Indonesia Pinjam Dana Rp 14,1 Triliun ke Australia Guna Atasi Pandemi Covid-19

Penulis: Dinar Fitra Maghiszha
Editor: Archieva Prisyta
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

FOTO: Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Senin (24/2/2019).

TRIBUNNEWSWIKI.COM - Indonesia telah menandatangani kesepakatan pinjaman senilai $1Miliar ($1,5 AUD) atau Rp 14,1 Triliun dengan pemerintah Australia.

Dana pinjaman ini akan digunakan untuk membantu mengatasi pandemi Covid-19.

Setidaknya itu yang dikatakan Menteri Keuangan Sri Mulyani, dilansir Reuters, Kamis (12/11/2020).

"Semua orang, semua lapisan masyarakat, dirugikan oleh Covid-19 ini dan peran kebijakan fiskal bersama dengan instrumen lain, seperti kebijakan moneter, sangat penting selama masa sulit ini," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers.

Seperti diketahui, otoritas Keuangan Australia Josh Frydenberg dan Menteri Keuangan Sri Mulyani, telah membicarakan kesepakatan itu sebelumnya

Frydenberg mengatakan bahwa "sebagai dua ekonomi terbesar di Asia Tenggara, Australia dan Indonesia memiliki kerjasama ekonomi dan perdagangan yang erat".

"Australia akan terus bekerja sama dengan Indonesia di sejumlah bidang untuk mendukung respons ekonomi yang kuat dan berkelanjutan serta pemulihan terhadap COVID-19," kata Frydenberg, dilansir Sydey Morning Herald, Selasa (10/11/2020).

Baca: Dian Sastrowardoyo Bicara Human Connection Lewat Film Garapannya dalam Quarantine Tales

Ilustrasi (pixabay.com)

Baca: Daftar Harga Bahan Bakar Pertamina dan Swasta Terbaru Bulan November 2020

Seperti diketahui, Indonesia telah mencatat jumlah infeksi dan kematian Covid-19 tertinggi di Asia Tenggara.

Tercatat total 448.118 kasus dengan 14.836 kematian hingga Rabu (10/11/2020), menurut satuan tugas Covid-19 di Indonesia.

Sementara perekonomian Indonesia berada dalam resesi, dengan PDB menyusut 3,49 persen pada kuartal September dan 5,32 persen pada kuartal Juni menurut Statistik Indonesia, meskipun Bank Dunia telah memperkirakan akan mulai pulih kembali ke tingkat pertumbuhan tahunan mendekati 5 persen pada 2021.

BPS Catat Jumlah Pengangguran Capai 9,77 Juta Orang Akibat Pandemi Covid-19

Dampak pandemi Covid-19 sangat dirasakan masyarakat Indonesia.

Dampak yang paling terasa berada di sektor ekonomi.

Sebelumnya dikabarkan bahwa Indonesia resmi masuk ke dalam jurang resesi.

Jumlah pengangguran di masa pandemi Covid-19 pun kian mengalami kenaikan.

Kinerja perekoniman yang melambat akibat pandemi Covid-19 berdampak pada kondisi lapangan kerja.

Banyak karyawan yang harus terkena imbas hingga menjadi korban pemutusan hubungan kerja (PHK).

Berdasarkan data dari BPS, jumlah pengangguran periode Agustus 2020 mengalami peningkatan sebanyak 2,67 juta orang apabila dibandingkan Agustus 2019 lalu.

"Lapangan pekerjaan yang mengalami peningkatan persentase terbesar adalah sektor pertanian (2,23 persen poin). Sementara sektor yang mengalami penurunan terbesar yaitu sektor industri pengolahan (1,30 persen poin)," ucap Suhariyanto, dikutip dari Kompas.com.

Sehingga jumlah pengangguran di Indonesia menjadi sebesar 9,77 juta orang.

Baca: Daftar Bantuan untuk Pengangguran dan Fresh Graduate, Harus Penuhi Syarat Berikut Ini

Baca: Jumlah Pengangguran di Indonesia Didominasi dari Lulusan Berpendidikan Tinggi, Menaker: Ini Ironi

Secara keseluruhan ada 29,12 juta penduduk usia kerja yang pekerjaannya terdampak pandemi.

Angka tersebut setara dengan 14,28 persen dari keseluruhan populasi penduduk usia kerja yang mencapai 203,97 juta orang.
Selain berdampak pada pengangguran, Covid-19 juga menyebabkan naiknya jumlah bukan angkatan kerja (BAK) menjadi 0,76 juta orang.

Sementara itu, jumlah orang yang tidak bekerja akibat pandemi Covid-19 sebanyak 1,77 juta orang.

Ilustrasi pencari kerja. (Pixabay)

Didominasi dari Lulusan Pendidikan Tinggi

Sebelumnya, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah mengatakan bahwa pengangguran didominasi berasal dari lulusan berpendidikan tinggi.
Menurutnya, terdapat 56 persen orang yang bekerja merupakan orang yang berpendidikan SMP ke bawah.

Sementara, orang yang memiliki pendidikan tinggi setingkat SMA/SMK, perguruan tinggi dan diploma justru banyak yang menganggur.

"Sementara, mereka yang nganggur, ini kebalikannya justru pendidikan yang lebih tinggi, SMK, perguruan tinggi, dan diploma. Yang bekerja pendidikannya rendah, yang nganggur justru pendidikannya tinggi. Ini ironi," ucapnya secara virtual, Jumat (14/8/2020), seperti dilansir Kompas.com.

Baca: Akibat Pandemi, Angka Pengangguran Bertambah 3 Juta Orang, Terbanyak Lulusan SMK dan PT

Baca: Tak Hanya untuk Pengangguran, Kartu Prakerja juga Terbuka untuk Karyawan, Berikut Tahapan Seleksinya

Sementara itu, Presiden Joko Widodo mengatakan, tingkat pengangguran pada tahun depan diproyeksi berada di kisaran 7,7 persen hingga 9,1 persen.

Persentase kemiskinan diperkirakan sebesar 9,2 persen hingga 9,7 persen.

"Dengan menekankan pada penurunan kelompok kemiskinan ekstrem, tingkat ketimpangan di kisaran 0,377-0,379, serta indeks pembangunan kualitas manusia (IPM) di kisaran 72,78-72,95," ujar Jokowi ketika memberikan pidato dalam rangka Penyampaian Pengantar/Keterangan Pemerintah atas RUU Tentang APBN Tahun Anggaran 2021 beserta Nota Keuangannya di Gedung MPR/DPR/DPD, dilansir Kompas.com.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan pidato perdananya dalam Sidang Majelis Umum (SMU) ke 75 PBB secara virtual, Rabu (23/9/2020). (Dok.Kementerian Luar Negeri)

Oleh sebab itu, Jokowi berharap target tersebut dapat tercapai dengan RAPBN 2021.

Menaker Ida Fauziyah juga mengatakan, Presiden Jokowi menginginkan adanya peningkatan mutu sumber daya manusia (SDM).

Hal ini agar dapat bisa bersaing secara global.

Jokowi meminta untuk memperkuat pendidikan serta pelatihan vokasi.

(TRIBUNNEWSWIKI.COM/Dinar Fitra Maghiszha/Afitria) (Kompas.com)

Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul BPS: 29,12 Juta Penduduk Usia Kerja di RI Terdampak Pandemi)



Penulis: Dinar Fitra Maghiszha
Editor: Archieva Prisyta
BERITA TERKAIT

Berita Populer