Anak Jual Tanah Tanpa Izin, Ibu di Bulukumba Harus Hidup Sendiri Menjadi Pemulung di Rumah Sewaan

Penulis: Restu Wahyuning Asih
Editor: Putradi Pamungkas
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Nenek Saparia hidup sebatang kara di Desa Polewali, Kecamatan Gantarang, Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan.

TRIBUNNEWSWIKI.COM - Saparia (84) harus menjalani hidup menderita setelah suaminya meninggal dunia tiga tahun lalu.

Dirinya hidup sebatang kara di rumah tak layak huni di Desa Polewali, Kecamatan Gantarang, Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan.

Rumah yang dihuninya tersebut terbuat dari seng sebagai dinding dan atap.

Di usianya yang sudah tua, ia harus terus membanting tulang sebagai pemulung.

Pasalnya, anak kandungnya bernama Sikking, tega menjual tanah miliknya seharga Rp 20 juta.

Saparia mengaku ia dikaruniai tiga orang anak dan semuanya sudah menikah.

Mereka adalah Sikking, Suardi, dan Hamina.

"Saat suami meninggal dunia, anak menjual tanah itupun tidak memberitahukan kepada saya. Saat itu saya menangis ketika mendengar dari orang bahwa tanah di tempati tinggal dijual Sikking Rp 20 juta," kata Saparia dengan bola mata memerah, yang dilansir dari Kompas.com, di rumahnya Senin (19/10/2020).

Sejak tanah itu dijual, akhirnya Saparia minta pertolongan warga untuk memindahkan rumahnya agar dibangun di lahan menantu.

Baca: Pelajaran buat Ibu-ibu, Balita 2 Tahun Kirim Foto Telanjang Ibunya di Jejaring Sosial Snapchat

Baca: Pelaku Pembunuh Bocah 9 Tahun dan Pemerkosa Ibu di Aceh Tewas di Tahanan

"Sikking tidak ada tobat-tobatnya. Setelah menjual tanah tidak pernah ke sini membesuk. Untung saja suami Hamina membiarkan saya numpang di lahannya membangun rumah yang saya tempati saat ini," tutur Saparia.

Saparia tidak menyangka anaknya melakukan itu.

Iabahkan harus terus bekerja meskipun fisik sudah tak lagi kuat.

Saparia setiap hari mengais rezeki dengan cara menjadi pemulung, keliling di Kota Bulukumba mengumpulkan botol bekas.

Padahal, dari bekerja mengumpulkan botol tidak langsung dijual.

Botol itu dikumpulkan selama dua bulan hingga mencapai tujuh karung.

Dirinya meninggalkan rumah dengan jalan kaki mencari botol, sekitar pukul 05.00 Wita sampai 12.00 Wita.

Saat mencari botol bekas, ia juga mencari kayu bakar.

"Jika dijual dengan harga Rp 100 rupiah per botol. Itupun dijual kalau sampai tujuh karung biasanya dapat Rp 50 ribu " ungkapnya.

Saparia mengaku kekuatan mencari botol bekas mulai berkurang.

Sebab kaki kanannya sering sakit sehingga tidak bisa keliling lagi.

Saparia mengungkapkan, ia biasanya mendapat bantuan beras dari salah seorang anggota DPRD Bulukumba.

Namun, sudah tiga hari ia kehabisan beras.

Baca: VIRAL Video Seorang Ibu Dicekik dan Dibanting Oleh Satpol PP hingga Pingsan, Korban Bukan Cuma Satu

Baca: Dikira Meninggal, Kakek Disimpan 20 Jam di Freezer Tunggu Pemakaman: Saat Dibuka Keluarga Syok

Untuk menahan lapar, Saparia terpaksa membeli susu sachet. Namun, rasa kenyang dari susu tak membuatnya bertahan sampai malam.

"Mau gimana lagi kasihan kita ini orang tidak bisa apa-apa kalau sakit begini tidak pergi cari botol. Padahal hanya botol su mber penghasilan. Apalagi saya malu minta beras pada tetangga," kata Saparia.

Ia berharap agar pemerintah peduli dengan kondisinya saat ini.
Dihubungi terpisah Kepala Desa Polewali Ambo Cinning mengatakan, Sikking menjual tanah ibunya yang sementara ditinggali.

"Memang anaknya itu seperti maling kundang, masa tega dengan orangtua sendiri," kata Ambo.

Selama ini, lanjut Ambo, jika ada bantuan maka diberikan pada Saparia, termasuk BLT Dana Desa.

"Memang diutamakan bantuannya kepada Saparia karena memang layak menerima," ungkapnya.

(TribunnewsWiki.com/Restu, Kompas.com/Nurwahidah)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Tanah Miliknya Dijual Anak Kandung, Nenek Saparia Menumpang dan Bertahan Hidup Jadi Pemulung"



Penulis: Restu Wahyuning Asih
Editor: Putradi Pamungkas
BERITA TERKAIT

Berita Populer