Catatan yang dikumpulkan oleh para pejabat di Xinjiang selatan dan dianalisis oleh peneliti bernama Adrian Zenz menunjukkan ada lebih dari 9.500 anak-anak di Yarkand, mayoritas Uighur, yang orangtuanya ditahan.
Dilansir dari The Guardian, (16/10/2020), data tersebut menunjukkan semua anak memiliki setidaknya satu orangtua, ayah atau ibu, yang ditahan di penjara, tempat penahanan, atau pusat "pendidikan ulang".
Zenz mengatakan, "Strategi Beijing untuk menundukkan minoritas yang tidak patuh sedang bergeser dari penahanan ke mekanisme kontrol sosial jangka panjang. Di garis depan upaya ini adalah perebutan hati dan pikiran generasi selanjutnya."
Anak-anak sering ditempatkan di panti asuhan negara atau sekolah asrama dengan keamanan tinggi, tempat mereka diawasi dengan ketat.
Baca: 39 Negara Protes Perlakuan China terhadap Muslim Uighur, Kuba dan 45 Negara Lain Bela China
Hampir semua kelas dan interaksi harus menggunakan bahasa Mandarian, bukan Uighur.
Menurut penelitian Zenz, ada total 880.500 anak yang hidup di fasilitas asrama pada tahun 2019.
Jumlah ini meningkat sekitar 76 persen dari tahun 2017 karena sistem penahanan China diperluas.
Dampak penahanan terhadap anak-anak dan struktur keluarga menjadi salah satu aspek yang kurang diperhatikan dalam kebijakan China di Xinjiang.
Laporan saksi yang berada di luar China menunjukkan adanya hal yang disebut para pakar sebagai kebijakan sistematis pemisahan keluarga.
Menurut Economist yang pertama menerbitkan temuan Zenz, jika jumlah dari daerah Yarkand diekstrapolasi ke seluruh Xinjiang, jumlah anak di bawah umur 15 tahun yang salah satu atau kedua orangtuanya ditahan bisa mencapai 250.000.
Baca: TERUNGKAP, China Telah Bangun 360 Kamp Interniran untuk Penahanan Jutaan Muslim Uighur
Data lain yang didapatkan dan dianalisis Zenz memberika detail kasus anak yang berada di panti asuhan.
Ada satu berkas merinci 85 siswa di bawah 10 tahun yang kedua orangtuanya berada di pusat penahanan atau penjara, termasuk balita satu tahun yang hidup di panti asuhan di Yarkhand.
Di keluarga lain, ada anak laki-laki berumur 7 tahun dan anak perempuan berumur 10 tahun yang berada di panti asuhan karena kedua orangtua mereka berada di pusat "pendidikan ulang".
Dalam beberapa tahun terakhir, pengeluaran dalam hal pendidikan telah melebihi anggaran keamanan.
Sekolah menjadi garis terdepan dalam usaha pemerintah untuk menghilangkan perbedaan pendapat.
Sekolah sering menggunakan sistem intrusi pertahanan dalam berbagai tingkat, pengawasan menyeluruh, pagar listrik, dan patroli terkomputerisasi.
Baca: Para Aktivis Mengutuk Tindakan Genosida terhadap Minoritas Muslim Uighur di China
Sebuah lembaga think tank (wadah pemikir) Australia pada Jumat, (25/9/2020), mengatakan pihak berwenang China telah menghancurkan ribuan masjid di Xinjiang.
Hal itu disebutkan dalam laporan terakhir mengenai pelanggaran hak asasi manusia di Xinnjiang.
Kelompok hak asasi mengatakan ada lebih dari 1 juta etnis Uighur dan etnis Muslim berbahasa Turki lainnya yang ditawan di kamp penahanan di wilayah barat laut tersebut.
Dilansir dari Channel News Asia, (25/9/2020), mereka ditekan agar menghentikan aktivitas tradisional dan keagamaan.
Ada sekitar 16.000 masjid yang telah dihancurkan atau dirusak, menurut laporan Australian Strategic Policy Institute (ASPI).
Jumlah ini didasarkan pada citra satelit yang mendokumentasikan ratusan situs yang disucikan dan pemodelan statistik.
Baca: Malaysia Tak Akan Ekstradisi Muslim Uighur ke China, Bahkan jika Diminta China
Laporan itu menyebut mayoritas penghancuran terjadi dalam tiga tahun terakhir dan diperkirakan ada 8.500 masjid yang telah hancur sepenuhnya, dan ada lebih banyak kerusakan di luar pusat Kota Urumqi dan Kashgar.
Banyak masjid yang lolos dari penghancuran disingkirkan kubah dan menaranya, menurut laporan itu.
Diperkirakan ada kurang dari 15.500 masjid (utuh dan rusak) yang masih berdiri di Xinjiang.
Jika benar, jumlah tersebut menjadi jumlah masjid paling sedikit di Xinjiang sejak dekade pergolakan nasional yang dipicu oleh Revolusi Kebudayaan.
Sebaliknya, tidak ada satu pun gereja Kristen dan kuil Buddha, yang diteliti oleh lembaga itu, yang dirusak atau dihancurkan.
ASPI juga mengatakan hampir sepertiga situs suci Islam utama di Xinjiang, termasuk tempat suci, makam, dan tempat ziarah, telah dihancurkan.
Baca: FAKTA Misi China Hancurkan Masjid di Xinjiang: Terkuak Berkat Hasil Investigasi Independen Jurnalis
Penyelidikan yang dilakukan AFP tahun lalu mendapati puluhan makam di wilayah itu telah dihancurkan, membuat sisa-sisa kerangka manusia dan batu bata dari makam yang rusak tersebar ke seluruh tempat itu.
Namun, China menegaskan masyarakat Xinjiang menikamti kebebasan beragama secara penuh.
Bahkan, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Wang Wenbin pada pekan lalu mengatakan ada sekitar 24.000 masjid di Xinjiang, jumlah masjid per orang yang "lebih tinggi daripada di banyak negara Muslim".