Warga Thailand Kembali Serukan 'Prayuth Out', Pasca-Ultimatum Mundur Tak Digubris Perdana Menteri

Penulis: Dinar Fitra Maghiszha
Editor: Putradi Pamungkas
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

FOTO: Seorang pengunjuk rasa pro-demokrasi (tengah) mengibarkan bendera pelangi di antara kerumunan besar selama unjuk rasa anti-pemerintah di Bangkok pada 25 Oktober 2020.

TRIBUNNEWSWIKI.COM - Ribuan warga Thailand kembali turun ke jalanan Kota Bangkok berunjuk rasa meminta Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha mengundurkan diri.

Ini merupakan demonstrasi pertama setelah massa sempat mengultimatum Prayuth untuk mundur paling lambat Sabtu kemarin (24/10).

Tak hanya itu, aksi ini juga merupakan penggalangan massa dengan skala besar pertama sejak Prayuth mengeluarkan kebijakan 'kondisi darurat' pada 15 Oktober untuk membungkam demonstran.

"Jika dia tidak mengundurkan diri, maka kita harus keluar untuk menyuruhnya mundur dengan cara yang damai," kata pemimpin aksi, Jatupat 'Pai' Boonpattararaksa di tengah teriakan 'Prayuth Out'.

Dilansir Reuters, Minggu (25/10), tidak terlihat kehadiran banyak petugas kepolisian di sekitar pengunjuk rasa yang berkumpul di Persimpangan Ratchaprasong, lokasi tempat jatuhnya korban aksi oleh petugas polisi saat demo pada 2010.

Baca: Jarang Diketahui, Ternyata 5 Jenis Makanan Ini Mengandung Kalsium

Raja Thailand Maha Vajiralongkorn dan Ratu Suthida dengan muka ramah menyapa pendukung setelah upacara Buddha untuk mendiang raja Chulalongkorn di Bangkok pada 23 Oktober 2020. (Jack TAYLOR / AFP) (Jack TAYLOR / AFP)

Baca: Lindungi Diri Saat Diserang Pencuri, 2 Satpam Divonis Penjara, Istri: Dia Jaga Aset Negara Saat Itu

Jubir pemerintah menyatakan tidak akan ada penggunaan kekerasan dan meminta orang-orang untuk tetap damai saat aksi.

Pemerintah mengimbau massa dapat menghormati hukum.

Terlihat dalam aksi, sejumlah pertunjukan teatrikal dilakukan.

Sekelompok transpuan terlihat melakukan aksi pertunjukkan di tengah massa.

Akankah Prayuth Mundur?

Sementara itu, Kantor Perdana Menteri Thailand mengunggah penegasan bahwa Prayuth tidak akan mengundurkan diri.

Baca: Ketahui Yuk, Ini 6 Manfaat Minum Air Putih Setelah Bangun Tidur

Pengunjuk rasa pro-demokrasi memberi hormat tiga jari selama unjuk rasa anti-pemerintah di Bangkok pada 21 Oktober 2020. (Jack TAYLOR / AFP) (Jack TAYLOR / AFP)

Baca: PSBB Transisi di Jakarta Diperpanjang Lagi hingga 8 November 2020, Ini Penjelasan Anies Baswedan

Tertulis bahwa krisis yang terjadi harus dibahas di tingkat parlemen di mana ia akan mengadakan sidang istimewa pada Senin dan Selasa besok.

Namun demikian, kelompok oposisi terlihat tak terlalu yakin atas putusan dewan yang didominasi oleh kelompok pro-Prayuth.

Seperti diketahui, protes yang terjadi sejak pertengahan Juli ini telah memberikan tekanan yang cukup keras atas kestabilan politik.

Khususnya adalah seruan melanggar hal yang 'tabu' dengan meminta agar kekuasan monarki Raja Maha Vajiralongkorn dibatasi.

Pada Senin lalu, massa sempat berencana untuk menggeruduk Kedutaan Besar Jerman untuk menuntut agar raja tidak menghabiskan sebagian waktunya di Jerman.

Baca: Sederet Fakta Oknum Perwira Polisi Ditangkap Karena Bawa Sabu 16kg, Mobil Pelaku Ditembaki Petugas

Puluhan ribu mahasiswa dan pendemo lainnya bergabung dalam unjuk rasa pro-demokrasi mengambil bagian dalam unjuk rasa anti-pemerintah di Asok di Bangkok, Minggu (18/10/2020). Demo di Thailand kali ini menjadi sejarah baru karena banyaknya massa dan tema demo yakni reformasi monarki. (Mladen ANTONOV / AFP)

Baca: Sederet Fakta Oknum Perwira Polisi Ditangkap Karena Bawa Sabu 16kg, Mobil Pelaku Ditembaki Petugas

"Pergi ke Kedutaan Besar Jerman mencerminkan ada masalah nyata dari kepemimpinan seorang raja dan ini membuat rakyat tidak nyaman sekaligus bertanya apakah itu melanggar hukum?", kata aktivis Piyarat "Toto" Chongtep.

Sebagai informasi, massa ingin agar Prayuth mundur dan dibentuk konstitusi baru atas tuduhan pemilihan umum.

Sementara Prayuth menolak tuduhan massa dan masih mempertahankan kekuasaannya sejak 2014.

Massa juga menuntut ada pembatasan dalam sistem monarki yang dinilai menempatkan militer dalam dominasi politik.

(TRIBUNNEWSWIKI.COM/Dinar Fitra Maghiszha)



Penulis: Dinar Fitra Maghiszha
Editor: Putradi Pamungkas

Berita Populer