Uni Eropa Ancam Berikan Sanksi Jika Turki Tidak Hentikan Provokasi Pemboikotan Produk Prancis

Penulis: Dinar Fitra Maghiszha
Editor: Melia Istighfaroh
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kami jelas mengharapkan adanya perubahan sikap dan pernyataan terbuka dari Turki, kata Stano dalam konferensi pers., FOTO: Bendera Uni Eropa berkibar di Brussels, Belgia

TRIBUNNEWSWIKI.COM - Negara-negara anggota Uni Eropa setuju untuk memantau sikap Turki di kancah internasional hingga Desember mendatang.

Pada pertemuan awal bulan ini, Uni Eropa mengancam akan menjatuhkan sanksi apabila Erdogan tidak berhenti melakukan 'provokasi', menurut sebuah pernyataan dewan Uni Eropa.

Sementara itu, Juru Bicara Uni Eropa Peter Stano mengatakan dirinya tidak akan menunda pertemuan mendesak para pejabat Uni Eropa menyusul komentar Erdogan.

"Kami jelas mengharapkan adanya perubahan sikap dan pernyataan terbuka dari Turki," kata Stano dalam konferensi pers.

Stano menyebut akan sering mengadakan diskusi "untuk melihat apakah kami akan terus menunggu atau mengambil langkah selanjutnya dengan lebih cepat", dilansir France24, Selasa (27/10/2020).

Baca: Menyusul Perkataan Presiden terkait Kartun Nabi Muhammad, Perancis Minta Boikot Produknya Dihentikan

Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan berbicara selama konferensi pers setelah Pertemuan Kabinet di Kompleks Presiden di Ankara pada 29 Juni 2020. (Adem ALTAN / AFP)

Baca: Pejabat Tinggi Turki Kutuk Media Prancis Charlie Hebdo yang Hina Presiden Erdogan

Dukungan Negara Uni Eropa untuk Prancis

Para pemimpin negara dan pejabat Uni Eropa menyatakan dukungannya untuk Prancis pasca-seruan boikot dari Turki dan sejumlah negara-negara di Timur Tengah.

Mereka berkumpul di Prancis, Senin (26/10) menyatakan prihatin atas apa yang terjadi dan mengungkapkan solidaritasnya.

Perdana Menteri Belanda Mark Rutte mengatakan negaranya mendukung Prancis atas nama "Kebebasan bicara dan jalan untuk melawan ekstrimisme dan radikalisme".

Menteri Luar Negeri Jerman Heiko Maas menyatakan bahwa penghinaan Erdogan terhadap Macron adalah 'titik terendah baru (dalam hubungan bilateral'.

Baca: Hanya karena Kesalahan Tanda Petik, Ibu di Surabaya Urus Akta Kematian Anak Sampai Jakarta

YORDANIA - Seorang pembelanja berjalan melewati produk Prancis yang disegel di balik penutup plastik di rak di supermarket di ibu kota Yordania, Amman, selama boikot produk Prancis pada 26 Oktober 2020. Seruan untuk memboikot barang-barang Prancis berkembang di dunia Arab dan sekitarnya, setelah Presiden Emmanuel Macron mengkritik kaum Islamis dan bersumpah untuk tidak "melepaskan kebudayaan karikatur di Prancis", termasul menggambarkan Nabi Muhammad SAW. Komentar Macron muncul sebagai tanggapan atas pemenggalan kepala seorang guru, Samuel Paty, di luar sekolahnya di pinggiran kota di luar Paris awal bulan ini, setelah dia menunjukkan kartun Nabi Muhammad SAW selama kelas yang dia pimpin tentang kebebasan berbicara. (Khalil MAZRAAWI / AFP)

Baca: Suami Jual Istri karena Tak Kuat Layani Nafsu Tinggi si Wanita, Jajakan Foto Telanjang Lewat Twitter

Maas mengaku negaranya akan terus "berdiri dalam solidaritas dengan teman-teman Prancis".

Selanjutnya, dukungan datang dari Italia saat PM Giuseppe Conte menyayangkan ucapan Erdogan terhadap Presiden Macron.

"Kata-kata Presiden Erdogan kepada Presiden Macron tak dapat diterima," tulisnya di Twitter.

Presiden Yunani Katerina Sakellaropoulou menyebut retorika Erdogan justru "memicu fanatisme agama dan intoleransi atas nama konflik kebudayaan, dan ini tidak dapat ditoleransi".

Baca: Pemerintah Targetkan 3 Juta Penerima, Bantuan Rp 2,4 Juta untuk Pelaku UMKM Diperpanjang

(FILES) Dalam foto file ini diambil pada 5 Januari 2018 Presiden Prancis Emmanuel Macron (kanan) dan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan berjalan saat konferensi pers bersama di Istana Elysee di Paris. Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengecam pada 24 Oktober 2020 mitranya dari Prancis, Emmanuel Macron, atas kebijakannya terhadap Muslim, dengan mengatakan bahwa dia membutuhkan "pemeriksaan mental." "Apa yang bisa dikatakan tentang seorang kepala negara yang memperlakukan jutaan anggota dari kelompok agama yang berbeda seperti ini: pertama-tama, lakukan pemeriksaan mental," kata Erdogan dalam pidato yang disiarkan televisi. (LUDOVIC MARIN / POOL / AFP)

Baca: Peluncuran #Lambassador, MLA Kenalkan Manfaat Daging Domba Australia untuk Konsumen Indonesia

Ribut Turki-Prancis

Seperti diketahui, Erdogan menilai Macron memiliki agenda 'anti-Islam' dibalik pernyataan dukungannya untuk seorang guru di Prancis yang mempertontonkan karikatur Nabi Muhammad. Guru ini kemudian tewas dipenggal oleh seorang pria yang marah terhadapnya.

Erdogan juga sempat mengatakan bahwa Macron perlu melakukan 'tes kesehatan mental' atas pernyataan mengenai ketidaksepakatan Macron atas Islam Radikal.

Erdogan turut menyerukan pemboikotan produk-produk Prancis yang diikuti sejumlah negara-negara di Timur Tengah.

Inilah yang kemudian diprotes para petinggi negara-negara Eropa.

Baca: Hari Ini dalam Sejarah 28 Oktober 1420: Beijing Ditetapkan sebagai Ibu Kota Dinasti Ming

Baca: Viral Pemuda Ngamuk Hantam Motor Pakai Batu saat Ditilang, Ternyata Kendaraan Bukan Miliknya

Sebagai informasi, Turki dan Prancis sama-sama merupakan anggota aliansi militer NATO, tetapi sering berselisih mengenai isu-isu sensitif, termasuk Suriah dan Libya, yuridiksi maritim wilayah timur Mediterania dan konflik di Nagorno-Karabakh.

Prancis merupakan sumber impor terbesar ke-10 Turki dan peringkat ke-7 pasar ekspor Turki.

Keduanya sering terlibat perselisihan atas isu-isu internasional.

(TRIBUNNEWSWIKI.COM/Dinar Fitra Maghiszha)



Penulis: Dinar Fitra Maghiszha
Editor: Melia Istighfaroh

Berita Populer