Presiden dan pemerintahan berikutnya akan memiliki utang yang sangat besar sebagai tanggungan kerja.
Pasalnya, nilai utang Indonesia kini jumlahnya sangat besar, yakni mencapai Rp 1.530 triliun.
"Utang ini sangat besar, di mana di masa mendatang akan menjadi warisan ke anak cucu kita, ke presiden berikutnya," kata Didik dalam Seminar Online Evaluasi bidang Politik dan Ekonomi yang diselenggarakan LP3ES dan Universitas Trunojoyo Madura, Kamis (5/11/2020).
Meskipun setiap tahunnya Indonesia memiliki utang dan ada peningkatan jumlah.
Namun utang dalam pemerintahan Jokowi kali ini terlampau tinggi jika dibandingkan dengan rencana Presiden Joko Widodo untuk menurunkan utang pemerintah hingga menjadi Rp 651 triliun.
"Rencananya kan pemerintahan Jokowi sebelum Covid-19 punya cita-cita, tapi akhirnya cuma harapan doang, yaitu menurunkan utangnya Rp 651 Triliun, tapi apa yang terjadi," ujarnya.
Didik pun membandingkan pemerintahan Jokowi dengan pemerintahan Presiden RI keenam, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Baca: Ekonom Nilai Indonesia Untung Jika Donald Trump Terpilih Lagi: Rupiah Menguat Tanpa Perlu Usaha
Baca: Ekonom Indef: Jika Joe Biden Menang, Indonesia Akan Dapatkan Lebih Banyak Dampak Positif
Menurut dia, utang pemerintah Jokowi lebih besar 300 persen dari total anggaran saat SBY berkuasa.
"Seluruh anggaran SBY itu Rp 500 triliun pada waktu dia berkuasa. Pertumbuhan ekonominya itu di atas 6 persen, tentu utangnya tidak sampai segitu," tambahnya.
Berdasarkan data utang tersebut, ia berpendapat bahwa pemerintah Jokowi saat ini bertindak semaunya soal praktik pengadaan utang.
Menurutnya, hal ini karena tidak adanya kontrol dan tak ada check and balance.
Menurut Didik, pemerintahan Jokowi juga membuat adanya kemunduran demokrasi.
Padahal, lanjut Didik, untuk membuat kebijakan ekonomi yang baik adalah dengan menghadirkan demokrasi yang baik pula.
"Kebijakan ekonomi yang baik itu adalah demokrasi yang baik, ada check and balance. Jadi tidak ngawur. Karena sekarang orang bicara, orang melakukan kritik ditangkap dengan UU ITE dan seterusnya," jelasnya.
Peneliti Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) Wijayanto menilai, kondisi demokrasi di Indonesia saat ini mengalami kemunduran.
Kemunduran tersebut, kata Wijayanto, disebabkan kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintahan Jokowi yang hanya fokus pada beberapa sektor.
Baca: Jokowi Ingatkan Jajarannya, Minta Penanganan Covid-19 Sektor Kesehatan dan Ekonomi Seimbang
Baca: Menyoal Proyek Jurassic Park, Pemerintah NTT: Nilai Ekonomi Masyarakat Daerah Naik
"Kondisi demokrasi di Indonesia ini namanya tidak sempurna atau mundur, semua ini merujuk pada research, kebijakan ekonomi seperti apa yang diambil pemerintah akan dampak bagi situasi demokrasi," kata Wijayanto dalam diskusi secara virtual, Kamis (5/11/2020).
Wijayanto menyampaikan, kebijakan pemerintahan Jokowi yang berdampak pada iklim demokrasi itu terlihat dalam riset yang berjudul Jokowi and The New Developmentalism yang dilakukan The Australian National University.