak puas (29%) atau marah (15%)," lapor survei yang dilakukan dengan panggilan telepon sejak 12 - 16 November 2020, dengan margin error 3,5 poin persentase, melansir Anadolu Agency, Kamis (19/11/2020).
Sementara di antara para pemilih Biden, 57% dari mereka senang kandidatnya menang, namun 73% dari mereka senang Donald Trump kalah.
Baca: Mengenal Lebih Dekat Para Karakter di Serial Bridgerton yang Segera Tayang di Netflix
Baca: Uang Rp 50 Juta Milik Penumpang Batik Air Hilang di Bagasi, Begini Kata Lion Air Group
Direktur Lembaga Survei Monmouth University, Patrick Murray mengatakan pemilihan presiden 3 November lalu merupakan bagian terpenting untuk melihat seberapa jauh warga memandang kandidat petahana.
"Rasa suka atas kekalahannya (Trump) menghadirkan reaksi lebih kuat daripada pikiran senang atas terpilihnya Joe Biden," kata Murray.
Menurut survei, Murray menyebut masih ada perpecahan partisan yang tajam setelah pemilu.
Enam puluh persen orang Amerika percaya Joe Biden memenangkan pemilu secara adil, sementara 32% mengatakan menganggap ada penipuan dalam proses perhitungan.
Meski masih tak terima atas hasil perhitungan Pilpres AS, Donald Trump dilaporkan mengisyaratkan akui kemenangan Joe Biden.
Baca: Sinopsis Terminator 2: Judgement Day, Aksi Menegangkan Cyborg Pembunuh, Malam Ini 21.00 WIB di GTV
Baca: Info BMKG - Prakiraan Cuaca Jumat 20 November 2020: Padang Hujan Lebat, Hujan Petir di 7 Kota Ini
Setidaknya itu yang diintepretasikan media Reuters atas sikap Trump dalam briefing Covid-19, Jumat (13/11).
Trump bersikeras tidak akan menerapkan lockdown, tetapi menyebut "waktu yang akan memberitahu", jika ada pemerintahan lain yang menjabat pada Januari dan akan melakukannya (lockdown).
Pernyataan tersebut merujuk ke kandidat terpilih Joe Biden yang akan dilantik pada 20 Januari 2021.
Dalam sambutan yang disiarkan di Taman Mawar Gedung Putih, Trump tampaknya untuk pertama kalinya mengakui kemungkinan (adanya) pemerintahan Biden yang akan datang.
Baca: Roy Suryo Sebut Video Syur Mirip Gisel Asli, Temukan Flare Lampu di Detik 8 dan 14
Baca: Update Pilpres AS 2020: Total Electoral Votes Joe Biden 306, Donald Trump 232
“Idealnya, kami tidak akan melakukan lockdown. Saya tidak akan pergi, pemerintahan ini tidak akan di lockdown, ”ujar Trump.
“Mudah-mudahan, - eh - apapun yang terjadi di masa depan - siapa tahu pemerintahan yang mana (yang akan menjabat). Saya kira waktu akan menjawabnya," kata Trump mengisyaratkan pengakuan atas pemerintahan baru di mana Biden-lah yang terpilih, dilansir Reuters, Sabtu (14/11).
Seperti diketahui, sejak pemilu 3 November, Trump bertahan dengan tuduhan tidak berdasar perihal kecurangan pemungutan suara.
Terakhir kali Trump berbicara - di ruang rapat Gedung Putih dua hari setelah pemilu - dia mengatakan tanpa bukti bahwa jika suara "sah" yang dihitung, dia akan "dengan mudah memenangkan" pemilu.
Dua pakar kesehatan Joe Biden memberikan saran untuk tidak melakukan lockdown nasional di Amerika Serikat untuk menghentikan penyebaran kasus virus korona.
Baca: Update Pilpres AS 2020: Joe Biden Kalahkan Donald Trump di Negara Bagian Arizona
Baca: Setelah Beberapa Hari, China Akhirnya Ucapkan Selamat untuk Joe Biden
Celine Gounder mengatakan kepada CNBC pada hari Jumat (13/11), bahwa mereka mendukung kebijakan yang menarget bisnis, seperti menutup bar, pusat kebugaran dan restoran.
