Laporan wartawan Tribunnews.com
TRIBUNNEWSWIKI.COM - Epidemilog kini mendadak dikenal masyarakat di tengah Covid-19. Sebelumnya, siapa yang mau tau.
Hal itu dikatakan, Epidemiolog Griffith University, Dicky Budiman saat berbincang dalam diskusi virtual beberapa waktu lalu.
"Sebelumnya kita enggak peduli pada profesi ini. Padahl kita lihat pandemi covid saat ini. Tercatat sebagai pandemi yang terbesar kerugiannya sekitar 10 triliun dolar AS. Terbesar dalam sejarah sebelumnya," ungkap dia.
Dikutip dari tulisannya yang dipublikasikan pada awal pandemi, Epidemiologi adalah cabang ilmu kesehatan yang juga sudah memiliki cabang keahlian yang beragam dan luas, mulai dari Epidemiologi Gizi, Kespro, Klinik, dan lain-lain.
Dalam kaitan wabah penyakit menular maka ahli epidemiologi yang terlibat adalah Epidemiolog Penyakit Menular (Epi PM) dan FETP (field epidemiology training programmes) yang menjadi semacam kopassus dalam perang melawan wabah/epidemi/pandemi di lapangan.
Atas temuan ini maka mengetahui, tahu asal mula penyakit, bagaimana penyakit dapat menyebar di masyarakat, seberapa besar kejadian penyakit pada spesifik populasi, faktor apa saja yang dapat mempengaruhi kejadian penyakit dan opsi strategi mengendalikan penyakit tersebut.
Tentunya pada skala nasional dan global diperlukan dasar keilmuan dan pengalaman yang lebih mumpuni dalam kaitan epidemi/pandemi.
Ia mengungkap, sumber daya manusia di Indonesia untuk epidemolog masih sangat kurang. Idealnya satu epidemiolog untuk per10ribu atau 20ribu penduduk.
Sementara di Indonesia, satu epidemiolog untuk sekitar 500ribuan penduduk Indonesia.
"Sekarang jumlahnya jadi banyak banget (Epidemiolog) mendadak, yang tadinya sedikit sekarang banyak orang merasa jadi epidemiolog," ujar dia sambil bercanda.
Dicky menilai, dalam dua dasawarsa terakhir ini hampir setiap lima tahun atau setiap Menteri Kesehatan RI pasti menghadapi pandemi.
Seperti Pandemi Severe Accute Respiratory Syndrome (SARS) tahun 2002, lalu Influenza A (H1N1) tahun 2009, dan kini Covid-19.
"Dulu juga sempat ada pandemi Ebola dan MERs tapi berkat menteri kesehatan dan jajarannya, pandemi itu tidak masuk ke Indonesia," ungkap lulus FK Undap ini.
Untuk itu, ia berharap ada penambahan SDM epidemiolog. Dicky mengatakan, seperti Australian pemerintahnya berperan aktif memberikan beasiswa agar melanjutkan studi pada keilmuan epidemiologi.
"Di banyak negara sejak tahun 70-an itu ada yang disebut dengan istilah ilmu Global security bagaimana epidemiolog itu menjamin keamanan manusia, dari berbagai macam penyakit yang dianut oleh setiap negara maju," harap Dicky.
Ia merupakan Phd Candidate Global Health Security and Pandemi Griffith Universiry Australia.
Sebelumnya, juga mengambil Master Epidemiology di Griffith Universiry Australia, lulus tahun 2004.
Sementara pendidikan S1nya, dari Universitas Padjajaran sebagai Dokter Umum yang lulus tahun 1997.