Demo Anti-Pemerintah Tak Kunjung Reda Meski Telah 6 Tahun Berlalu, Ini Tuntutan Rakyat Thailand

Penulis: Niken Nining Aninsi
Editor: Putradi Pamungkas
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pemimpin dan Juru bicara Persatuan Mahasiswa Thailand Panusaya Rung Sithijirawattanakul (tengah, baju merah) berbicara dari sebuah truk saat pengunjuk rasa pro-demokrasi berbaris menuju Gedung Pemerintah selama unjuk rasa anti-pemerintah di Bangkok pada 14 Oktober 2020. (Lillian SUWANRUMPHA / AFP)

TRIBUNNEWSWIKI.COM - Sejak peristiwa kudeta tahun 2014, aksi demonstrasi anti-pemerintah terus terjadi di Thailand.

Kini aksi protes tersebut kian besar dan diklaim menjadi yang terbesar dalam beberapa tahun terakhir.

Reuters memberitakan, lebih dari 10.000 pengunjuk rasa Thailand meneriakkan yel-yel "jatuh dengan kediktatoran" dan "negara milik rakyat".

Mereka berunjuk rasa di Bangkok pada hari Minggu (16/8/2020) dan sejauh ini merupakan aksi demonstrasi anti-pemerintah terbesar sejak kudeta 2014.

Hari ini, pengunjuk rasa Thailand akan mengadakan demonstrasi lagi pada Sabtu (17/10/2020), meskipun ada tindakan keras oleh polisi selama lebih dari tiga bulan protes yang menargetkan monarki yang kuat serta pemerintah.

Polisi menggunakan meriam air terhadap pengunjuk rasa untuk pertama kalinya pada Jumat (16/10/2020) kemarin.

Mereka menangkap lebih dari 50 orang, termasuk para pemimpin protes, dalam seminggu terakhir.

"Kami mengutuk kekerasan apa pun terhadap rakyat," kata Gerakan Rakyat dalam sebuah pernyataan seperti dikutip Reuters.

"Kami akan terus melakukan protes pada 17 Oktober," katanya.

Baca: Mirip Kasus di DPR, Anggota Dewan Thailand Tertangkap Kamera Nonton Film Porno saat Rapat Parlemen

Gerakan Rakyat menyebutkan, demo akan berlangsung pada jam 4 sore waktu setempat, tetapi tidak mengatakan lokasinya.

Yang jelas, mereka meminta pendemo agar siap menggunakan taktik penindasan oleh polisi.

Larangan unjuk rasa

Pada Kamis (15/10/2020) lalu, Pemerintah Thailand memerintahkan larangan unjuk rasa yang telah menjadi tantangan terbesar selama bertahun-tahun bagi Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha, mantan pemimpin junta.

Unjuk rasa juga membawa kritik yang belum pernah terjadi sebelumnya kepada Raja Maha Vajiralongkorn.

Segera setelah larangan demo, puluhan ribu orang menggelar aksi protes di Bangkok dengan menentang kebijakan itu. Ribuan lainnya berunjuk rasa pada Jumat (16/10).

Polisi Thailand menyatakan, respons mereka terhadap pemrotes pada Jumat proporsional dan sejalan dengan norma internasional.

Tiga pengunjuk rasa dan empat personel polisi terluka pada Jumat, menurut Pusat Medis Erawan, unit tanggap darurat di Bangkok.

Para pemimpin pro-demokrasi Thailand dari kiri Panupong "Mike" Jadnok, Panusaya "Rung" Sithijirawattanakul, Tattep "Ford" Ruangprapaikitseree dan Anon Numpa, memberi hormat tiga jari selama konferensi pers di alun-alun Sanam Luang di seberang Grand Palace, terlihat di latar belakang, pada 8 Oktober 2020 di Bangkok menjelang demonstrasi yang direncanakan pada 14 Oktober (Jack TAYLOR / AFP) (Jack TAYLOR / AFP)

Kelompok hak asasi manusia mengutuk tindakan Pemerintah Thailand tersebut.

“Pemerintah yang peduli dan Perserikatan Bangsa-Bangsa harus berbicara secara terbuka untuk menuntut segera diakhirinya represi politik oleh Pemerintahan Prayuth,” kata Brad Adams, Direktur Asia Human Rights Watch.

Para pengunjuk rasa menuntut pengunduran diri Prayuth, yang pertama kali mengambil alih kekuasaan dalam kudeta 2014.

Halaman
123


Penulis: Niken Nining Aninsi
Editor: Putradi Pamungkas
BERITA TERKAIT

Berita Populer