"Kesepakatan yang kita butuhkan adalah dengan memakai pendekatan yang lebih menyesuaikan kondisi," kata Celine.
"Kami telah belajar banyak sejak musim semi, dan kami dapat merencanakan menurut geografis, dan kami juga memahami beberapa tempat yang kami tutup." tambahnya.
Vivek Murthy, yang membantu memimpin satuan tugas virus corona untuk Joe Biden, pun setuju.
Baca: Permintaan Meningkat saat Pandemi, Perusahaan Boneka Seks Produksi Jenis Baru Mirip Drakula
Baca: Setelah Beberapa Hari, China Akhirnya Ucapkan Selamat untuk Joe Biden
"Kita harus lebih tepat sasaran. Jika kita tidak melakukan itu, nanti orang-orang akan menjadi susah payah, sekolah tidak akan terbuka untuk anak-anak dan ekonomi akan terpukul lebih keras. " kata Vivek.
Sebagai informasi, kasus Covid-19 di AS mencapai rekor terbaru pada Kamis (12/11) yakni mencapai 153.496 infeksi menurut Universitas Johns Hopkins, serta 919 kematian.
Kasus harian telah mencapai 100.000 selama 10 hari terakhir dan lebih dari 67.000 orang saat ini di rumah sakit.
Sebagaimana diwartakan TribunnewsWiki sebelumnya, Presiden terpilih Amerika Serikat, Joe Biden menunjuk pejabat tinggi Partai Demokrat, Ron Klain sebagai Kepala Staf dan Asisten Presiden, Rabu (11/11).
Ron Klain merupakan satu di antara orang kepercayaan terdekat Joe Biden.
Diketahui Klain pertama kali bekerja untuk Partai Demokrat pada 1989 sebagai Senator.
Klain merupakan sosok yang sempat mengurusi masalah krisis wabah Ebola pada era Presiden Barack Obama tahun 2014, di mana Biden menjadi Wakil Presiden.
Penunjukan ini mendapat kritik dari otoritas sebelumnya di bawah pemerintahan Trump.
Baca: Cegah Penyakit Mengerikan, Ini 5 Manfaat Kesehatan Kunyah Kencur Mentah Tiap Hari
Baca: Rombongan Kendaraan RI 10 Lawan Arus dan Tak Mau Mengalah, Warga yang Protes Dimarahi
Klain diharapkan menjadi tokoh penting untuk membantu Biden menanggulangi wabah Covid-19.
"Ron sangat berharga bagi saya selama bertahun-tahun kami kerja bersama.
Termasuk saat kami menyelamatkan ekonomi Amerika dari salah satu kemerosotan terburuk pada 2009 dan mengatasi kondisi darurat kesehatan yang menakutkan pada 2014," kata Biden dalam sebuah pernyataan, dilansir Reuters, Kamis (12/11).
Kandidat Partai Demokrat Joe Biden mengalahkan Donald Trump di negara bagian Arizona.
Adalah Edison Research yang memproyeksikan kemenangan Biden atas Trump, Kamis (12/11), meski sudah banyak diproyeksikan media lain sebelumnya.
Kemenangan Biden di Arizona menambah 11 poin electoral college yang sebelumnya 279 + 11 = 290, dilansir Reuters dan BBC, Jumat (13/11).
Angka 290 sebelumnya sudah diproyeksikan sejumlah media lain seperti Associated Press, Fox News dan lainnya.
Terlepas dari perbedaan pemberitaan media, Joe Biden dipastikan akan menjadi Presiden Amerika Serikat ke-46.
Baca: Beri Ucapan ke Joe Biden, Paus Fransiskus: Selamat dan Semoga Berkah
Baca: Sinopis USS Indianapolis, Awak Kapal PD II Berjuang Hidup & Mati di Tengah Laut, Hari Ini di TransTV
Sementara Kamala Harris mencetak sejarah dengan menjadi wanita pertama yang menjabat sebagai Wakil Presiden AS.
Donald Trump masih belum mau mengakui kekalahannya meski Biden telah melampaui angka 270 electoral college, angka minimal yang dibutuhkan untuk menang.