Terkait hal ini, Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin buka suara untuk memberi penjelasan.
Azis, dalam konferensi pers di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (13/10/2020, mengatakan jumlah halaman yang berbeda-beda tersebut disebabkan oleh mekanisme pengetikan dan penyuntingan.
Dia menyebut ada perubahan pengaturan kertas dari ukuran A4 menjadi legal.
"Mengenai jumlah halaman, itu adalah mekanisme pengetikan dan editing tentang kualitas dan besarnya kertas daripada yang diketik," kata Azis dikutip dari Kompas.
Karena itu, kata dia, jumlah halaman draf RUU Cipta Kerja berubah-ubah seiring dengan perbaikan yang dilakukan Kesekjenan DPR.
Namun, ia memastikan draf final yang saat ini siap dikirim ke presiden yaitu setebal 812 halaman.
Baca: Wasekjen MUI Tengku Zulkarnain Nilai UU Cipta Kerja Dapat Pangkas Peran MUI atas Sertifikasi Halal
Sebanyak 488 halaman merupakan isi undang-undang, sementara sisanya adalah penjelasan.
"Besar tipisnya, berkembang ada yang seribu sekian, ada yang 900 sekian, tapi setelah dilakukan pengetikan final berdasarkan legal drafter yang ditentukan Kesekjenan dan mekanisme, total jumlah kertas dan halaman hanya 812 halaman berikut undang-undang dan penjelasan," ucapnya.
Ia pun menyatakan batas waktu penyampaian draf RUU Cipta Kerja ke presiden yaitu Rabu (14/10/2020).
Menurut Azis, hal ini merujuk pada UU Nomor 12/2011 yang menyebut DPR memiliki waktu selambat-lambatnya tujuh hari menyerahkan RUU kepada presiden sejak tanggal persetujuan.
"Tenggat waktu untuk penyampaian UU Cipta Kerja ini jatuh pada 14 Oktober 2020, tepatnya besok pukul 00.00 WIB," kata Azis.
Baca: Aksi Demo Tolak UU Cipta Kerja Siang Ini, 12 Ribu Petugas Gabungan Disebar di Beberapa Titik Lokasi
Pengamat hukum tata negara Zainal Arifin Mochtar mengatakan alasan DPR yang hendak mengedit redaksional draf Undang-undang Cipta Kerja tak dapat dibenarkan.
Ia juga mengatakan alasan DPR mengedit redaksional draf UU juga tak diperbolehkan sebab dokumen tersebut sudah disahkan secara resmi oleh mereka dan pemerintah sebagai sesuatu yang sakral.
"Hanya saja, Indonesia tidak memperlakukan undang-undang secara sakral. Karena yang namanya undang-undang itu sakral," kata Zainal saat dihubungi, Selasa (13/10/2020).
"Coba bayangkan dengan undang-undang orang bisa dibunuh dan negara tak bisa dipersalahkan kalau menghukum mati orang gara-gara undang-undang. Negara tak boleh dihukum karena nembak mati orang hanya karena undang-undang," kata dia.
Zainal juga menilai wajar masyarakat curiga dengan pembahasan RUU Cipta Kerja karena drafnya senantiasa berubah-ubah.
Baca: Demo Tolak UU Cipta Kerja Ricuh, Prabowo: Pasti Ada Dalang dan Dibiayai Asing
Ia menilai hal tersebut merupakan buah dari ketertutupan pemerintah dan DPR dalam membahas dan mengesahkan UU tersebut.
"Itulah kefatalannya. Dia dibuat tanpa transparansi. Kita enggak tau mana draf yang benar. Di masa awal kan begitu waktu masih dalam bentuk draf. Kita kritisi dia bilang bukan itu. Versinya bukan itu," kata Zainal.
"Ya itu buah dari ketertutupan dan buah dari tidak ada transparansi. Dengan kondisi begitu gimana orang enggak curiga dengan undang-undang yang dibuat," kata dia.
Seperti diketahui, draf UU Cipta Kerja yang beredar di publik terus berubah-ubah. Setidaknya, hingga Selasa (13/10/2020), ada empat draf berbeda.
Di situs DPR (dpr.go.id), diunggah draf RUU Cipta Kerja dengan jumlah 1028 halaman.
Kemudian, pada hari pengesahan RUU Cipta Kerja pada 5 Oktober 2020, unsur pimpinan Badan Legislasi DPR Achmad Baidowi dan Willy Aditya memberikan draf setebal 905 halaman.
Baca: Hari Ini FPI Gelar Aksi Tolak UU Cipta Kerja, Polisi Terjunkan 500 Personel dan Rekayasa Lalu Lintas
Namun, belakangan dikatakan bahwa draf tersebut masih harus diperbaiki. Achmad Baidowi menjamin tidak ada perubahan substansi.
Dia mengatakan perbaikan hanya sebatas pada kesalahan ketik atau pengulangan kata.
"Kami sudah sampaikan, kami minta waktu bahwa Baleg dikasih kesempatan untuk me-review lagi, takut-takut ada yang salah titik, salah huruf, salah kata, atau salah koma. Kalau substansi tidak bisa kami ubah karena sudah keputusan," ujar Awi saat dihubungi, Kamis (8/10/2020).
Pada Senin (12/10/2020) pagi, beredar draf RUU dengan jumlah 1035 halaman.
Pada halaman terakhir draf tersebut ada tanda tangan Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin.
Sekretaris Jenderal DPR, Indra Iskandar, menyatakan draf tersebut hasil perbaikan Baleg DPR pada Minggu (11/10/2020) malam. Menurutnya, ada perbaikan redaksional dalam draf RUU Cipta Kerja.
Namun, pada malam harinya, kembali beredar draf RUU Cipta Kerja setebal 812 halaman.
Indra menyatakan draf berjumlah 812 halaman itu merupakan hasil perbaikan terkini.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Jumlah Halaman Draf RUU Cipta Kerja Berubah-ubah, Azis: Ukuran Kertas Ganti dari A4 ke Legal" dan "Draf Final UU Cipta Kerja Berubah-ubah, Pengamat: Undang-undang Diperlakukan Secara Tak Sakral"